Hari Sabtu (24/12) lalu, saya dan Wiku secara tak sengaja memutuskan untuk pergi ke Bogor dan mencoba salah satu kedai teh yang tempo hari sempat ramai diperbincangkan, Kedai Es Teh Jaya Abadi.
Kami yang saat itu sedang berada di daerah Kasablanka, langsung bergerak menuju Stasiun Tebet untuk menuju Bogor menggunakan kereta Commuter Line.
Sekitar pukul 13.00 kami berangkat dari Stasiun Tebet menuju Stasiun Bogor. Perjalanan menggunakan Commuter Line menuju Bogor memakan waktu kurang lebih 1 jam.
Sesampainya di Stasiun Bogor kami langsung menuju pintu keluar dan mencari Kedai Es Teh Jaya Abadi di google maps sebagai penunjuk jalan. Ternyata, letak kedai teh tersebut tak begitu jauh dari dari Stasiun Bogor. Jaraknya hanya sekitar 500 meter dengan waktu tempuh kurang lebih 6 menit jika berjalan kaki.
Dari Stasiun Bogor, kami hanya perlu mengarah ke Jembatan Merah hingga bertemu pertigaan lalu belok kanan. Dari situ hanya perlu mengikuti jalan saja hingga sampai tempat tujuan.
Selama berjalan menuju Kedai Es Teh Jaya Abadi, kami seperti berjalan di daerah yang sudah ada sejak lama sekali. Gedung-gedung pertokoan di kiri-kanan jalan yang kami lewati terlihat sangat vintage. Tua namun tetap memesona. Sayang, pesona gedung-gedung tua itu sedikit terganggu dengan kemacetan di jalan rayanya.
Bogor selain terkenal sebagai Kota Hujan, konon juga terkenal sebagai Kota 1.000 Angkot. Alasannya sederhana, di sana terdapat banyak sekali angkot. Warna angkot-angkot ini pun cukup untuk menyita perhatian khalayak yang ada di sekitar, hijau terang.
Tak hanya beroperasi di jalan-jalan besar, angkot-angkot ini juga menjangkau daerah-daerah dengan jalan yang lebih kecil, masuk ke perkampungan. Maka tak heran bila warga Bogor masih mengandalkan angkot ini untuk bepergian.
Setelah kurang lebih berjalan selama 6 menit, kami sampai di Kedai Es Teh Jaya Abadi. Dari luar, tempat ini terlihat begitu mungil, kecil. Begitu masuk ke dalam, ternyata memang tempatnya mungil, sama sekali tak bisa dibilang besar.
Hanya ada beberapa pasang kursi di teras depan kedai, lalu masuk ke ruang pertama terdapat beberapa pasang kursi lagi dan juga meja untuk memesan minuman teh dan juga bebereapa makanan ringan pendamping. Jika masuk lebih dalam, di belakang masih terdapat beberapa tempat duduk yang cukup untuk menampung sekitar 10-15 orang.
Sesuai namanya, yang menjadi unggulan di kedai ini adalah teh. Ada berbagai macam teh yang disediakan. Untuk menu tehnya sendiri juga cukup variatif walau memang tak begitu banyak pilihannya.
Ada satu menu teh yang cukup menarik perhatian saya ketika pertama kali melihat daftar menu. Teh kampul. Menu teh kampul ini mengingatkan saya masa-masa saat berkuliah di Solo.
Teh kampul sebenarnya adalah teh biasa saja, racikan tehnya tentu menggunakan teh tradisional dari beberapa merek. Yang menjadi pembeda teh kampul ini dengan menu teh lain hanya pada pemberian potongan jeruk yang dimasukkan ke dalam teh.
Jeruk yang digunakan untuk teh kampul ini biasanya adalah jeruk peras. Rasa dari tehnya saja yang manis dan sedikit sepat, ditambah asam segar dari jeruk membuat sensasi rasa manis-asam-segar dalam sekali tegukan.
Kenapa disebut teh kampul, karena potongan jeruk peras yang dimasukkan ke dalam gelas tadi akan mengambang di permukaan. Kampul diambil dari bahasa Jawa kemampul yang berarti melayang, mengapung, atau mengambang.
Menu teh lain yang kami coba adalah teh susu dan green tea milk. Sesuai namanya, teh susu adalah campuran teh dengan susu. Rasanya ya seperti teh susu pada umumnya. Untuk green tea ternyata penyajiannya juga ditambah susu. Meski begitu, rasa green tea-nya masih mendominasi.
Untuk camilannya, kami memesan comro dan tempe mendoan. Comro merupakan makanan tradisional yang berbahan utama oncom. Comro adalah kependekan dari oncom dijero atau oncom yang berada di dalam.
Semua harga minuman dan makanan pendampingnya ini bisa dibilang cukup murah, mengingat kedai ini berada di tengah kota dan bisa mendapat sensasi minum teh tradisional dengan harga murah adalah sesuatu yang rasanya perlu disyukuri.
Dikarenakan harga yang cukup murah itu, kami berdua tak sadar bila telah menghabiskan total 5 gelas teh. Dengan suasana tempat yang otentik dan tidak terganggu oleh suara kendaraan serta klakson, maka momen menikmati teh sembari bercengkerama tidak akan terganggu.
Padahal letak kedai ini cukup dekat dengan jalan raya yang intensitas kendaraan yang begitu tinggi. Namun, ketika masuk ke dalam, suara-suara knalpot dan klakson kendaraan tak lagi terdengar. Ajaib.
Setelah puas menunaikan "ibadah ngeteh" kami pun kembali menuju Stasiun Bogor untuk pulang. Namun, sebelum masuk peron Stasiun Bogor kami memutuskan untuk membeli beberapa jajanan, seperti basreng, telur gulung, dan batagor. Maklum, kami ini memang suka sekali jajan dan makan.
Begitulah kira-kira cerita kami yang secara spontan (uhuy) memutuskan pergi ke Bogor untuk menunaikan "ibadah ngeteh" di Kedai Es Teh Jaya Abadi. Semoga kedai ini akan terus ada dan berdiri kokoh sesuai namanya yang mirip seperti toko bangunan, Jaya Abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H