17-an lagi nih. Semaraknya mulai terasa di mana-dimana. Sepanjang lorong gang rumah penuh dengan bendera-bendera. Â Berkibar-kibar saat angin melambai. Indah sekali.Â
Segala persiapan pun dilakukan. Gapura-gapura dihias lengkap dengan bambu runcing, pernak-pernik merah-putih terlihat  di mana-mana , aneka lomba digelar, serta  para pengibar bendera mulai berlatih untuk upacara nanti. Meriah sekali.
Teringat saat covid-19  melanda. Ada rasa haru saat orang-orang menghentikan  kendaraannya untuk memperingati detik-detik proklamasi kemerdekaan. Lagu Indonesia Raya berkumandang di jalanan. Semua orang menyanyikannya dengan khidmat.
17-an lagi nih.
Berpuluh-puluh tahun lalu, orang-orang di Bumi Pertiwi ini memutuskan untuk menjadi satu bangsa. Satu tanah air. Bahwa penjajahan harus diakhiri. Perjuangan pun digaungkan. Pergerakan pun  dibentuk.Â
Orang-orang di Bumi Pertiwi ini seketika menaruh harapan untuk merdeka saat Belanda pergi. Namun tidak demikian adanya. Belanda berlalu, Jepang pundatang. Bentuk penjajahan yang baru dimulai. Perjuangan tetap ditegakkan.
Ketika Jepang tidak mampu lagi menancapkan kukunya  di negeri ini, orang-orang di Bumi Pertiwi memanfaatkannya untuk segera mengambil langkah. Berdeklarasi untuk menjadi sebuah bangsa dan negara yang merdeka.Â
Ketika baru berdiri pun , negeri ini menghadapi tantangan pertamanya, baik tantangan dalam negeri maupun luar negeri. Dari dalam negeri  Indonesia harus memperbaiki perekonomian sebagai imbas ekploitasi yang dilakukan penjajah. Juga Indonesia harus menghadapi beberapa gerakan separatis.Â
Sementara dari luar, pihak asing ingin menancapkan kukunya lagi di negeri ini. Maka, orang-orang di Bumi Pertiwi ini bekerja keras untuk menghadapinya. Gerakan perlawanan pun digaungkan. Revolusi fisik pun pecah.
Sekarang, Indonesia sudah berusia 78 tahun. Perjuangan belum berakhir dan akan senantiasa berlanjut. Masih banyak tantangan yang dihadapi. Kriminalistas, demoralitas, disintegrasi, juga nasionalisme yang tergerus  oleh  zaman.Â
Rasa cinta terhadap negeri ini kian terkikis. Orang-orang lebih memilih belajar budaya orang lain daripada budaya sendiri. Sangat hafal sejarah negeri orang daripada sejarah negeri sendiri.Â
Sebenarnya, banyak alasan untuk mencintai negeri ini. Alamnya yang kaya, budayanya yang beraneka ragam, makanannya yang enak, dan alasan lainnya. . Tetapi alasan terbesarnya  adalah karena negeri ini adalah tanah air kita. Sejauh apa pun kita melangkah, kita akan selalu kembali ke negeri tempat kita dilahirkan.
Mengapa kita mencintai ibu? Beribu-ribu alasan tidak akan cukup untuk menjawab alasan kita mencintai ibu. Ibu yang senantiasa merawat, membesarkan, dan melindungi. Kadang-kadang cinta memang tidak butuh alasan.Â
Ketika kita jauh dari ibu, kita merindukannya. Ketika kita sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja, maka kita menjadi teringat ibu.  Ibu akan  selalu menjadi alasan untuk kita pulang.
Demikian halnya dengan Indonesia  Bumi Pertiwi laksana seorang ibu, maka memang sudah seharusnya 'anak-anak yang dilahirkannya' mencintainya.
Kiranya momen peringatan HUT kemerdekaan RI  bukan  hanya sekedar seremonial tahunan belaka, melainkan juga sebagai momentum untuk menumbuhkan kembali rasa cinta terhadap negeri.
Dirgahayu Indonesia!
Terus Maju untuk Indonesia Maju.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H