Mohon tunggu...
IMAM SYAFII
IMAM SYAFII Mohon Tunggu... Pelaut - Ketua Umum Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I)

Kadang pengin nulis, kalau lagi senggang.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Awak Kapal, Perselisihan Hubungan Industrial dan Pentingnya Berserikat

27 Mei 2022   05:11 Diperbarui: 27 Mei 2022   05:19 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Berserikat/Dok. Pixabay

Dalam hubungan kerja, perselisihan rawan terjadi. Sebagai awak kapal yang bekerja di luar negeri, perlukah awak kapal bergabung menjadi anggota serikat awak kapal?

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran "UUP", Pasal 1 ayat (40) menyatakan bahwa "Awak Kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil."

Jika kita baca dengan seksama pengertian awak kapal sebagaimana di atas, secara umum awak kapal merupakan bagian dari istilah pekerja/buruh. Hubungan kerja adalah hubungan (hukum) antara pengusaha daengan pekerja/buruh (karyawan) berdasarkan perjanjian kerja. 

Dengan demikian hubungan kerja tersebut adalah merupakan sesuatu yang abstrak, sedangkan perjanjian kerja adalah sesuatu yang konkrit, nyata. 

Dengan adanya perjanjian kerja, maka akan lahir perikatan. Dengan perkataan lain perikatan yang lahir karena adanya perjanjian kerja inilah yang merupakan hubungan kerja. Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan "UUK", unsur-unsur hubungan kerja terdiri dari adanya pekerjaan, adanya perintah dan adanya upah (Pasal 1 angka 15 UUK).

Contoh kasus yang banyak terjadi pada awak kapal adalah soal pemenuhan hak yang kerap dilanggar oleh pengusaha dan/atau perusahaan. 

Meskipun telah ada aturan bahwa sebelum menandatangani Perjanjian Kerja Laut "PKL", pihak awak kapal selaku pekerja diminta untuk membaca dan memahami seluruh ketentuan (isi) yang ada di PKL, akan tetapi banyak faktor lain yang menjadikan (meskipun awak kapal mengetahui PKL yang ditandatangani dinilai memberatkan atau merugikan dirinya) awak kapal tetap menandatangani, salah satunya adalah minimnya lapangan pekerjaan di dalam negeri dan/atau kecilnya upah jika menjadi awak kapal di dalam negeri (lokalan).

Bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, serta mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum merupakan hak setiap warga Negara.

Lalu, apa itu Serikat Pekerja?

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh "UU SP/SB", Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa "Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya."

Fungsi Serikat Pekerja diantaranya adalah sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja

bersama dan penyelesaian perselisihan industrial; sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya; sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; sebagai sarana penyalur aspirasi dalam  memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya; sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.

Jika anda sebagai awak kapal enggan untuk bergabung menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja yang telah ada, maka anda bisa membentuk serikat pekerja sendiri, di mana setidaknya anda dan kawan-kawan seprofesi (minimal 10 orang) sudah dapat membentuknya, karena hal tersebut telah diatur dalam UU SP/SB Pasal 5 yang menyatakan "(1) Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. (2) Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang[1]kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh." dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh, sesuai UU SP/SB Pasal 10, dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis pekerjaan, atau bentuk lain sesuai dengan kehendak pekerja/buruh.

Setelah terbentuk, serikat pekerja/serikat buruh kemudian memberitahukan secara tertulis kepada pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat dan kemudian diberikan Tanda Bukti Pencatatan "TBP" serikat pekerja/serikat buruh.

Nah setelah terbentuk dan memiliki TBP serikat pekerja/serikat buruh, maka serikat pekerja/serikat buruh berhak untuk membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha; mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial; mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan; membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh; dan melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jadi, anda tidak perlu takut untuk bergabung (menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja) atau membentuk serikat pekerja, karena hal itu telah dijamin oleh Undang-Undang dan terlindungi.

UU SP/SB Pasal 28 menyatakan bahwa "Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara: a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi; b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh; c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun; d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh."

Terhadap siapapun yang melanggar Pasal 28 sebagaimana diuraikan di atas, maka terancam sanksi sesuai ketentuan Pasal 43 yang menyatakan "(1) Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/ buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan."

 Jadi pertanyaan dan kesimpulannya adalah:

  • Apakah anda sebagai awak kapal dalam melaksanakan hubungan kerja tidak ada potensi perselisihan dengan pengusaha?
  • Ketika anda mengalami masalah, kemana anda akan mengadu dan meminta bantuan penyelesaian masalah yang anda alami?
  • Apakah anda baru akan bergabung menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja atau membentuk serikat pekerja setelah anda bermasalah (bersengketa) dengan pengusaha?
  • Berserikatlah bagi anda para awak kapal, karena berserikat itu sangat penting. Sudah banyak serikat pekerja (awak kapal) yang telah terbentuk. Jikapun anda masih ragu dengan kredibilitas serikat pekerja (awak kapal) yang telah ada saat ini, anda dan kawan-kawan dapat segera memikirkan untuk membentuk serikat pekerja anda dan kawan-kawan sendiri. Jangan tunggu masalah datang baru sibuk mencari tahu apa itu serikat, fungsi, dan hak serikat. Sedia payung sebelum hujan.

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.

Penulis adalah Ketua Umum AP2I (Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun