Menyangkut Perasaan Orang Lain
Suatu ketika, seorang siswa saya mendatangi saya. Sambil menangis tersedu-sedu, dia mengaku sedang patah hati. Bukan putus cinta, tetapi karena kata-kata kakaknya sendiri.
“ Kakak saya bilang, saya anak adopsi, Bu!”
Rupanya dia sedang bertengkar dengan kakaknya karena dia mengadu pada orangtuanya kalau sang kakak bolos les. Jadi, ini penyebab dia murung sepanjang pelajaran saya. Dia yang biasanya hiperaktif di kelas, mendadak diam seribu bahasa.
“ Kamu kan sudah besar. Sudah SMA. Masa kata-kata seperti itu ditanggapi serius?”
“ Awalnya saya pikir juga begitu, Bu. Tetapi makin dipikirkan, kata-kata kakak saya ada benarnya juga, Bu. Buktinya, kakak selalu saja dibela oleh orangtua saya, sedangkan saya selalu disalahkan.”
Bahkan dalam keluarga sekalipun, kita harus menjaga perasaan orang lain. Hanya karena keluarga atau teman dekat, bukan berati kita bisa sesuka hati. Justru karena dekat, maka kita harus saling menjaga perasaan.
Namun, apabila sudah terlanjur marah dan berbicara kasar, sebaiknya lekas meminta maaf agar hubungan baik rusak hanya karena kata-kata kita.
Saya menulis tulisan ini bukan bermaksud menggurui, namun mengingatkan bahwa sebaiknya kita menjaga lisan. Kata-kata yang kasar dan ceroboh cenderung membangkitkan kemarahan, namun kata-kata yang lembut lebih menenangkan.
Lebih baik mengeluarkan kata-kata yang memotivasi daripada mengeluarkan kata-kata kasar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H