Mohon tunggu...
IMAM SYAFII
IMAM SYAFII Mohon Tunggu... Pelaut - Ketua Umum Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I)

Kadang pengin nulis, kalau lagi senggang.

Selanjutnya

Tutup

Kkn Pilihan

Pelaaut Desak MK Hapus KTKLN

22 Januari 2015   17:58 Diperbarui: 8 Juni 2024   11:16 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta, Judicial Review dilakukan oleh Pelaut yang tergabung dalam Forum Solidaritas Pekerja Indonesia Luar Negeri (FSPILN) di Mahkamah Konstitusi. akan di gelar sidang pertama pada hari ini Kamis,  22/01/2015 pukul 13:30 WIB.

Pokok-Pokok Permohonan diantaranya, Pengujian Pasal 26 ayat 2 huruf  (f) dan Pasal 28 UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

"Kewenangan Mahkamah Konstitusi :Berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, serta Pasal 10 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi, maka karena objek permohonan pengujian ini adalah muatan materi dalam UU No. 39 Tahun 2004 terhadap UUD 1945, maka Pemohon berpendapat, Mahkamah Konstitusi berwenang memeriksa dan mengadili permohonan ini". *Tegas Kuasa Hukum Pemohon Iskandar Zulkarnaen SH. MH*

Kedudukan Hukum Pemohon :Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi dan berpedoman pada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 006/PUU-III/2005 bertanggal 31 Mei 2005 serta Putusan No. No. 11/PUU-V/2007 tanggal 20 September 2007, maka oleh karena, para Pemohon sebagai perseorangan warganegara Indonesia merupakan Pelaut (ABK) yang saat ini masih memperjuangkan hak-hak normatifnya sebagai pekerja dan hak-hak konstitusionalnya. "Tambah Iskandar"

Imam Syafii sebagai mantan  ABK dan selaku salah satu Pemohon dalam gugatan ini mengatakan, Hak konstitusional para pemohon sebagai  Pelaut (ABK) telah dirugikan atau setidak-tidaknya berpotensi akan merugikan Pemohon dengan keberlakuan ketentuan Pasal 26 ayat 2 huruf (f) dan Pasal 28 UU No. 39 Tahun 2004, karena menjadi hilangnya hak atas jaminan, perlindungan dan kepastian hukum mengenai penggunaan KTKLN mengingat terdapat perbedaan persyaratan dalam penempatan dan perlindungan pelaut sektor perikanan. Hal ini juga berdampak ketika terjadi perselisihan yang timbul dari akibat adanya hubungan kerja antara ABK dengan perusahaan PPTKIS, dan pihak pemerintah yang saling lempar tanggungjawab antara Kemenaker dan Kemenhub. Sehingga para Pemohon tidak mengetahui siapa yang seharusnya berkewajiban memberikan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum.

"Apabila permohonan Pemohon dikabulkan, maka hak atas jaminan, perlindungan dan kepastian hukum setiap Tenaga Kerja Indonesia mengenai penggunaan KTKLN dan yang sedang mengalami perselisihan akibat hubungan kerja yang terjadi menjadi jelas, tidak samar-samar pihak mana yang akan bertanggungjawab. Oleh karenanya, Pemohon berpendapat, bahwa Pemohon memiliki kedudukan hukum sebagai Pemohon dalam permohonan ini" Tambah Imam.

Imam el Ghazali SH selaku salah satu dari kuasa hukum pemohon juga mengatakan, "Alasan Permohonan Pengujian :Pada tanggal 18 Oktober 2004, Presiden mengundangkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri".

Lanjut Imam, "Minimnya perlindungan bagi para pelaut, membuat tidak adanya jaminan bahwa bekerja ke luar negeri baik melalui pemerintah maupun Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) menjadi aman dan terlindungi. Yang demikian, terjadi karena PPTKIS dan stakeholder dari pihak pemerintah tidak dapat dimintai pertanggung jawaban atas segala resiko yang menimpa pelaut".

Tim Pembela pelaut Haryanto SH mengatakan, "Pasal 28 UU No. 39 Tahun 2004, tidak menegaskan kementrian mana yang berwenang untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum atas akibat hukum yang timbul dari hubungan kerjanya dengan PPTKIS, sedangkan 2 (dua) kementrian tersebut sama-sama mengatur mengenai tata cara Perizinan, penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Sedangkan, Pasal 26 ayat 2 huruf (f), meskipun dalam normanya mengatur kewajiban penggunanan KTKLN bagi setiap pelaut (ABK), namun terdapat juga persyaratan penempatan pelaut yang bekerja di sektor perikanan pada kementrian lain yang tidak mensyaratkan kepemilikan KTKLN".

Lanjut Haryanto, "Hal yang demikian berpengaruh dengan jaminan perlindungan pelaut, serta telah mensumirkan tanggung jawab Negara cq. Pemerintah. Sehingga, dengan sendirinya ketentuan Pasal 28 dan pasal 26 ayat 2 huruf (f) UU No. 39 Tahun 2004 telah bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 dan patut dinyatakan tidak mengikat secara hukum, sepanjang tidak dimaknai “yang dimaksud dengan menteri adalah menteri yang bertanggungjawab dibidang ketenagkerjaan” untuk mengupayakan pemenuhan hak-hak pelaut.

Petitum :Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, maka Pemohon dalam petitum, meminta agar Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 28 dengan penjelasan dan UU 26 ayat 2 huruf (f) UU No. 39 Tahun 2004 haruslah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, serta memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia  sebagaimana mestinya. Atau; Apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kkn Selengkapnya
Lihat Kkn Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun