Mohon tunggu...
Fri Yanti
Fri Yanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pengajar

suka hujan, kopi, sejarah, dan buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pentingnya Berpikir Sebelum Berbicara

26 November 2022   10:38 Diperbarui: 4 Januari 2023   15:32 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 

Manusia adalah makhluk ajaib karena diciptakan dengan berbagai rupa dan karakter. Ada yang suka berbicara dan ada yang tidak suka berbicara. Ada yang ngomongnya setajam silet. Ada juga yang ngomongnya lemah lembut.

Orang-orang di sekitar saya adalah orang-orang yang suka berbicara. Apa saja diomongin. Mulai dari hal serius sampai  hal-hal remeh.  Mulai dari kebijakan pemerintah hingga ngomongin rumah tangga orang lain.

Mereka juga kalau ngomong suka blak-blakkan satu sama lain. Nyaris berteriak sampai nampak urat-urat lehernya. Pernah suatu ketika Si A tersinggung oleh perkataan Si B yang terkesan  kasar hingga membuat hati Si A terbakar api, padahal Si A kalau ngomong juga nggak kalah kasarnya.

Pertengkaran pun pecah. A dan B nyaris cakar-cakaran kalau tidak dilerai. A dan B yang tadinya teman kompak, akhirnya menjadi renggang hubungannya. Mereka tak lagi kedapatan kepoin urusan orang. Mereka menjadi saling membenci.

Saya jadi teringat pada Penyanyi A yang sedang hangat dibicarakan. Penyanyi itu mengeluarkan pernyataan yang ekstrem. Dalam sebuah acara yang dipandu oleh seorang MC terkenal, sang penyanyi ini diundang sebagai bintang tamu. Kebetulan sang MC merupakan teman baik Si Penyanyi.

Sang MC kemudian menanyakan kabar Si Penyanyi dan si Penyanyi memberikan jawaban yang membuat penonton di studio bahkan MC  sendiri terkaget-kaget.

“Sehat. Masih nungguin kamu cerai.”

Sontak Si MC langsung memberikan klarifikasi :” Ini orang memang suka  bercanda. Orangnya lucu. ”

Si Penyanyi tampak enggan memberikan klarifikasi. Malahan dia menunjukkan ekspresi yang serius. Pernyataan Si Penyanyi tentu saja memberikan berbagai komentar  negatif dari para netizen. Bagaimana bila pernyataan Si Penyanyi memicu perselisihan dalam rumah tangga Sang MC?

Ada lagi yang viral baru-baru ini. Seorang Ibu menghujat Artis B.  Dalam video siaran langsungnya di media sosial, Si Ibu menghina Si Artis B  lantaran Si Artis B  mengkritik soal keputusan Si Artis C yang menarik laporan  KDRT yang dialaminya.

Si Ibu ini penggemar berat-nya  Si Artis C , maka tak heran bila  Si Ibu menghujat habis-habisan Si Artis  B bahkan sampai mengatakan bahwa Si Artis B adalah wanita tak beres.

Artis B  yang tidak terima dihina dan difitnah seperti itu lantas melaporkan Si Ibu pada pihak yang berwajib. Si Ibu menangis saat ditangkap oleh pihak berwajib. Beliau menyesali perkataan tidak sopannya pada Si Artis B .

Mau bagaimana lagi, Nasi sudah menjadi bubur. 

Itulah sebabnya, penting sekali menggunakan pikiran kita sebelum berbicara supaya tidak menyebabkan penyesalan di kemudian hari.

Beberapa alasan lainnya adalah :

Menyangkut keterampilan sosial.

Berbicara merupakan salah satu bentuk keterampilan sosial dalam hal berinteraksi dengan orang lain. Agar dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain, maka komunikasi kita pun mesti baik.

Bagaimana kita bisa menjalani hubungan baik dengan orang lain bila dalam hal berbicara saja pun kita masih belum beres?

Menyangkut Tata Krama

Tata krama adalah seperangkat aturan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Tata Krama menjadi semacam aturan dasar untuk bisa hidup berdampingan dengan orang lain.

Hal-hal dasar seperti cara makan yang baik sampai cara berbicara yang santun seharusnya sudah diajarkan sejak dini. Baik-buruknya karakter seseorang dinilai dari ada atau tidaknya tata krama yang dimiliki.

Menyangkut Perasaan Orang Lain 

Suatu ketika, seorang siswa saya mendatangi saya. Sambil menangis tersedu-sedu, dia mengaku sedang patah hati. Bukan  putus cinta, tetapi karena kata-kata kakaknya sendiri.

“ Kakak saya bilang, saya anak adopsi, Bu!”

Rupanya dia sedang bertengkar dengan kakaknya karena dia mengadu pada orangtuanya kalau sang kakak bolos les. Jadi, ini penyebab dia murung sepanjang pelajaran  saya. Dia yang biasanya hiperaktif di kelas, mendadak diam seribu bahasa.

“ Kamu kan sudah besar. Sudah SMA. Masa kata-kata seperti itu ditanggapi serius?”

“ Awalnya saya pikir juga begitu, Bu. Tetapi makin dipikirkan, kata-kata kakak saya ada benarnya juga, Bu. Buktinya, kakak selalu saja dibela oleh orangtua saya,  sedangkan saya selalu disalahkan.”

Bahkan dalam keluarga sekalipun, kita harus menjaga perasaan orang lain. Hanya karena keluarga atau teman dekat, bukan berati kita bisa sesuka hati. Justru karena dekat, maka kita harus saling menjaga perasaan.

Namun, apabila sudah terlanjur marah dan berbicara kasar, sebaiknya lekas meminta maaf agar hubungan baik rusak hanya karena kata-kata kita.

Saya menulis tulisan ini bukan bermaksud menggurui, namun mengingatkan bahwa sebaiknya kita menjaga lisan. Kata-kata yang kasar dan ceroboh cenderung membangkitkan kemarahan, namun kata-kata yang lembut lebih menenangkan.

Lebih baik mengeluarkan kata-kata yang memotivasi daripada mengeluarkan kata-kata kasar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun