Amba Kinanti , dalam novel ini , digambarkan sebagai sosok perempuan yang tidak biasa, keras tapi anggun. Pada matanya terpancar cinta yang luar biasa untuk anaknya dan pada bibirnya ditemukan sosok yang tegas dan penuh rahasia (hal 18).Â
Amba lahir dan tumbuh di Kadipura, kota kecil di Jawa Tengah. Bapaknya adalah seorang guru dan ibunya dulunya adalah seorang pengembang yang memilih untuk mengabdikan diri untuk suami serta anak-anaknya.
Amba memiliki dua orang adik kembar yaitu Ambika dan Ambalika. Nama mereka bertiga terinpirasi dari tokoh-tokoh dalam Kitab Mahabarata. Putri-putri dari Kerajaan Kasi. Â Bapaknya Amba, Sudarminto, memang penyuka kitab-kitab tua seperti Wedhatama dan Serat Centhini.Â
Amba yang memang seorang kutu buku juga ikut membaca kitab-kitab itu. Seiring berjalannya waktu, Amba tumbuh dewasa . Dia memang bukan sekuntum kembang seperti adik-adiknya, namun dia memiliki daya tarik tersendiri.
"Perhatikan dari dekat : bentuk matanya yang kucing, alisnya yang lengkung, bibirnya yang penuh, senyumnya yang biru, hidungnya yang tak tajam tapi manis. Entah kenapa semua membuat oarasnya lebih berkarakter (hal 133)."
Setidaknya ada beberapa hal yang perlu ditiru dari sosok perempuan seperti Amba ini.
Kepatuhan
Amba masih hidup di Zaman ketika perempuan mesti menikah ketika sudah menginjak usia 18 tahun. Kalau tidak, maka perempuan itu akan dianggap tidak laku dan perawan tua.
Amba tidak ingin menikah dini. Dia ingin kuliah, bekerja, serta hidup mandiri. Namun, Amba tak melawan saat orangtuanya menjodohkannya dengan Salwa, pemuda yang dikagumi orangtuanya (hal 137).
Ketegaran
Ketika Amba pergi ke Kediri untuk bekerja sebagai seorang penerjemah Bahasa Inggris, dia bertemu dengan Bhisma, dokter di rumah sakit tempat dia bekerja. Mereka saling jatuh cinta, namun harus terpisah karena peristiwa G 30 S di Yogyakarta. Â Bhisma mendadak hilang dalam kehidupan Amba dan sedang mengandung bayi Bhisma.