Mohon tunggu...
Fri Yanti
Fri Yanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pengajar

suka hujan, kopi, sejarah, dan buku

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

28: Kisah Anjing dan Mata Merah

9 Desember 2023   07:00 Diperbarui: 4 Januari 2024   21:52 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Dokumen Pribadi

Judul Buku                 : 28

Penulis                        : Jeong You-Jeong 

Penerjemah               : Lingliana

Penerbit                      : Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit             : 2013 (versi Korea), 2022 (versi Indonesia)

Jumlah Halaman     : 520 halaman 

No. ISBN                     : 9786020663654

Pernah mendengar istilah Iditarod? Itu adalah balap kereta luncur yang ditarik anjing. Tim balap yang kemudian disebut dengan Sicha itu, terdiri dari 12-14 ekor anjing dan seorang Mushers. Tim itu  akan berlari sejauh 1.600 km  dari Anchorage menuju Nome, Alaska. Balap kereta luncur yang melibatkan belasan anjing itu, mendapat kritik pedas dari komunitas perlindungan  hewan.


Dikisahkan dalam novel ini bahwa Jae-Hyeong dan anjing-anjingnya mengikuti Traid Sled Dog Race. Di tengah pertandingan, kelompok anjingnya diserang oleh serigala. Jae-Hyeong terpaksa memutus tali yang menghubungkannya dengan Sicha. Dia jatuh berguling-guling lalu pingsan.

Bertahun-tahun kemudian. Jae-Hyeong kembali ke Korea dan tinggal di Hwayang. Dia menjadi dokter hewan dan sekaligus pemilik Dreamland, pusat penitipan anjing terlantar. Jae-Hyeong mungkin sama sekali tidak menduga akan terjadi tragedi besar di Hwayang. 

Ini adalah novel ketiga Jeong You-Jeong yang saya baca. Dua novel sebelumnya, Seven Years of Darkness dan Good Son, juga bergenre misteri. Penulis  terinspirasi  menulis novel ini dari sebuah tayangan video. Dalam video tersebut, ratusan ekor babi dikubur hidup-hidup. Mereka dimasukkan ke liang dan berlarian dengan ketakutan.

Seperti dalam dua novel sebelumnya,  Penulis menggunakan gaya bahasa hiperbolis. Yang menarik dari novel ini adalah digunakannya tokoh binatang seperti Ringo, Star, dan Cookie. Hal itu membuat pembaca seakan digiring untuk melihat sebuah peristiwa dari sudut pandang seekor anjing.

Selain Jae-Hyeong, juga ada beberapa tokoh lain seperti Ki Joon si ketua tim tanggap darurat, Repoter Yun-Ju, Dong-Hae, dan perawat Su-Jin. Masing-masing tokoh mempunyai peranan penting yang membuat cerita dalam novel ini menarik.

 Ada beberapa isu yang disampaikan penulis dalam novel ini. Pertama, penyiksaan dan pembiakan anjing. Dulunya anjing bernama Ringo adalah anjing peliharaan. Setelah besar, Ringo  lebih mirip serigala. Hal itu  sangat menakutkan bagi majikannya sehingga Ringo pun dijual dan dijadikan anjing pertarung. 

 Ada pula anjing bernama Cookie yang diselamatkan Jae-Hyeong dari para pemuda gila yang menyiksanya. Rupanya Cookie sering dijadikan sasaran kemarahan dari anak majikannya yang dulu. Lalu ada anjing bernama Star yang takut ketika bertemu dengan manusia. Selain penyiksaan,  ada pula hal-hal mengerikan tentang pembiakan anjing.

 Kau belum pernah melihat anjing pembiak? Anjing-anjing yang hanya bertugas melahirkan anak-anak anjing dan akan dibuang setelah sekarat. Ini adalah gudang pembiakan anjing. Sebagian besar anjing yang dijual di toko hewan peliharaan berasal dari gudang-gudang seperti ini.  (hal 75)

Kedua, pola asuh orang tua yang diskriminatif. Tokoh Dong-Hae sedari kecil selalu menerima perlakuan buruk dari orang tuanya.  Dong-Hae dianggap tidak memenuhi harapan orang tuanya karena tidak bisa menjadi mahasiswa kedokteran seperti kakak laki-lakinya dan tidak bisa belajar di Perancis seperti adik perempuannya.  Dong- Hae berusaha mendapatkan perhatian dari orang tuanya, namun mereka tidak pernah menganggap eksistensi dirinya di rumah.

 Tuhan tahu betapa keras Dong Hae berusaha membuktikan keberadaan 9dirinya ketika masih kecil. Walaupun terus menerus diabaikan, ia tidak pernah berhenti berusaha mendapatkan kasih sayang orang tuanya. (hal 91)

Hal inilah yang menyebabkan Dong-Hae tumbuh dengan kebencian juga amarah pada orang tuanya terutama pada ayahnya. Sejak itu, Dong Hae membenci anjing karena ayahnya lebih menyayangi anjing-anjingnya ketimbang dirinya. 

Ketika tidak ada orang di rumah, ia akan mengikat anjing itu di sudut gudang dan menendang moncongnya. Pada awalnya, dia hanya menendang sekali dua kali, tetapi perlahan-lahan tendangannya semakin liar. ( hal 92)

Ketiga, wabah mata merah dan anarki. Awalnya, seorang pria paruh baya yang tewas dengan mata merah.Anjing-anjing peliharaanya juga tewas dengan kondisi yang sama.  Paramedis yang menangani pasien paruh baya itu juga mengalami hal yang sama. Mata mereka merah. Semerah darah. Para pasien semakin banyak yang berdatangan ke rumah sakit. Tidak ada yang selamat setelah mengalami gejala. Baik dari manusia maupun anjing. Mata merah telah merenggut nyawa mereka. 

Kapten melanjutkan kata-katanya : "yang lebih menakutkan adalah tidak ada seorang pun tahu penyakit apa itu. Menurut dokter yang bertugas, tidak ada obat yang mempan. Katanya, sehari setelah mata pasien mulai merah, suhu tubuh pasien langsung naik sampai melewati 40 derajat celsius, lalu dua atau tiga hari kemudian, si pasien akan mengalami pendarahan di paru-paru.  (Hal 155)

Dalam waktu kurang tiga bulan, mata merah mewabah. Banyak warga yang meninggal. Hwayang pun dilockdown. Hal pertama yang membuat saya miris sekaligus ngeri adalah pembantaian yang dilakukan pada para anjing. Pemerintah menduga wabah ini disebabkan oleh anjing.

Dreamland milik Jae-Hyeong tak luput dari incaran tentara yang mengadakan 'pembersihan' pada anjing. Mereka menembaki anjing-anjing itu. Seketika Dreamland menjadi ladang pembantaian. Selain ditembak, anjing-anjing lain dikubur hidup-hidup. 

Hal kedua adalah aksi anarkis baik yang dilakukan oleh para tentara maupun oleh warga. Para tentara akan menembak setiap warga yang mencoba untuk ke luar dari Hwayang, sementara warga Hwayang menjarah supermarket, merampok, bahkan saling membunuh. 

Moral yang ingin disampaikan oleh penulis dalam kisah ini adalah setiap makhluk hidup memiliki nilai yang tersendiri.  Tidak ada alasan untuk saling menyakiti hanya karena manusia menempati level atas dari makhluk hidup lainnya. 

Ini juga kisah yang berutang banyak pada hewan-hewan yang tewas mengenaskan akibat keegoisan kita (Jeong-You-Jeong) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun