Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia terutama dalam melakukan berbagai kegiatan. Sehat sendiri merupakan suatu keinginan setiap manusia akan tetapi tidak ada manusia yang tidak mengalami sakit dan setiap manusia pasti akan merasakan sakit di tubuhnya sendiri. Untuk mengobati rasa sakit yang diderita oleh tubuhnya perlu melakukan pengobatan yang dibantu oleh tenaga kesehatan untuk mendapatkan pertolongan medis. Tenaga kesehatan adalah komponen paling utama dalam memberi pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Tenaga kesehatan terdiri dari berbagai macam, salah satunya bidan. Bidan merupakan salah satu dari tenaga medis yang memberikan pelayanan kesehatan melalui pelayanan kebidanan. Bidan memiliki izin berdasarkan kualifikasinya, artinya bidan memiliki izin untuk memberikan pelayanan kesehatan reproduksi ibu, anak dan perempuan serta pelayanan KB. Tugas pelayanan dalam kebidanan harus dilandasi dengan pelayanan yang tanggung jawab dan akuntabel sehingga bidan melakukan praktik kebidanan sesuai dengan kualifikasi dan kewenangannya. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan menyatakan bahwa tenaga kesehatan wajib merujuk pasien ke tenaga kesehatan lain atau fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu jika kondisi pasien diluar kewenangan dan kompetensinya.
Bidan harus memberikan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan komplementer, fokus pada pencegahan kapanpun, dimanapun dan untuk siapapun mereka membutuhkan pelayanannya. Tujuan dari layanan ini adalah untuk mempromosikan kualitas profesional, etika dan etika yang dihargai oleh profesional dan kepercayaan masyarakat. Bidan juga harus berkomitmen terhadap persalinan yang aman dan memastikan bahwa semua penolong persalinan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan alat untuk memberikan persalinan yang aman dan bersih.
Namun, kasus pemberian suntikan oksitosin pada ibu bersalin normal di BPS yang mengakibatkan pendarahanterbukti bahwa bidan telah melakukan pelanggaran dan kelalaian dengan memberikan suntikan oksitosin pada ibu bersalin normal sebelum bayi lahir yang mengakibatkan pendarahan postpartum. Pemberian oksitosin pada ibu bersalin sebelum bayi lahir merupakan prosedur yang rutin dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang lengkap di negara berkembang, tetapi prosedur tersebut banyak disalah gunakan dan dilakukan oleh bidan diluar batas wewenangnya. Perlu diketahui, resiko pemberian oksitosin selama persalinan untuk memperkuat kontraksi mengakibatkan terjadinya robekan rahim yang menyebabkan pendarahan yang mengakibatkan kematian.
Kewenangan bidan dalam pemberian suntikan oksitosin pada ibu bersalin normal di BPS dihubungkan dengan kompetensi bidan. Dasar kewenangan bidan sangat tegas dan kuat karena telah diatur oleh Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 23, dan untuk pelaksanaan teknisnya telah didelegasikan melalui pasal 23 ayat (5) undang-undang tersebut kepada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/ Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan. Pemberian suntikan oksitosin pada ibu bersalin normal merupakan kewenangan bidan yang dilakukan setelah bayi lahir.
Sebagai seorang tenaga kesehatan yang langsung memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, seorang bidan harus melakukan tindakan atas dasar kode etik kebidanan yang sesuai dengan nilai-nilai keyakinan filosofi profesi kebidanan dan masyarakat. Oleh karena itu, seorang bidan harus selalu meng-upgrade ilmu-ilmu kesehatan yang berkaitan dengan dunia kebidanan agar menjadi tenaga kesehatan yang berkompeten. Tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi sesuai pendidikan dan pelatihannya mampu bertindak sebagai profesional yang diperoleh melalui pengetahuan, pengalaman, dan pelatihan yang memadai. Kompetensi menunjukkan kemampuan untuk bertindak sebagai profesional, yang diperoleh melalui pengetahuan, pengalaman, serta pelatihan yang memadai sebelum melakukan pekerjaan di bidang profesionalnya. Kompetensi tenaga kesehatan yang paling utama meliputi perawatan berfokus pada pasien, praktik berbasis bukti dan peningkatan kualitas. Tenaga kesehatan harus mematuhi standar kompetensi profesi, prosedur operasional, dan etika yang berlaku untuk memberikan pelayanan yang bermutu dan aman kepada pasien.
Berdasarkan norma susila yang tertulis dalam undang-undang disebutkan bahwa apabila bidan melakukan kesalahan yang mengakibatkan kematian atau kecacatan, maka akan terkena sanksi hukum baik perdata maupun pidana. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No 1464/MenKes/per/X/2010, Pasal 23 ayat (1) menentukan bahwa dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Menteri, Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/ kota dapat memberikan tindakan administratif kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam peraturan ini. Ayat (2) dari pasal tersebut menentukan bahwa tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui teguran lisan, teguran tertulis, pencabutan SIKB/SIPB untuk sementara paling lama 1 tahun; atau pencabutan SIKB/SIPB selamanya. Dari sudut hukum, profesi tenaga kesehatan dapat diminta pertanggungjawaban berdasarkan hukum perdata, hukum pidana maupun hukum administrasi.
Oleh karena itu setiap tenaga kesehatan wajib mematuhi standar yang berlaku dalam profesinya termasuk bidan, selain itu bidan juga harus patuh terhadap Kode Etik Kebidanan. Kode etik Kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang memberikan tuntunan bagi bidan untuk melaksanakan praktek kebidanan baik yang berkaitan dengan kesejahteraan keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H