Mohon tunggu...
Fri Yanti
Fri Yanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pengajar

suka hujan, kopi, sejarah, dan buku

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Review Buku Laut Bercerita

24 September 2023   15:00 Diperbarui: 4 Oktober 2023   22:00 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta, Juni 1998

Keluarga Arya Wibisono, seperti biasam pada hari Minggu sore memasak bersama, menyediakan makanan kesukaan Bitu Laut. Sang ayah akan meletakkan satu piting untuk di bungsu, Asmara Jati. Mereka duduk menanti danmenanti. Tapi Biru Laut tak kunjung muncul. 

Jakarta, 2000 

Asmara Jati, adik Biru Laut, beserta Tim Komisi Orang Hilang yang dipimpin Aswin Pradana mencoba mencari jejak merekayang hilang serta merekam dan mempelajari testimoni mereka yang kembali, Anjani, kekasih Laut, para orangtua, dan istri aktivis yang hilang menuntut kejelasan tentang anggota keluarga mereka. Sementara Biru Laut, dari dasar laut yang sunyi bercerita kepada kita, serta dunia tentang apa yang terjadi pada dirinya dan kawan-kawannya. 

 Matilah engkau mati. Kau akan lahir berkali-kali (Sutardji Calzoum Bachri)

Ketika sampai pada pertengahan buku ini, saya ingin berhenti membaca. Bukan karena kurang menarik-malahan buku ini menjadi topik ulasan teratas para bookstragrammer, pereview dan sampai memenangkan penghargaan SE.A Writer Award 2020- tetapi karena tidak tahan dengan derita yang dialami oleh tokoh utama dan kawan-kawannya.  Buku  ini terdiri dari dua bagian yang menggunakan dua sudut pandang- satu bagian dengan menggunakan sudut pandang sang tokoh utama, Biru Laut dan satu bagian lagi menggunakan sudut pandang Asmara Jati, adik Biru Laut- dengan setting utama, yaitu di Yogyakarta dan Jakarta. Narasi dibuka oleh tokoh Laut yang akan segera mencium bau kematian. Penulis menyampaikannya secara detail mengenai detik-detik saat Laut akan menghadapi kematiannya sendiri.

Kau akan mati. Demikian kata si Mata Merah dengan semburan bau rokok. Tapi kau akan mati pelan-pelan. Mereka semua tertawa keras. Aku mendengar suara kepak sayap serombongan burung. Seolah mereka ingin membesarkan hatiku. (hal 4-5).

Lalu, pada halaman berikutnya, penulis menggiring pembaca untuk melihat tahun-tahun terakhir yang dijalani bersama dengan keluarga serta sahabat. Saya sampai bisa membayangkan bagaimana tokoh 'Aku', yaitu Laut, yang sudah terlepas dari raganya di  dasar laut, melayang  untuk menembus waktu lampau untuk melihat kembali masa yang dia habiskan semasa hidup. 

Biru Laut merupakan seorang mahasiswa jurusan Sastra Inggris. Bersama dengan teman-temannya, yaitu Sunu, Alex,  Daniel, dan seorang senior bernama Kinan,  mereka menyewa semua rumah di Seyegan, Yogyakarta. Rumah yang mereka sewa itu berada di tengah hutan dan kelak akan menjadi sekretariat gerakan mahasiswa bernama Winatra. Di rumah inilah Laut bertemu dengan kekasihnya, Anjani.  Laut digambarkan sebagai sosok yang idealis, humanis, senang membaca,menulis dan juga jago memasak. Ada satu momen ketika Laut memasak untuk aktivis mahasiswa  Winatra dan masakannya itu menjadi favorit semua orang.

Biru Laut menghabiskan masa kecil hingga remajanya di Kota Solo. Dia tumbuh dalam sebuah keluarga yang harmonis dengan Bapak yang perhatian,  Ibu yang lembut dan penyayang, dan seorang  adik perempuan yang meskipun cerewet dan agak manja, tetapi manis dan menyayangi Laut dengan caranya sendiri. Momen yang paling berkesan bagi saya adalah saat dia, adik, dan ibunya jalan-jalan ke pasar untuk berbelanja bahan makanan dan setelah itu, mereka  memasak bersama Bapak di rumah.

Di masa kecil kami, Asmara biasanya hanya sabar selama selama 30 menit pertama dan selebihnya dia pasti sudah merengek meminta ibu menuju warung dawet Bu Sari langganan kami yang luar biasa penuh sesak. Demi mendapatkan dawet hijau dan potongan nangka kuning yang disiram santan segar dengan serta serta gula aren buatan Bu Sari itu, kami tidak keberatan antre panjang. (hal 68).  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun