Ayah saya pun semakin percaya diri sebab beliau telah berjuang untuk salah satu putrinya yang sebentar lagi akan menyelesaikan pendidikan dari Perguruan Tinggi.Â
Maklum, waktu itu di kampung kami masih jarang anak yang lulusan sarjana. Apalagi anak-anak petani. Hanyak anak-anak PNS saya yang masih sanggup menyekolahkan anak sampai Perguruan Tinggi.Â
Diakhir-akhir perkuliahan saya. Ayah saya mengidap penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Saya memberikan banyak waktu saya bersama ibu saya untuk merawat Ayah di hari-hari terakhirnya. Pada waktu yang Tuhan izinkan, setelah sekitar 6 bulan sakit, ayah saya meninggalkan untuk selamanya. Bukan hanya menangis. Nyaris putus asa.Â
Serasa tak punya tujuan hidup lagi. Bertahun-tahun saya belum pulih akan kehilangan ayah saya. Setiap melihat seseorang yang memiliki perawakan yang hampir saya dengan ayah saya, saya merasa itu adalah saya.
Saya selalu berdoa kepada Tuhan agar Tuhan memberikan pekerjaan yang terbaik kepada saya supaya saya bisa membahagiakan istrinya tercinta yang beliau tinggalkan yaitu ibu saya yang tercinta. Dan hari ini Tuhan mendengar doa kami semua.Â
Semoga ayah saya tersenyum melihat saya, ibu, dan semua saudaraku dan bahkan semua cucu-cucunya. Ayah yang luar biasa. Ibu yang luar biasa. Salam Hangat! Salam Kompasianer!