Mohon tunggu...
Fristianty Ltrn
Fristianty Ltrn Mohon Tunggu... Administrasi - NGO

Penulis Pemula

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makanan Halal Sebagai Pemisah Anak Bangsa?

21 November 2017   14:46 Diperbarui: 21 November 2017   14:49 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makanan Halal, Apakah Bisa Sebagai Pemisah Anak Bangsa? Semoga Tidak.

Indonesia adalah Negara dengan multi budaya, bahasa dan suku. Efek dari keragaman ini mengakibatkan multi kepercayaan tentunya. Tidak gampang mempersatukan negara seluas benua eropa ini, sebaliknya betapa gampang memecahnya, karena pada dasarnya memang sudah beragam, sehingga sedikit issu saja dinaikkan sudah cukup mengundang reaksi besar.

Sudah dua bulan berturut turut blogcompetition di platform tercinta ini berbicara tentang makanan halal yang disponsori oleh Departemen Agama, sehingga nuansa platform ini cukup ramai dengan tulisan tulisan tentang produk halal dan mengingatkan umat betapa pentingnya mengkonsumsi makanan halal.

Saya mungkin hanya satu satunya yang merasa tergelitik dengan atmosfir ini, sehingga efek rasa tergelitik itu adalah tulisan sederhana yang ingin menggelitik orang yang barangkali memiliki ide serupa.

Makanan bisa jadi Pemersatu dan Pemisah

Di berbagai daerah di Indonesia, makanan adalah ajang pemersatu, sehingga sering dibuat bazaar makanan sehingga menjadi ajang berkumpul, terkadang pun makanan hanya dicicipi sedikit tapi ngobrolnya lebih lama dan biasanya penyelenggara event pun okay okay saja. Di beberapa suku, makanan menjadi penyampai pesan, pesan yang dipandang cukup enggan disampaikan dengan oral karena akan terlalu vulgar, contohnya; di suku batak, daerah Tapanuli Utara, pada zaman dahulu apabila seorang gadis ingin memberitahu orang tuanya bahwa dia hendak dilamar pria idaman hatinya, maka dia akan kasih kode dengan memasak makanan dengan rasa asin yang ekstrim. Orang tua yang paham akan berespon dengan bertanya "Kapan pihak keluarga laki laki akan datang?" dan itu akan jadi awal diskusi apakah keluarga si perempuan setuju dengan rencana pernikahan tersebut. Jadi sejak lama makanan sering jadi alat komunikasi dan pemersatu.

Nah, bagaimana dengan makanan jadi alat pemisah, bisakah terjadi? Ketika makanan bisa jadi alat pemersatu, saya juga berpikir bahwa makanan juga berpotensi jadi alat pemisah.

Konsep halal adalah konsep yang familiar di negara kita, mengingat mayoritas kita adalah penganut agama Islam. Seperti demikian:  

"Jadi pada intinya makanan halal adalah makanan yang baik yang dibolehkan memakannya menurut ajaran Islam, yaitu sesuai dalam Al-Qur'an dan hadits. Sedangkan pengertian makanan yang baik yaitu segala makanan yang dapat membawa kesehatan bagi tubuh, dapat menimbulkan nafsu makan dan tidak ada larangan dalam Al-Qur'an maupun hadits. Tetapi dalam hal yang lain diperlukan keterangan yang lebih jelas berdasarkan ijma'dan qiyas (ra'yi/ijtihad) terhadap sesuatu nash yang sifatnya umum yang harus digali  oleh ulama agar kemudian tidak menimbulkan hukum yang syub-had (menimbulkan keraguan)".(Sumber)

Apakah gampang atau sederhana penerapannya? Entahlah..rasanya tidak sesederhana itu.

Kasus ini bisa menjadi kasus kecil yang mungkin tidak perlu dibesar besarkan, tapi terjadi di sebahagian masyarakat. Dalam pertukaran makanan antar tetangga, sahabat saya berkata bahwa dia memberi makanan ke tetangganya yang Muslim  diterima degan senang hati oleh sang tetangga, tapi dibuang dibelakang, dan yang disuruh membuang adalah pembantunya, dan hal ini ketahuan karena sesama pembantu itu pun bergosip ria..dan sampailah ketelinganya.. bahwa makanan yang selama ini kelihatan selalu diterima dengan senang hati oleh sang tetangga ternyata dibuang di belakang.

Saya komentari dengan pertanyaan konyol "Kamu kasih makanan haram kali..ya tentu ga diterima", dia hanya menjawab"Gile aja, gua tahu mereka Muslim, tentu gua hormati. Yang gua kasih makanan yang pasti gak ada _____ (teeetttt) nya"..tapi kenapa ditolak dengan halus? Setelah pembantunya memberitahu nasib makanan yang diberikannya, hubungan kedua tetangga tidak bisa normal lagi..ada jarak yang sangat terasa walau ditutupi dengan sopan santun bahasa saling menyapa yang terasa sudah hambar.

Seorang ibu non Muslim membeli roti dari toko untuk diberikan kepada anak nya yang sedang berlatih paduan suara. Karena dia tahu anaknya tidak latihan sendiri maka dia membeli cukup banyak agar bisa dibagi ke teman temannya. Ibu ini sengaja membeli roti yang berbungkus plastik, karena dia tahu teman anak nya sebagian besar Muslim, dia berharap semoga dengan kemasan dan label toko maka roti itu akan dimakan anak anak itu, karena dia tahu mereka itu sudah lelah. Tetiba roti diberikan sebagian besar anak anak itu menolak dengan halus, dengan alasan klise"Maaf bu, sudah kenyang"tapi tidak lama kemudian ada kiriman makanan dari keluarga salah seorang anak yang Muslim, serentak anak anak yang menolak makanan tadi berebut dan makan dengan lahap karena memang mereka sudah kelaparan sejak siang..pemandangan itu membuat si ibu tadi terbengong bengong..menyimpan rotinya kedalam tas dan bawa pulang..

Saya tidak souzon..tapi makanan halal dan konsep makanan halal yang kita turunkan ke anak anak kita apakah juga bermakna "Seseorang yang memakan makanan yang tidak halal, maka seluruh diri dan hidupnya adalah kafir" sehingga makanan apapun yang diberikan, maka tangannya sudah kafir dan makanan itupun sudah tercemar. Tolak dengan halus!.

dokumen pribadi
dokumen pribadi

Sehingga ketika di Johor, Malaysia, kontroversi beberapa waktu lalu bahwa ada laundry halal menjadi sorotan. Apa hubungan pakaian dengan ke halal -an. Tapi kenapa laundry itu hanya membolehkan mesinnya dipakai oleh yang M saja? Alasan mereka adalah kesucian. Pakaian yang dipakai oleh seseorang yang memakan makanan yang tidak halal maka pakaiannya pun pasti kafir. Mereka katakan "Kita tidak mau nanti pakaian kita terkena noda seperti bulu anjing"..Ssst..tahukah saudara, bahwa Prof. Hamka pernah memelihara anjing dan  banyak kaum Muslim di Padang yang memelihara anjing. Mereka pakai untuk berburu.

Kemudian, kita temukan lagi "Salon kecantikan khusus Muslimah". Seorang teman dari kawan nya kerabat dengan sopan ditolak masuk ke dalam sebuah salon kecantikan, karena dia datang tidak berjilbab, tapi tentu ini perlu dipastikan, karena banyak juga wanita muslimah yang tidak berjilbab, akhirnya kalimat rasis pun keluar  dari pegawai"Maaf mbak, apakah mbak Muslim? Karena salon ini khusus untuk Muslimah" ketika dia berkata bahwa dia bukan muslim, maka dengan halus pegawai mengatakan tidak bisa masuk ke salon tersebut. Kembali hati saya tergelitik untuk bertanya"Apa hubungan halal dengan rambut?"apakah gunting dan sisir salon itu menjadi tidak suci ketika menyentuh rambut wanita yang memakan makanan tidak halal? Sehingga kesimpulan souzon saya yang tidak bermaksud souzon pun kembali menggayut "Seseorang yang memakan makanan tidak halal, maka seluruh hidupnya; pakaiannya, sisirnya, seisi rumahnya pun sudah tercemari..sehingga perlu dijauhi".

Malaysia yang nota bene adalah Negara Muslim bereaksi dengan Laundry yang rasis tadi. Sehingga keluar pernyataan  Sang Sultan Johor :

"Saya tidak dapat menerima hal yang tidak masuk akal ini. Ini adalah Johor, milik masyarakat Johor dari seluruh ras dan agama. Ini adalah negara yang maju, modern, dan moderat," ujar pemimpin tersebut kepada media lokalThe Star. "Ini bukanlah negara taliban, dan sebagai pemimpin Islam di Johor, saya menganggap bahwa tindakan ini benar-benar tidak dapat diterima, karena ini besifat ekstremis." (sumber)

Indonesia bukan negara Muslim, walau mayoritasnya adalah Muslim. Memang saya belum pernah sih menemukan kasus pertengkaran hebat sampai kepengadilan karena makanan halal..semua kasus dibungkus dengan tata krama dan kata kata halus..ya..itulah kultur kita..dan semoga memang tidak akan pernah terjadi.  

Rasanya capek berbicara tentang Setya Novanto, terlalu banyak yang  memberi komentar dan sudah cukup hujatan yang tertuju padanya atas kekonyolan nya. Sikapnya sudah cukup menjadi sosok yang mampu memecah belah persatuan NKRI..saya juga gak tau apa nyambungnya SN dengan pembahasan makanan halal ini, tapi pikiran saya hanya tergelitik dengan makanan halal yang justru berpotensi jadi pemisah antara satu anak bangsa dengan yang lain.Kenali makanan halal kita bukan untuk mengenali siapa yang tidak makan makanan ini maka dia kafir..sesederhana itu saja yang ingin saya sampaikan. Damailah Indonesiaku.

Sumber:

http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-makanan-halal-definisi-yang.html

 https://www.matamatapolitik.com/laundry-khusus-muslim-dikritik-sultan-johor-potret-kehidupan-beragama-malaysia/

http://akhmadfikri.blogspot.co.id/2008/01/orang-minang-pelihara-anjing.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun