Belanda berpendapat  bahwa Irian Barat bukan merupakan bagian dari Indonesia, sementara Indonesia mengklaim bahwa Irian Barat merupakan bagian dari Indonesia Timur yang termasuk bagian dari RIS.
Itu sebabnya  masalah status Irian Barat ini diselesaikan dalam waktu satu tahun. Selama waktu satu tahun itu,  sudah dilakukan upaya untuk menyelesaikan status Irian Barat ini.
Upayanya adalah dengan melaksanakan perundingan bilateral antara Belanda dan Indonesia dalam bentuk Konferensi .Menteri-Menteri Uni Indonesia- Belanda pada 1950.
Hasilnya, dibentuklah semacam tim gabungan pencari fakta mengenai Irian Barat dan tim khusus itu harus melaporkannya pada pihak Uni Indonesia-Belanda.
Namun tim khusus itu menemui jalan buntu. Terdapat multi tafsir tentang wilayah Irian Barat ini, sehingga boleh dikatakan perundingan liberal tersebut gagal.
Tetapi pihak  Indonesia tidak putus asa. Indonesia berupaya memperjuangkan Irian Barat . Mulai dari upaya diplomasi, ekonomi, hingga militer.
Dalam upaya Diplomasi, Indonesia berupaya mencari dukungan melalui forum internasional, seperti KAA, KTT GNB, hingga PBB. Namun, jalur diplomasi  belum berhasil mengubah status Irian Barat.
Lantas Indonesia berkonfrontasi secara politik  melalui pemutusan Uni-Indonesia Belanda pada Februari 1956, Pembatalan KMB pada 2 Maret 1956, dan membentuk Provinsi Otonomi Irian Barat pada 16 Agustus 1956.
Upaya pembebasan Irian Barat melalui konfrontasi ekonomi, Indonesia lakukan dengan menasionalisasi perusahaan milik Belanda seperti perusahaan penerbangan, maskapai pelayaran, bank, pabrik gula, dan perusahaan gas. Sepanjang tahun 1957, muncul sikap anti-Belanda. Tembok-tembok kota penuh  tulisan pengusiran Belanda  dari bumi Indonesia.
Kemudian muncullah larangan itu. Larangan  untuk mengadakan pesta Sinterklas. Larangan itu disusul dengan pengusiran warga Belanda dan keturunannya dari Indonesia.
Pada 5 Desember 1957, merupakan hari yang kelabu bagi warga Belanda. Mereka yang tadinya bersiap-siap untuk merayakan Perayaan Sinterklas, memilih untuk mengemasi barang-barang  dan segera pergi  dari Indonesia. Itu sebabnya hari itu disebut sebagai Sinterklas Hitam. Saat itu, adalah momen terakhir warga Belanda merayakan pesta Sinterklas.