Di usianya yang hampir menyentuh satu abad, PSSI sudah seharusnya memperbaiki kualitas sepakbola di Indonesia, kinerja selama ini hanyalah basa-basi tanpa melakukan intropeksi, sudah seharusnya sepakbola di negara Indonesia mulai berprestasi (Kristanto, 2020).Â
Hari ini, 19 April 2022, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia akan merayakan hari berdirinya yang ke-92 Tahun. Sebuah usia yang sangat matang untuk mengurus organisasi besar sepak bola di Indonesia. PSSI telah diketuai sebanyak 17 ketua umum mulai dari Ir. Soeratin (pendiri) sampai ketua saat ini yaitu Mochammad Iriawan.
Berdirinya organisasi PSSI pertama kali telah memiliki berbagai macam turnamen, seperti Liga Indonesia, Liga 1, Liga,2, Liga 3, Piala Indonesia dan Liga usia dini lainnya termasuk sepakbola naungan perempuan juga. 92 tahun organisasi sepakbola PSSI dalam keadaan sepi tanpa prestasi. Misalnya, hasil buruk yang disebabkan karena hasil kekalahan tanpa kemenangan satupun yang diperoleh Timnas Garuda dari rangkaian kualifikasi Piala Dunia 2022 (Wijaya, 2020).
Pertanyaan menusuk yang muncul dari pecinta sepak bola Indonesia adalah; mengapa masyarakat pecinta sepak bola masih ragu terhadap kinerja PSSI?. Terdapat permasalahan di PSSI yang membuat kita terheran-heran dan mengerutkan dahi. Mulai dari permasalahan ketua umum yang dipenjara, konflik kepentingan pribadi, perebutan kursi pimpinan, dualisme liga, pembekuann FIFA sampai yang paling parah adanya pengaturan skor dalam sebuah pertandingan. Rentetan masalah ini sangat tidak seimbang dengan prestasi (Risali, n.d.).
Kaya Masalah, Miskin Prestasi
Kondisi sepak bola Indonesia terbangun dari mati suri selama setahun pada tahun 2015- 2016. Mati suri yang dimaksud, keadaan sepakbola nasional akibat sanksi dari FIFA Federasi Sepak Bola Internasional. Kompetisi sepakbola Indonesa baik dalam dan luar negeri tidak berjalan atau diberhentikan oleh FIFA.
Secara garis besar sanksi yang diberikan oleh FIFA kepada PSSI tertuang dalam tiga poin. Pertama, FIFA mencabut keanggotaan PSSI selaku federasi sepak bola Indonesia.Â
Kedua, FIFA melarang timnas maupun klub di Indonesia untuk mengikuti kompetisi internasional dibawah naungan FIFA dan AFC. Ketiga, setiap pengurus dan anggota PSSI tidak bisa mengikuti program pengembangan, kursus, atau Latihan dari FIFA sebelum sanksi yang diberikan dicabut (Imaduddin, 2020). Fenomena sanksi akibat dari kekisruhan yang terjadi di tubuh PSSI diawali dengan hilangnya kreadibilitas Nurdin Halid, selaku ketua umum PSSI terkait kasus korupsi.
Penelitian yang dilakukan oleh I Putu Wintara Wima Putra dan kawan-kawan dari Universitas Udayana menjelaskan Peran FIFA dalam Upaya Penyelesaian Konflik Dualisme PSSI sebagai pembuat keputusan tanpa adanya intervensi dari luar organisasi, memberikan saran atau solusi sesuai dengan norma dan peraturan FIFA untuk menyelesaikan permasalahan perihal mediasi antara PSSI dan KPSI serta mengawasi setiap kongres yang dilaksanakan oleh PSSI (Putra et al., n.d.).Â
Jika di lihat lebih jauh bukan masalah dualisme saja yang terjadi pada PSSI adanya masalah pada Pengaturan Skor jalannya pertandingan atau match fixing pada Liga Indonesia yang masih berlangsung sampai sekarang. Bahkan ada keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam pengungkapan kasus ini. Persepakbolaan Indonesia dicederai dengan aksi "sepakbola gajah" yang melibatkan pemain dan official klub, salah satu kedua tim yang bertanding akan menerima suap dari oknum untuk memenangkan timnya. Tentunya ini berkaitan dengan uang. "Ada uang atau tidak"? Yang jelas siapa yang menerima suap uang tim itu yang akan kalah.Â
Pada 2018 -- 2019, kasus pengaturan skor terungkap di persepakbolaan Indonesia, 15 Orang perusak pelaku sepakbola Indonesia ditangkap dalam rangkaian kasus mafia sepakbola. Penangkapan dilakukan mulai dari wasit, anggota exco PSSI, sampai penyelenggara liga / PLT.Â
PSSI benar-benar belum mampu dan tidak memperhatikan secara mendalam mengenai jalannya liga sepakbola Indonesia, mengapa  mafia sepakbola bisa mengelabuhi dan berjalan sudah lama tanpa ketahuan oleh PSSI? Selama bertahun-tahun sepakbola di negara kita dikhianati dan dikotori oleh orang-orang busuk yang hanya mencari keuntungan sepihak.
Timnas Butuh Prestasi, PSSI Butuh Strategi
"Garuda di dadaku... Garuda kebanggaanku...ku yakin hari ini pasti menang.." Lirik nyanyian yang diciptakan oleh band Netral, lagu ini sering sekali dinyanyikan bagi para pendukung timnas Indonesia untuk membakar semangat pemain di lapangan. Tim Nasional mendapat kabar buruk karena Tim Nasional kita kalah 0 -- 2 dari Malaysia pada Kualifikasi Piala Dunia 2022 menjadi juru kunci tanpa adanya poin satupun.Â
Media menyoroti hasil buruk timnas kita, yang kemudian menjadi bahan perbincangan di kalangan masyarakat khususnya pecinta sepakbola di Indonesia. Mulai dari Organisasi yang menaungi liga professional menjadi sorotan penting dari kekalahan ini. Masyarakat pecinta sepakbola mulai hilang kepercayaan terhadap sepak terjang PSSI sebagai organisasi yang menaungi sepakbola Indonesia secara tidak langsung mempengaruhi pola bermain tim nasional kita.
Lalu, bagaimana dengan olahraga Indonesia lainnya di mata dunia? Beda halnya dengan cabang olahraga bulutangkis Indonesia yang menghasilkan banyak prestasi di berbagai turnamen dunia. Cabang bulutangkis sering memperoleh medali emas kejuaraan olimpiade. Selain cabang bulutangkis masih ada cabang olahraga bridge yang memberikan prestasi medali perunggu pada Asian Games 2018. Cabang-cabang olahraga ini secara penggemar berbanding jauh dengan sepakbola.
Gambar diatas menjelaskan bagaimana masyarakat Indonesia menilai kinerja yang sudah dilakukan oleh PSSI masih belum menjawab kepercayaan terhadap masyarakatnya, Di balik foto yang diunggah oleh akun Instagram PSSI Mochammad Iriawan tersenyum lebar dalam memberi sambutan tanpa melihat prestasi yang sudah ia capai? Ada kah perolehan prestasi selama 92 tahun berdirinya PSSI.Â
Masyarakat berharap besar pada cabang olahraga sepakbola di Indonesia, memiliki basis pendukung yang sangat besar dari olahraga lainnya. Tentunya PSSI harus merapatkan barisan dan berkolaborasi dengan berbagai lapisan seperti; Pengamat sepakbola Indonesia, komunitas supporter dari berbagai Kalangan yang ada dan memberikan program yang menjamin kebutuhan dari pemain Indonesia untuk meningkatkan kualitas permainan sepakbola Indonesia tercinta.
Fenomena-fenomena masalah yang terjadi di PSSI, kita berharap PSSI sudah melakukan evaluasi didalamnya baik dari segi pengurus maupun kualitas pemain dan kinerja wasit tentunya. Langkah strategis perlu diadakannya forum ke semua pihak untuk dapat bersinergi dan satu frekuensi dalam menata sepakbola Indonesia ke jalur yang kaya akan prestasi. Kita tidak boleh kehilangan rasa optimis bahwa sepakbola kita bisa dibina, ditata, dan direncanakan secara baik untuk meraih prestasi maksimal (Nahrawi, 2016).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H