Mohon tunggu...
Frozen Shane
Frozen Shane Mohon Tunggu... -

...Hatiku t'lah membeku seiring pengkhianatanmu...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Let's Play

13 Agustus 2012   11:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:51 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerbung

Sudut pandang Dee

Tabi berlalu pergi setelah mengucapkan selamat padaku, lalu tanpa pertanyaan dia meninggalkanku dan Rhey. Bukannya seharusnya ada reaksi lain saat seorang yang straight mendengar pengakuan dari seorang lesbian sepertiku? Bahkan fakta ini pertama kalinya aku pacaran, dan pacarku adalah cewek, juga tidak menimbulkan reaksi bagi seorang Tabi. Posisi ku adalah sebagai sahabatnya, tapi kenapa sepertinya buat Tabi hal ini sesuatu yang biasa saja?? Atau jangan-jangan dia memang sudah menyadari keanehanku dari dulu? Aargh… lagi-lagi dia juga yang membuatku frustasi. Tabi kadang terlalu tenang dalam menghadapi sesuatu, baginya ini bukan masalah, tapi bagiku yang merasa tidak dipedulikan, ini masalah, masalah besar.

Mungkin aku sendiri yang terlalu berlebihan, mengharapkan Tabi bereaksi syok, kecewa atau marah-marah.  Tidak tahan menahan unek-unek sendiri, ku ungkapkan semuanya pada Rhey.

“Sebenarnya reaksi seperti apa yang kau harapkan?” Rhey justru berkomentar seperti itu, membuatku bingung. “Iya apa yang aku harapkan ya?”

“Kau ingin dia kaget? Cemburu atau marah? Kau kan bukan pacarnya? Jadi dia tidak mungkin bereaksi seperti itu Sayaaaang”

”Kita bertemu satu minggu kemarin, dan detik ini status kita sudah menjadi pacar, apa itu juga bukan sesuatu yang aneh baginya?

Rhey tersenyum, senyuman khas playboy – ralat khas playgirl – yang dari awal sudah membuatku terpesona.

” Apa menurutmu itu aneh?”

Dia justru balik bertanya padaku. Ya sebenarnya aku juga merasa aneh. Tapi perasaan in membutakan aku, yang ku inginkan saat ini adalah Rhey menjadi milikku. Entah untuk selamanya ataupun sementara. Hatiku berbisik ini sejenis percobaan kecil, bermain dengan harimau yang sudah terbiasa menapaki hutan belantara. Bahkan walau akhirnya aku tahu Rhey Cuma mempermainkanku, sepertinya aku tidak akan sakit hati, aku sudah cukup senang karena Rhey akan menunjukkan bagaimana bermain dalam sisi gelap duniaku yang tidak terlihat oleh orang lain.

”Aku hanya merasa di abaikan”

Ku tutup tema pembicaraan yang aku buat sendiri dengan mengajak Rhey pergi dari kampus, aku tidak berniat mengambil kelas Bahasa siang ini. Sebenarnya aku hanya tidak ingin Rhey mengendus bau-bau lain, yang mungkin sebenarnya berasal dariku, aku takut dari kejadian ini, Rhey justru mengira aku benar-benar mengharapkan Tabi. ”Tidak, aku tidak mungkin menyukainya” gumamku.

Aku memasuki mobil Rhey dan sekilas ku lihat Tabi juga memasuki sebuah mobil BMW merah. Tiba-tiba aku penasaran, kerjaan seperti apa yang membuat Tabi meninggalkan bangku kuliahnya.

-to be continue-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun