Mohon tunggu...
Fri Yanti
Fri Yanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pengajar

suka hujan, kopi, sejarah, dan buku

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dilema Tarif Angkutan Kota

1 Oktober 2022   12:26 Diperbarui: 1 Oktober 2022   12:37 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : dnaberita.com

Pada suatu sore yang berawan, seorang ibu dengan suara nyaring berseru, "Pinggir, Bang!" 

Waktu itu, situasi jalanan begitu padat dan amburadul. Semua ingin saling mendahului. Tidak ada yang mau mengalah sehingga mengakibatkan kemacetan panjang. Posisi angkot (angkutan kota) berada di bahu jalan sehingga menyulitkan Si Supir untuk menepikan kendaraannya.

Si ibu pun serba salah. Hendak turun, takut kena serempet sepeda motor yang tiba-tiba menyalip  atau angkutan umum lain yang masih sempatnya ugal-ugalan di tengah kondisi jalanan yang kacau ini. Mana dia bawa anak lagi. 

" Turun di sini ajalah, Bu!" seru Si Supir yang jengkel karena angkot-nya tak kunjung bergerak.

Si Ibu dengan hati-hati turun dari angkot sembari menggendong anaknya yang masih bayi. Dia celingak-celinguk ke kiri dan ke kanan. Berhati-hati mengambil langkah. Si Ibu membayar ongkos yang sudah dia siapkan. Sewaktu dia hendak balik badan, dia diteriaki Si Supir.

" Kurang ongkosnya, Bu!" kata Si Supir dengan suara yang besar melawan bunyi klakson yang bertubi-tubi dari segala arah.

Si Ibu menghadap Si Supir. Anak kecil dalam gendongannya menggeliat gelisah. Terganggu tidurnya akibat huru-hara jalanan. 

" Biasanya lima ribu kok, Bang!" 

" Ongkosnya udah naik, Bu! Ibu nggak tengok berita?"

Si Ibu , dengan raut wajah kusam, merogoh dompetnya lalu mengeluarkan uang seribu rupiah kemudian menyerahkannya pada Si Supir yang setelah menerimanya terlihat ingin mengamuk. 

" Kurang seribu, Bu!"

" Berapa rupanya, Bang?"

"Tujuh ribu! Kurang dua ribu  lagi!" bentak Si Supir.

Si Ibu mulai terlihat jengkel tetapi memilih untuk diam. Dia merogoh kembali isi dompetnya dan mengeluarkan uang logam senilai seribu rupiah. 

"Masih kurang seribu!"jerit Si Supir.

" Tinggal segitu uangku, Bang!"

Tapi Si Supir tetap ngotot. Sepertinya dia tak akan bergerak sebelum Si Ibu membayar kekurangan ongkosnya. Si Supir seolah tidak peduli pada tangis si bayi  dan kejenuhan penumpang lain. Si Ibu yang tidak bisa menahan kemarahannya lagi, menyemprot Si Supir dengan kata-kata makian. Protes pada perubahan mendadak tarif angkutan kota ini. Sudah dadakan, naiknya drastis lagi. Mengapa dia harus membayar ekstra saat perjalanannya memang layak dihargai lima ribu perak?

Si Supir juga tidak mau kalah. Berteriak mengatakan Si Ibu tidak pengertian. Akhirnya, setelah drama panjang itu, seorang penumpang berbaik hati membayarkan kekurangan ongkos Si Ibu. Begitu menerima uang, Si Supir langsung tancap gas tanpa sempat mendengarkan Si Ibu mengucapkan terima kasihnya untuk Si Penumpang yang baik hati.

***

Sejak pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM, angkutan umum terkena imbasnya. Para Supir angkot langsung bertindak cepat. Mereka memasang tarif 6.500 rupiah untuk penumpang umum dan 4000 untuk pelajar setiap satu estafet. Satu estafet berjarak 10 km. Mereka menempelkan potongan berita--  tentang 'kenaikan BBM' dan 'rencana pemerintah kota menaikkan tarif 1.500 untuk transportasi umum' -- di depan pintu angkot masing-masing, seolah tindakan itu menjadi sebuah pembenaran bagi mereka untuk menaikkan ongkos.

Seorang penumpang pernah bertanya tentang ada atau tidaknya Surat Keputusan (SK) dari pihak yang berwenang mengenai perubahan tarif. Si Supir menjawab dengan ketus. Mungkin jengkel karena harus menjawab pertanyaan sama untuk kesekian kali, " Udahlah, Bu! Tanya aja sama orang pusat!"

Beberapa hari kemudian, muncul daftar rute perjalanan beserta tarifnya yang dibubuhi stempel dari organisasi pengangkutan umum dan kemudian dipajang di pintu angkot agar penumpang dapat melihat dengan jelas. 

Tak  masalah meminta ongkos  sesuai dengan harga yang disepakati. Permasalahannya adalah beberapa supir 'nakal' meminta ongkos lebih dari yang seharusnya. Parahnya, ongkos tersebut tidak sesuai dengan pelayanan yang mereka berikan. 

Mereka memperlakukan penumpang seperti karung beras saja. Kebut-kebutanlah, ngerem mendadaklah, ugal-ugalanlah, membunyikan klakson dengan alasan yang tak jelaslah,, melawan arahlah, berkelahi dengan sesama pengguna jalanlah, macamlah. Belum lagi ongkos penumpang yang kurang. Mereka merepet tiada henti. Lha, kalau mereka yang kurang duit untuk mengembalikan kelebihan ongkos? Mereka cengengesan.

" Maaf ya, dek, nggak ada uang seribu!"

Para penumpang hanya bisa diam mendapat perlakukan Si Supir. Mungkin sudah terlalu malas berdebat. 

Urusan kenaikan tarif transportasi umum ini memang sudah sering terjadi. Kalau dulu mereka menunggu keputusan sang empunya peraturan atau berdemontrasi di depan kantor DPRD, kini sepertinya mereka mengambil tindakan sendiri. Pasang tarif dengan harga di luar batas kewajaran.

Semua orang kesulitan karena kenaikan harga BBM ini. Kebutuhan pangan melambung naik, sementara pemasukan tak kunjung  bertambah. Mereka, supir-supir itu, hanya mau dimengerti tanpa mau mengerti kondisi orang lain,seolah bumi ini milik mereka sendiri. Hidup untuk diri sendiri.

Kalaupun harus menaikkan ongkos, lakukan dengan harga sewajarnya, dengan menghitung secara jelas berapa yang harus dikeluarkan penumpang setiap satu estafet. Bukannya malah membuat perhitungan yang terkesan asal-asalan.

***

Ketika saya hendak membayar ongkos, Si Supir meminta seribu lagi. Saya yang sudah terlalu malas berdebat, akhirnya menyanggupi permintaan itu. Setelah itu, saya bertanya-tanya dalam hati. Seandainya pemerintah menurunkan harga BBM hari ini juga, maukah mereka, menurunkan tarif angkutan umum kembali seperti semula? Mereka cepat sekali bergerak begitu pemerintah mengeluarkan kebijakan dan maukah mereka melakukan hal yang sama ?

Entahlah. Gelap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun