Mohon tunggu...
Fri Yanti
Fri Yanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pengajar

suka hujan, kopi, sejarah, dan buku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tugu Nol Kilometer Kota Medan dan Sepenggal Kisah di Baliknya

3 September 2022   09:20 Diperbarui: 3 September 2022   09:27 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tugu nol kilometer Kota Medan sebelum dirobohkan. (Sumber gambar: tstatic.net)

Masyarakat Kota Medan, tak terkecuali bagi yang pernah singgah, pastinya mengenali tugu ini. Tugu ini terletak di depan kantor pos, didominasi oleh warna kuning dan sedikit warna hijau, dan dilabeli logo Bank Sumut. Kini tugu ini sudah dihancurkan untuk dibangun kembali seperti bentuknya semula, yaitu tugu air mancur yang merupakan peninggalan kolonial Belanda. Tugu itu dulunya disebut sebagai tugu air pancur Nienhuys sebagai bentuk penghormatan kepada sang pionir karena telah menjadikan Kota Medan sebagai kota dagang.

 

Tugu Air Mancur Nienhuys (sumber gambar : detik.net.id)
Tugu Air Mancur Nienhuys (sumber gambar : detik.net.id)
                                                                                                                         

PEMBUKAAN PERKEBUNAN DI SUMATERA TIMUR

Sumatera Timur merupakan daerah dataran rendah yang dipenuhi hutan belantara dan berbukit-bukit, membentang dari Pantai Timur Sumatera hingga daerah Labuhan Batu. Sebelum bangsa asing datang ke wilayah ini, terdapat empat Kesultanan Melayu, yaitu Langkat, Asahan, Deli, dan Serdang,

Kesultann Deli berdiri pada 1632 oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan. Pada 1858, setelah bertahun-tahun dikuasai oleh Siak, Deli diserahlan pada Belanda sebagai akibat dari Traktat Siak. Tahun 1861, Deli telah benar-benar terbebas dari kekuasaan Siak, sehingga Belanda mendapat hak eksklusif terhadap seluruh lahan di Deli.

Wilayah Deli dulunya didominasi oleh hutan belantara, namun memiliki tanah yang subur. Kualitas tanah yang baik inilah yang menjadi alasan bagi para pengusaha Eropa untuk menjadikan Deli sebagai destinasi untuk mengembangkan modalnya. Apalagi setelah terbitnya ‘Acte Van Verband’ dari Sultan Mahmud Perkasa Alam pada 22 Agustus 1822, yang membuat Deli tidak hanya bekerja sama dengan  Belanda, tetapi juga Inggris, Belgia, dan Polandia.

Tanaman tembakau menjadi komoditas yang paling diincar oleh para pengusaha itu. Tembakau Deli memang sudah terkenal sedari dulu karena kualitasnya yang baik. Dulunya orang-orang Melayu dan Karo menanami tanaman itu untuk diekspor ke Penang, tetapi mereka masih menggunakan teknik yang masih sederhana dan dikembangkan dalam skala kecil sehingga tidak begitu memberikan untung.

Adalah Jacobus Nienhuys yang membuka peluang bagi perkembangan perkebunan tembakau Deli. Beliau dulunya bekerja di perusahaan dagang tembakau Surabaya. Setelah mendengarkan cerita dari seorang pedagang bernama Sayid Abdullah tentang hasil bumi Deli yang bermutu tinggi, maka diutuslah Nienhuys ke Deli.

Tahun 1863. Beliau beserta beberapa perwakilandari perusahaan tiba di Deli. Nienhuys langsung mendatangi Sultan Deli dan menyampaikan niatnya untuk membuka perkebunan tembakau di Deli setelah melihat peluang besar yang akan dihasilkan dari usaha ini. Sultan Deli pun menyetujui hal itu dan memberikan Nienhuys beberapa bakul tanah.

Awalnya Nienhuys membuka kebun percobaan di Kampung Martubung. Atas bantuan Sultan Serdang, beliau mendapatkan beberapa pekerja dari masyarakat sekitar. Pada perkembangan selanjutnya, Nienhuys mendapatkan pekerja Tionghoa dari Penang.

Tahun 1865, kebun Nienhuysmampu menghasilkan 189 bal tembakau dan laku terjual pada pelelangam di Rotterdam. Setelah berhenti bekerja dari kongsi dagang tempatnya bekerja dulu, Nienhuys mengajak dua orang rekannya, yaotu Jansens dan Clemen untuk membuka perkebunan tembakau di Deli. Nienhuys pun mendapatkan konsesi tanah dari Sultan, apalagi ketika UU Agraria diberlakukan, maka Nienhuys semakin leluasa untuk membuka lahan tanpa perlu memikirkan harga sewa.

Sepanjang tahun 1868  dan 1869, keuntungan yang didapat Nienhuys hampir mencapai 200%. Hal ini membuat Raja Belanda menanamkan modalnya pada usaha perkebunan Nienhuys. Pada 1869, atas restu Sultan Deli, didirikanlah Deli Maatschappij. Gedung bekas perusahaannya menjadi kantor Gubernur Sumatera Utara sekarang.

Usaha perkebunan tembakau yang semakin pesat, membuat Nienhuys membutuhkan banyak pekerja. Oleh sebab itu, didatangkanlah pekerja dari Jawa dan Tiongkok yang kelak akan terikat pada kontrak kerja Koeli Ordonantie.

Dampak Pembukaan Perkebunan Sumatera Timur 

Perkembangan perkebunan tembakau oleh Nienhuys, menyebabkan tanah Deli yangnjadi cikal bakal Kota Medan, tumbuh menjadi Kota Dsgang. Hasil-hasil produksi perkebunan tidak hanya menguntungkan pemerintah Belanda, tetapi juga bagi kesultanan.

Hasil-hasil produksi tersebut kemudian digunakan untuk membangun kota, administrasi, sarana dan prasarana seperti transportasi kereta api dan perkapalan yang digunakan untuk mengkangkut hasil perkebunan.

Dampak lain dari pembukaan perkebunan ini adalah bertambahnya komposisi penduduk  yang saat itu hanya terdiri dari penduduk asli.. Mobilisasi penduduk dari luar Sumatera untuk keperluan tenaga kerja menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk. Hal inilah yang menyebabkan Kota Medan menjadi multi etnik karena kedatangan orang-orang dari Jawa, Tiongkok, dan bahkan India.

Tembakau Deli menjadi sangat  terkenal bahkan dijadikan ikon Kota Medan. Untuk mengenang jasa Nieunhuys dalam mengembangkan Kota Medan sebagai kota perdangan, maka dibangunlah tugu air mancur yang sempat terganti oleh jaman dan nantinya akan dibangun kembali seperti sedia kala.

Referensi 

Said, Mohammad (1990) : “Koeli Kontrak Tempo Doeloe : Dengan Derita dan Kemarahannya, Medan : PT. Harian Waspada

Sinaga, Dian Mariana (2018) : Aktivitas Perdagangan Deli Maatschappij Sumatera Timur Tahun 1870-1930, E-Jurnal Pendidikan Sejarah UNESA, No. 1 Vol. 6

Artikel Pemko Medan (2022) : Harumnya Tembakau Deli, Sejarah Kota Medan, diakses dari https://pemkomedan.go.id/artikel-22246-harumnya-tembakau-deli-sejarah-kota-medan.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun