Jakarta, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) merupakan lembaga yang mandiri dan bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada Saksi dan Korban berdasarkan tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang LPSK, (11/5/15).
Serikat Pekerja Indonesia Luar Negeri (SPILN) mengapresiasi langkah kongkrit dari LPSK dan peran aktif dalam upaya memberikan bantuan perlindungan dan penuntutan hak restitusi/ganti rugi saksi dan korban terkait perkara yang menimpa 203 TKI Pelaut asal Indonesia yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang terjadi di Kepulauan Karibia tepatnya negara Trinidad and Tobago dan sebagian lagi di Abidjan, Afrika pada 2012 silam.
Ketua Umum SPILN Imam Ghozali mengatakan, Inilah yang disebut perbaikan sistem, dimana Hak Restitusi menjadi prioritas bagi korban TPPO dan ini baru pertama kali terjadi di Indonesia, bagaimana Saksi dan/atau Korban yang tak kenal lelah dalam berjuang menuntut hak restitusi di pengadilan. keberhasilan sebagian dari para ABK memperoleh hak restitusi tak lepas dari peran aktif LPSK dalam mendampingi dan mengawal serta memperkuat bukti-bukti yang terinci dan diserahkan kepada majelis hakim di pengadilan. selain itu, LPSK juga selalu ikut hadir dalam proses jalannya persidangan.
"Walaupun baru 56 orang yang berhasil mendapat hak restitusi dari total korban TKI Pelaut yang sempat ditelantarkan di Trinidad and Tobago dan Abidjan adalah 203 orang, namun ini sudah menjadi awal dari adanya perbaikan sistem tentang perlindungan yang memprioritaskan hak-hak korban TPPO" Ujar Ghozali.
Lanjut Ghozali, yang terpenting adalah mengutamakan terpenuhinya kerugian dari korban TPPO, baik kerugian materiil maupun imateriil. sementara selama ini, jika pelaku TPPO sudah di hukum/di penjara maka dianggap perkara tersebut sudah selesai.
Imam Syafi'i salah satu korban yang menjadi kordinator para korban mengatakan, kenapa hanya 56 orang mendapatkan hak restitusi itu dikarenakan faktor lamanya kasus tersebut terbengkalai dan kurangnya keseriusan instansi pemerintah terkait permasalahan kami dalam membantu memberikan bantuan hukum serta terpecah-pecahnya korban, mengingat kami dari berbagai kota/kabupaten yang berbeda dan banyak yang lost kontak.
"Kami kesulitan untuk menghubungi 203 korban karena putus komunikasi dan sebagian ada yang sudah berangkat lagi ke luar negeri karena terlalu lama menunggu dan sebagian lagi ada yang melaut di perairan lokal. jadi kami sulit untuk mendapatkan data dan dokumen yang diminta oleh LPSK untuk diserahkan ke majelis hakim. yang kami dapat dokumen lengkapnya hanya 56 orang, ya kami serahkan 56" Ujar Syafi'i.
selain itu kata Imam, kami juga sudah mengajukan kembali 4 orang yang baru kami dapat datanya dan 41 orang yang diberangkatkan melalui PT. Bahana Samudera Atlantik agar mendapat bantuan perlindungan saksi korban dari LPSK.
Untuk diketahui, ke 41 orang tersebut merupakan bagian dari 203 total korban. Agus Supriyono selaku kordinator korban dari PT. BSA mengatakan, dirinya bersama teman-temannya juga telah melaporkan Direktur Utama, Manajer Direktur dan satu orang Sponsor PT. BSA kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri sejak 2013 silam. namun, hingga kini pelaku tak satupun ada yang ditangkap. "kami tidak begitu jelas apa alasannya" ujar Agus.
Selain itu, Agus dkk. juga telah mengantongi bukti surat keterangan dari kantor Syahbandar kelas utama di Tanjung Priok tentang keaslian dokumen Buku Pelaut mereka yang ternyata tidak terdaftar/palsu.
Agus dkk. meminta kepada LPSK agar ikut mendorong kasusnya supaya cepat di proses dan pelaku segera ditangkap serta dapat di proses di pengadilan seperti kawan-kawan yang dari PT. Karltigo. "kami di sana (Trinidad and Tobago) satu kapal, kerja bareng, disiksa bareng, ditelantarkan bareng dan juga satu perusahaan/owner kapal di Taiwan yaitu PT. Kwo Jeng Trading,. Co. Ltd.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H