Mohon tunggu...
Francisca Novita
Francisca Novita Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Pendidikan Akuntansi 2018

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

PISA dan Literasi Indonesia

16 Desember 2018   01:08 Diperbarui: 16 Desember 2018   01:57 18513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak diantara kita yang masih belum paham bahkan sama sekali belum mengerti apa itu PISA. PISA merupakan singkatan dari Programme for International Student Assesment yang digagas oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Program internasional yang diselenggarakan setiap tiga tahun sekali ini bertujuan untuk memonitor literasi membaca, kemampuan matematika, dan kemampuan sains yang diperuntukkan siswa berusia 15 tahun dengan maksud mengevaluasi dan meningkatkan metode pendidikan di suatu negara. PISA dilaksanakan dalam bentuk tes bacaan, matematika, dan sains yang dikerjakan dengan durasi 2 jam. Dalam pelaksanaannya, Indonesia menunjuk anak didik yang akan ikut tes ini secara acak dari berbagai daerah. Untuk memperlihatkan bahwa tingkat literasi baik dalam membaca, matematika, maupun sains sudah baik, maka OECD memiliki standar rata-rata internasional skor 500.

Indonesia pertama kali mengikuti PISA pada tahun 2000. Indonesia berada di urutan ke 38 dari 41 negara yang terlibat dengan rata-rata 377. Pada hasil PISA mengenai literasi membaca, Indonesia mendapat peringkat ke 39 membaca skor 371. Pada tahun kedua diselenggarakannya PISA yaitu 2003 yang diikuti oleh 40 negara, literasi membaca Indonesia mendapat skor 382. Hal ini menunjukkan peningkatan literasi membaca kala itu.

Tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan pada tahun 2003, 2006, 2009, 2012, dan 2015. Jumlah negara yang turut serta pun semakin bertambah. Tahun 2015, negara yang mengikuti PISA ada 72 negara. Dari hasil tes, literasi membaca Indonesia mengalami puncak pada tahun 2009 yaitu dengan skor 402, namun tahun 2012 mengalami penurunan skor menjadi 396 dan tahun 2015 mengalami kenaikan 1 skor menjadi 397.

Indonesia tahun 2015 masih berada pada 10 besar peringkat terbawah yaitu peringkat 62 dari 72 negara dengan rata-rata skor 395. Hal yang menarik adalah dari ketiga aspek literasi yaitu membaca, kemampuan matematika, dan kemampuan sains meningkat dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2012. "Masih rendahnya tingkat literasi kita, terlihat dari skor PISA yang masih di bawah rata-rata negara OECD. Skor PISA kita bahkan kalah dari negara Vietnam. Padahal kalau dilihat dari anggaran pendidikannya, sama-sama 20% dari APBN," terang Wakil Menteri Keuangan Marsadiasmo saat pembukaan Festival Literasi tanggal 4-5 September 2018 dalam rangka menyambut hari aksara pada tanggal 8 September.

Walaupun masih cukup jauh dengan standar skor literasi yaitu 500, namun Indonesia sudah menunjukkan usaha untuk meningkatkan literasi terlebih untuk anak usia 15 tahun. Namun pada kenyataannya tingkat literasi Indonesia masih tergolong rendah disbanding negara lain. Tidak dapat dipungkiri, menurut UNESCO tingkat literasi membaca di Indonesia hanya 0,001%. Hal ini berarti dari 1000 orang, hanya 1 orang dengan minat baca tinggi. Terdapat fakta bahwa tingkat buta huruf di Indonesia kian menurun. Menurut data dari BPS tahun 2018, 97,93% penduduk Indonesia dinyatakan tidak buta huruf dan kurang 2,07% atau sebanyak 3.387.035 jiwa yang masih mengalami buta huruf.

Penyebab Rendahnya Tingkat Literasi Indonesia

Rendahnya tingkat literasi di Indonesia dikarenakan banyak hal. Salah satunya adalah penggunaan teknologi yang kurang bijaksana. Masyarakat Indonesia banyak yang terlena akan kecanggihan teknologi masa kini. Padahal sebenarnya kegiatan membaca juga bisa dilaksanakan melalui gadget dengan adanya teknologi e-book. Dapat dilihat bahwa masyarakat cenderung untuk menikmati hal lain seperti game, sosial media, musik, atau fotografi dibanding dengan membaca. Namun lain halnya yang terjadi di daerah terpencil. Minimnya akses terhadap buku masih menjadi polemik. Tidak adanya akses perpustakaan yang memadahi pun jadi masalahnya.

Kegiatan menonton baik televisi maupun video dari platform lain menjadi primadona dan kegiatan membaca pun mulai terkikis eksistensinya. Berdasar data BPS, waktu yang digunakan untuk menonton televisi adalah 300 menit per hari. Baik dari lingkungan keluarga dan sekolah juga mulai jarang untuk memperkenalkan budaya membaca sejak dini.

Akibat Rendahnya Tingkat Literasi Indonesia

Menurut PISA, literasi akan berdampak pada kemampuan ekonomi di masa yang akan datang. Indonesia masih digolongkan dalam negara yang belum mampu menciptakan kemampuan anak untuk berpikir kritis dan analitis sebagaimana yang seharusnya dilakukan orang dewasa dalam menghadapi tuntutan zaman yang semakin berat. Hal ini tentunya akan berdampak pada kegiatan perekonomian Indonesia di kancah internasional. Jika Indonesia tidak dapat bersaing, maka akan membuat perekonomian Indonesia terpuruk dan dipastikan kesejahteraan warga negara akan menurun.

Solusi Meningkatkan Literasi Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun