Mohon tunggu...
Fri Yanti
Fri Yanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pengajar

suka hujan, kopi, sejarah, dan buku

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kapan Terakhir Kali Kau Ditolak?

6 Agustus 2023   20:00 Diperbarui: 6 Agustus 2023   20:18 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Maaf, kami tidak bisa meluluskan permintaan ibu untuk diangkat menjadi pegawai tetap!"

Untuk ketiga kalinya aku ditolak. Kupikir aku tidak akan lagi mendengarkan kata-kata itu. Kupikir mereka sudah menilai potensi dan kinerjaku secara objektif, tetapi aku harus kembali mendengar kata-kata yang lebih menyakitkan dari sekedar kata putus dari pacar.

" Kenapa,Bu?" tanyaku yang berusaha menyembunyikan getar dalam nada suaraku.

" Untuk menjadi pegawai tetap harus berusia di bawah tiga puluh tahun, sedangkan ibu sudah berusia di atas tiga puluh."

Dahiku mengernyit. Tiga tahun lalu usiaku masih berada di bawah tiga puluh. Tiga tahun aku menghabiskan masa kerja sebagai pegawai kontrak di tempat ini. Dua tahun merupakan penambahan dari masa kerja kontrak yang semestinya hanya setahun. Selama tiga tahun itu, kenapa mereka tidak menggunakannya untuk merekrutku menjadi pegawai tetap? Dulu mereka bilang, loyalitas dan kinerjaku akan menjadi syarat utama untuk menjadi pegawai tetap. Tetapi sekarang, kenapa mereka malah menyoalkan usia?

" Ya begitulah, Bu," ujar Kepala Bagian kemudian, " Mungkin perusahaan melihat pegawai yang usianya di bawah tiga puluh tahun lebih produktif dan penuh semangat."

Berarti aku tidak produktif dan tidak bersemangat? Omong kosong! Aku sudah berusaha menunjukkan loyalitasku. Aku bangun pagi-pagi sekali, berangkat ketika langit masih gelap, mengerjakan ini dan itu, kadang-kadang mengerjakan tugas yang bukan bagianku, pulang ketika orang-orang sudah terlelap. Kerja kerasku tidak dianggap hanya karena aku semakin menua.

"Maafkan saya! Saya tidak bisa berbuat apa pun. Saya hanya menyampaikan apa yang sudah diamanatkan pimpinan," kata Kepala Bagian itu sembari tersenyum. Senyum palsu padahal dia memiliki andil yang besar untuk memutuskan apakah aku layak naik level atau tidak.

Aku menangis di toilet kantor. Aku merasa aku sudah menyia-siakan waktuku selama tiga tahun ini. Aku menyesal telah membuat keputusan yang memungkinkanku untuk hidup lebih baik lagi dari yang sekarang. Asaku putus di tengah jalan.

                                                                                                                     ***

Dunia yang kita tinggali memang terkadang tidak adil.. Ketika kerja keras dan pengorbananm tidak dihargai setitik pun, maka semua menjadi sia-sia. Anehnya, di sisi lain, ada orang-orang yang mendapatkan bonus tanpa perlu mengangkat ujung jarinya.

Mereka ini jenis orang yang malas bekerja tetapi ingin mendapatkan uang banyak. Di tempat kerja temanku, misalnya, para senior di tempat kerjanya seperti mendapatkan previlege. 

Mereka bebas menyuruh-nyuruh juniornya, bebas terlambat masuk kerja tanpa takut ditegur, bebas bolos kerja, bebas bermain gadget tanpa perlu mengerjakan pekerjaan yang merupakan bagiannnya. 

Mereka ini yang selalu memaki-maki atasan dari belakang, tetapi tersenyum manis saat atasan mendekati mereka. Sementara para junior yang malang menjadi objek pelampiasan atasan karena atasan tidak sanggup lagi memarahi para senior

Aku merenungkan masa tiga tahunku yang berakhir dengan penolakan waktu itu. Kesempatanku semakin sempit karena usia yang bertambah. Jalan di depanku seakan gelap dan tidak berujung. Aku seperti hidup tanpa tujuan.

Tetapi tiba-tiba aku teringat pada Nick Vujicic yang terlahir tanpa tangan dan kaki karena sindrom tetra-amelia yang dideritanya. Ketika melihat foto Nick pertama kali, aku bertanya-tanya bagaimana bisa dia bertahan hidup tanpa tangan dan kaki? 

Bila aku menjadi Nick, maka aku akan meminta ibuku supaya membunuhku saja. Tetapi Nick tidak melakukannya. Meskipun mengalami penolakan dan ejekan karena kondisinya, tetapi Nick memilih bertahan. Dia hidup sampai sekarang dan malah menyemangati orang-orang yang kehilangan harapan.

Ketika kutanya temanku mengapa dia tidak resign saja di tempat kerjanya itu, dia bilang dia akan melakukannya bila dia hidup bagi dirinya sendiri. Ada keluarga yang harus dia perjuangkan sehingga dia memilih untuk bertahan. Nick juga begitu. Nick bertahan karena orang-orang yang menyayanginya.

Bila kurenungkan kembali masa tiga tahunku yang kuanggap penuh kesia-siaan itu, sebenarnya tidak ada yang sia-sia. Ketika kau dihadapkan pada satu bagian kehidupan, pasti ada hal-hal baik yang bisa kau pelajari dari sana. 

Masa tiga tahunku memang berat, tetapi setidaknya aku bisa belajar hal-hal baru, menyadari arti pertemanan, dan lebih menghargai jerih payah. Sebenarnya tidak ada yang sia-sia dalam hidup karena hidup memberikanmu akses untuk mempelajari banyak hal. Caramu untuk belajar adalah dengan hidup.

Jadi, mari kita bertahan bersama-sama. Nikmati hidup dengan caramu sendiri dan bersyukurlah dengan orang-orang yang Tuhan tempatkan di sekitarmu untuk membuatmu bertahan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun