Mohon tunggu...
Fri Yanti
Fri Yanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pengajar

suka hujan, kopi, sejarah, dan buku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sinterklas Hitam: Ketika Orang Belanda Diusir dari Indonesia

8 Desember 2022   09:30 Diperbarui: 8 Desember 2022   19:50 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sinterklas di Sekolah Montesorri Malang, Jawa Timur,1935 (Foto & Caption:  nationalgeographic.grid.id)

Setiap tanggal 25 Desember, Umat Kristiani di seluruh dunia merayakan Natal. Memasuki Bulan Desember, nuansa Natal mulai terasa.
Pohon-pohon Natal mulai dihias, lagu-lagu Natal bergema, perayaan-perayaan Natal, jalanan dan tempat-tempat umum sudah dihiasi dekorasi Natal.

Salah satu ikon Natal yaitu Sinterklas menjadi bagian penting dari tradisi Natal. Kaus kaki akan diletakkan di depan pintu rumah dan keesokan paginya kaus kaki tersebut terisi hadiah dari Sinterklas yang datang dengan mengendarai kereta rusa.

Di Eropa, ada banyak sekali tradisi menyambut Natal. Salah satunya adalah Perayaan Sinterklas yang jatuh pada 6 Desember.

Di Belanda, perayaan Sinterklas dirayakan setiap tanggal 5 Desember. Menurut kabar yang beredar, Sinterklas akan datang ke kota-kota di Belanda untuk memberikan hadiah Natal pada anak-anak.

Saat itu, bunyi lonceng gereja akan dibunyikan pertanda Sinterklas sedang dalam perjalanan. Anak-anak akan menunggu sambil bermain dan makan kue.

Tradisi tersebut terus berlanjut bahkan saat Belanda menjajah Indonesia. Perayaan Sinterklas selalu  diselenggarakan dengan meriah dan penuh sukacita di negeri jajahan,  setidaknya hingga 5 Desember 1957 . Saat itu, orang-orang Belanda tidak boleh lagi   menyelenggarakan Perayaan Sinterklas dan harus angkat kaki dari Indonesia.


Meruncingnya Konflik Indonesia Belanda

Konflik Indonesia- Belanda yang menahun dan berlarut-larut mencapai puncaknya ketika KMB (Konferensi Meja Bundar) ditandatangani. Harapannya, KMB bisa menjadi semacam akomodasi bagi pertikaian di antara kedua negara tersebut.

Beberapa hal yang disepakati dalam perjanjian tersebut, yaitu Indonesia berbentuk RIS, status  Irian Barat diselesaikan dalam waktu satu tahun, Indonesia menanggung hutang Belanda,  dan dibentuknya APRIS.

Walaupun perjanjian KMB telah disepakati, namun  bukan berarti masalah Indonesia dengan Belanda lantas berakhir begitu saja.
Pasalnya, masih ada Irian Barat yang status kepemilikannya belum jelas. 

Belanda berpendapat  bahwa Irian Barat bukan merupakan bagian dari Indonesia, sementara Indonesia mengklaim bahwa Irian Barat merupakan bagian dari Indonesia Timur yang termasuk bagian dari RIS.

Itu sebabnya  masalah status Irian Barat ini diselesaikan dalam waktu satu tahun. Selama waktu satu tahun itu,  sudah dilakukan upaya untuk menyelesaikan status Irian Barat ini.

Upayanya adalah dengan melaksanakan perundingan bilateral antara Belanda dan Indonesia dalam bentuk Konferensi .Menteri-Menteri Uni Indonesia- Belanda pada 1950.

Hasilnya, dibentuklah semacam tim gabungan pencari fakta mengenai Irian Barat dan tim khusus itu harus melaporkannya pada pihak Uni Indonesia-Belanda.

Namun tim khusus itu menemui jalan buntu. Terdapat multi tafsir tentang wilayah Irian Barat ini, sehingga boleh dikatakan perundingan liberal tersebut gagal.

Tetapi pihak  Indonesia tidak putus asa. Indonesia berupaya memperjuangkan Irian Barat . Mulai dari upaya diplomasi, ekonomi, hingga militer.

Dalam upaya Diplomasi, Indonesia berupaya mencari dukungan melalui forum internasional, seperti KAA, KTT GNB, hingga PBB. Namun, jalur diplomasi  belum berhasil mengubah status Irian Barat.

Lantas Indonesia berkonfrontasi secara politik  melalui pemutusan Uni-Indonesia Belanda pada Februari 1956, Pembatalan KMB pada 2 Maret 1956, dan membentuk Provinsi Otonomi Irian Barat pada 16 Agustus 1956.

Upaya pembebasan Irian Barat melalui konfrontasi ekonomi, Indonesia lakukan dengan menasionalisasi perusahaan milik Belanda seperti perusahaan penerbangan, maskapai pelayaran, bank, pabrik gula, dan perusahaan gas. Sepanjang tahun 1957, muncul sikap anti-Belanda. Tembok-tembok kota penuh  tulisan pengusiran Belanda  dari bumi Indonesia.

Kemudian muncullah larangan itu. Larangan   untuk mengadakan pesta Sinterklas. Larangan itu disusul dengan pengusiran warga Belanda dan keturunannya dari Indonesia.

Pada 5 Desember 1957, merupakan hari yang kelabu bagi warga Belanda. Mereka yang tadinya bersiap-siap untuk merayakan Perayaan Sinterklas, memilih untuk mengemasi barang-barang  dan segera pergi  dari Indonesia. Itu sebabnya hari itu disebut sebagai Sinterklas Hitam. Saat itu, adalah momen terakhir warga Belanda merayakan pesta Sinterklas.

Konflik Indonesia-Belanda mengenai masalah Irian Barat  masih terus berlanjut sampai kemudian PBB turun tangan dengan menyelenggarakan Perjanjian New York.

Referensi :

Arsip Nasional Indonesia  (2016): Guide Arsip Perjuangan Pembebasan Irian Barat 1949-1969,Direktorat Pengolahan Arsip Nasional:Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun