17 Agustusan adalah momen semua agama bisa berkumpul, sebab bila merayakan Idul Fitri, biasanya tidak terlalu banyak yang berkumpul di KBRI demikian pula merayakan Natal atau tahun baru, hanya sedikit yang merasa terikat untuk datang. Tapi 17 Agustus semua seperti merasakan "Ini momen kita bersama. Apapun agama dan suku nya". Asal sebagai orang Indonesia, itu saja syaratnya dan tidak perlu menunjukkan KTP..semua percaya saja..he..he..
Sebelum berangkat ke Filipin, saya belum pernah duduk bersama dengan orang asli Papua, Flores, Â Pontianak,Bali tapi di KBRI semua yang merasa orang Indonesia akan berkumpul bersama, dengan berbagai warna kulit, ber- aneka warna.
Belum lagi kegiatan Lucu di Acara 17an, seperti  Lomba solo song, Catur, Balap karung, Balap kelereng, Gaplek, atau lomba makan kerupuk, yang penting rame dan meriah..dan of course..makanannya! Makanan yang tidak pernah kita temui di restoran Filipin, baik yang memiliki nama atau hanya sekedar rumah makan, akan kita temui di KBRI saat 17 an, ayo sebut misalnya : lontong sayur, sate padang, nasi kuning, bubur manado, nasi goreng, dan tentu saja Rendang yang sangat dicari orang Minang..belum lagi jajanan kita yang sangat dikangeni seperti : martabak, bakwan sayur, risol, kue lapis, lupis, dan masih banyak lagi..oiya, coklat Silver Queen juga tidak ada di mall nya orang filipin..biasanya hanya akan tersedia hanya di acara 17an...agak mahal sedikit..gak apa deh..kangen sih..
17 Agustus adalah tanggal yang ditunggu tunggu sehingga saya melihat 17 agustus adalah momen yang mempersatukan. Rasa kangen pada kampung halaman seperti tersalurkan di acara ini. Bertemu dengan sesama orang Indonesia dan sama sama mengerti bahasa Indonesia, sangat berharga rasanya.
Sepulang ke negeri tercinta ini, ada cara bergaul saya yang jadi berbeda. Saya jadi lebih menghargai tetangga, walau berbeda agama dan berbeda suku. Saya lebih menghargai sebuah keragaman dan melihatnya seperti tatanan bunga warna warni yang membuat taman lebih indah, tanpa mempersoalkan apa jenis tanamannya.
Mata saya terbuka untuk tidak mempersoalkan keragaman kita dalam berbangsa dan mendorong teman teman juga untuk memiliki pola pikir serupa. Â
Saat kembali ke tanah air, ternyata ada sekelompok mahasiswa dari Papua yang sedang study di Kampus Universitas Andalas, tempat saya berada. Mereka merasa terisolasi, karena jauh dari keluarga dan warna kulit yang kontras berbeda. Mereka mungkin sedikit merasa sungkan dengan masyarakat setempat, sehingga mereka cukup eksklusif bergaul, hanya sesama mereka saja. Saya mengajak teman teman untuk mengunjungi tempat kost mereka, untuk menanamkan bahwa walau beda warna kulit tapi kita adalah sesama warga Indonesia. Dan menyambut 17 an, kemarin kami bersama mahasiswa/i mengadakan gotong royong tanpa dikomando dari pihak RT/RW, tapi dengan kesadaran sendiri, membersihkan parit selokan tetangga walau beda agama, beda suku, dengan sebuah kesadaran bahwa kita adalah satu bangsa dengan keragaman yang patut dibanggakan. Â Bagi saya momen 17an tetap unik dan mempersatukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H