Mohon tunggu...
IMAM SYAFII
IMAM SYAFII Mohon Tunggu... Pelaut - Ketua Umum Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I)

Kadang pengin nulis, kalau lagi senggang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Curhat Mantan ABK Kapal Ikan yang sedang Berjuang di MK

17 Juli 2024   10:09 Diperbarui: 17 Juli 2024   10:12 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sidang MK (Dok. MK)

Rezim UU PPMI (18/2017) sebagai Pengganti UU PPTKILN dan Uji Materi AP2I terkait UU PPMI di MK. Jangan lupa, srupppuutt lagi kopinya... Hhee...

Mungkin banyak kawan berpikir dan atau berpendapat kalau saya sudah berubah Haluan, yang tadinya pro pelaut sebagai bagian dari PMI, menjadi kontra pelaut dikatakan bagian dari PMI. Oh ya, dalam UU PPMI, istilah yang dipakai adalah PMI atau kepanjangannya Pekerja Migran Indonesia. Bukan TKI sebagaimana hal itu diistilahkan dalam UU PPTKILN. Balik lagi ke soal pro dan kontra itu tadi ya, sebenarnya itu adalah pendapat atau pemikiran dari kawan-kawan yang keliru menilai saya. Hhee. Kenapa saya kemudian tidak kontra lagi dengan keberlakuan SIUPPAK? Ya buat apa kontra, wong dasar hukumnya sudah ada, sejak lahirnya UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa UU, termasuk UU Pelayaran (terlepas dari pro kontra yang terjadi, saat ini UU tersebut, masih berlaku), kemudian lahirlah PP 31/2021, di mana dalam PP tersebut keberlakuan SIUPPAK atau aktivitas perekrutan dan penempatan awak kapal bisa untuk dalam dan luar negeri. PP tersebut kemudian juga melahirkan PM 59/2021, di mana dalam PM 59/2021 pun mengatur Batasan kegiatan perekrutan dan penempatan awak kapal yang sama atau sejalan dengan PP 31/2021. Ditambah, telah ada upaya hukum Uji Materi di MA oleh kawan-kawan serikat, yang mempertentangkan PM 59/2021 dengan batu ujinya UU PPMI dan PP 22/2022 yang hasilnya permohonan uji materi tersebut ditolak. Lalu untuk apa dan alasan apa lagi saya harus kontra dengan SIUPPAK? Toh SIUPPAK itu izin yang diterbitkan secara resmi oleh Pemerintah Indonesia melalui Kemenhub. Kalau sudah ada landasan hukumnya, tinggal diikuti, dikawal, apa yang masih kurang dikritisi agar semakin diperbaiki, kan kira-kira seperti itu yang baik? Bukan kemudian menerbitkan perizinan baru dari Kementerian lain, yang berdampak pada dualisme perizinan. Meskipun dalam PP 22/2022 diatur mekanisme tentang Penyesuaian perizinan dari SIUPPAK ke SIP3MI, tapi rasa-rasanya kok kayak enggak etis ya? Masa sama-sama PP (PP 31/2021 dan PP 22/2022) bisa menganulir PP lainnya, yang secara jelas itu beda kepala (beda UU)? Apakah karena di PP 22/2022 ada deposito Rp 1,5 Miliar, lalu SIP3MI dianggap lebih melindungi pekerja? Apakah Solusi adanya deposito harus dibarengi dengan produk (perizinan) baru? Apakah lintas Kementerian tidak bisa berkoordinasi agar hanya satu izin? Apakah deposito SIP3MI sudah benar dan tepat untuk melindungi kepentingan pekerja? Lalu bagaimana dengan kepentingan Pemerintah untuk melindungi pelaku usaha? Apakah jika pelaku usahanya tidak terlindungi maka pekerja bisa bekerja? Bagaimana jika secara nyata yang melanggar hak pekerja adalah Pemilik kapal/operator kapal di luar negeri? Kenapa dalam UU PPMI penyelesaian perselisihan hanya soal perjanjian penempatan? Bagaimana dengan perselisihan mengenai perjanjian kerja? Lalu jika terjadi perselisihan hubungan industrial, siapa mediator yang tepat, apakah mediator di BP2MI atau mediator Hubungan Industrial pada Kemnaker/Disnaker? Jika di Mediatori oleh BP2MI, apakah jika terjadi deadlock, kemudian Nota Anjuran dari Mediator BP2MI dapat diterima oleh PHI sebagai salah satu syarat wajib dilakukannya Gugatan ke PHI? Lalu jika yang melanggar hak pekerja adalah Pemilik Kapal/Operator Kapal di luar negeri, lalu sesame WNI (pekerja dan pelaku usaha WNI) kita biarkan bertarung di PHI, sementara mereka (owner, asing) tertawa melihat kita sesama WNI bersengketa? Wah sebenarnya masih banyak sih pertanyaan-pertanyaannya... Hhee...

Oh iya, ada kawan yang pernah nyletuk, UU PPMI disahkan tahun 2017, kenapa baru sekarang (tahun 2023) di uji materi di MK, kemana saja selama 6 tahun? Saya jawab ya... emangnya untuk melakukan uji materi di MK harus cepat? Emang kami enggak berhak melakukan kajian dan analisis dulu? Emangnya enggak butuh modal buat bersidang di MK, sewa pengacara, ahli, transportasi, dll.,? ah NT kadang-kadang... kalau ngemeng asal ngejeplak aja... hhee. Nah sekarang saya gantian tanya, UU PPMI disahkan tahun 2017, lalu kenapa terbitnya Amanah Pasal 64, sampai tahun 2022 atau alias 5 tahun? Tentunya pemerintah juga punya argumentasi kenapa sampai 5 tahun lamanya baru terbit PP 22/2022, melakukan kajian dan analisis juga tentunya. Lah pertanyaanya, NT NT yang bisanya Cuma nyinyir... selama 5 tahun kemana aja? Ngawal enggak? Ngritisi enggak? Giliran saya ada hajat di MK, NT NT seakan-akan paling akan-akan ... hhee... siap SUHU... sipaling Hukum... Maha Benar... dan masih banyak lagi... Dewasalah dalam berorganisasi... pro kontra itu hal biasa... beda pendapat atau pemikiran, jangan dilanjutkan ke pribadi sampai dikorek-korek... saya sama john kemot di PHI bersidang bentak-bentakan sama Lawyer Perusahaan di muka persidangan, setelah selesai sidang, kita ngopi dan diskusi santai... santai saja mas bro... Kalau takdirnya jadi pintar, ya pintarlah... jadi suhu, ya suhulah... jadi sipaling hukum, jadilah... tapi ingat, adab dan etika serta tali silaturahmi tetap dijaga...

Sekian dulu, kopinya habis... mohon maaf kalau ada kata-kata yang kasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun