Mohon tunggu...
Fristian Setiawan
Fristian Setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Sapere aude

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Stoikisme: Kunci Ketenangan di Masa Pandemi

7 Februari 2021   19:28 Diperbarui: 9 Februari 2021   19:58 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kehidupan di tengah pandemi seperti sekarang tentu harus kita akui banyak mengubah paradigma manusia yang ada menjadi layaknya para budak. 

Kendati demikian tak jarang juga terdapat beberapa golongan manusia yang sangat sulit untuk dihimbau serta diarahkan oleh Pemerintah kita. Namun yang menjadi permasalahan adalah golongan manusia yang paradigmanya berubah menjadi layaknya paradigma budak yang diakibatkan oleh pandemi. 

Lantas apakah kita dapat menyalahkan keberadaan pandemi yang ada ditengah-tengah kita? Tentu tidak, salah satu ajaran dalam filsafat helenistik yakni stoikisme mengajarkan kita tentang dikotomi kendali/dikotomi kontrol, yang menjelaskan bahwa dalam kehidupan ini ada hal-hal yang dapat kita kendalikan, serta ada juga hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan yang sering disebut sebagai diluar kontrol/diluar kendali manusia.  Jika pandemi tidak dapat kita salahkan, lantas bagaimana stoikisme menyikapi permasalahan seperti ini? 

Pada dasarnya setiap hal yang kita sebut sebagai masalah itu berada diluar kendali kita, satu-satunya hal yang bisa kita kendalikan adalah diri kita sendiri. Bagaimana sudut pandang kita terhadap masalah tersebut, serta bagaimana reaksi kita terhadap hal-hal yang seringkali membuat kita tidak nyaman. 

Contohnya ketika pandemi covid-19 seperti sekarang, banyak manusia berusaha untuk menghindari virus corona dengan segala cara, mulai dari memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, serta hal-hal lainnya yang bersifat mencegah agar virus corona tidak dapat menginfeksi tubuh kita. Padahal dalam sudut pandang stoikisme jelas hal tersebut adalah kesia-siaan belaka. 

Kita tidak dapat mengendalikan virus corona supaya tidak menginfeksi tubuh kita, yang dapat kita kendalikan adalah tubuh kita sendiri supaya apabila memang suatu saat corona atau virus apapun itu namanya menginfeksi kita, tubuh kita memiliki imunitas yang kuat agar setidaknya hanya memunculkan gejala-gejala ringan, tidak seberat manusia-manusia yang tidak dapat menjaga tubuhnya sendiri.

Bayangkan saja, kita tidak tahu virus tersebut ada dimana, kita tidak dapat melihat secara langsung virusnya dengan kasat mata, kita juga tidak dapat mengukur kecepatan saat virus tersebut menyebar di udara bebas dengan kasat mata, namun kita bersikeras serta terlalu optimis bahwa kita dapat mencegah virus tersebut supaya tidak menginfeksi tubuh kita. Sungguh optimisme yang sia-sia. 

Mengapa paradigmanya tidak diubah? Mengapa kita tidak fokus untuk menjaga tubuh kita supaya senantiasa berada dalam kondisi yang baik, agar kelak virus apapun yang menginfeksi tubuh kita tidak membuat kita terkapar lemas seperti manusia-manusia yang malas menjaga tubuhnya?

Cara menjaga tubuh dari infeksi virus dengan cara menjaga tubuh agar selalu kuat menghadapi virus apapun itu kedua hal yang sangat berbeda. Beberapa cara agar kita dapat menjaga imunitas tubuh adalah dengan makan-makanan yang bergizi serta teratur, berolahraga secara teratur, serta istirahat yang cukup. 

Hal-hal itu bila kita lihat lebih dalam merupakan hal-hal yang sifatnya internal, atau ada di dalam kendali kita. Karena tujuan kita bukan supaya kita terhindar dari virus corona, melainkan supaya virus apapun yang akan menginfeksi tubuh kita, tubuh kita akan tetap kuat dan paling hanya memunculkan gejala-gejala ringan saja. Tidak sampai berat bahkan mematikan. 

Lalu pertanyaan selanjutnya bagaimana dengan manusia-manusia yang memiliki komorbid? Serta bagaimana dengan mereka yang sudah menginjak usia senja? Tentu mereka tidak dapat melakukan apa yang anak muda dapat lakukan secara optimal. Diantaranya mereka yang berusia senja akan sulit untuk berolahraga secara teratur layaknya anak-anak muda karena kekuatan tulang yang tidak lagi maksimal. Serta mereka yang berusia senja juga akan kesulitan memakan makanan yang bergizi serta teratur, karena gigi yang tidak lagi kuat mengunyah berbagai macam makanan yang hendak masuk ke dalam tubuh. Lantas bagaimana solusinya? Apakah stoikisme dalam hal ini hanya bermanfaat bagi anak-anak muda? 

Tentu tidak, sekarang mari kita ubah sudut pandang stoikisme ini sebagai sudut pandang dari Pemerintah. Apa yang bisa Pemerintah lakukan berdasarkan stoikisme dalam menyikapi permasalahan tadi? Jawabannya sederhana, sebenarnya anggaran yang dimiliki Pemerintah dapat digunakan untuk mengkarantina golongan-golongan masyarakat yang rentan terkena gejala berat akibat covid-19, daripada anggaran tersebut digunakan untuk hal-hal lain yang tidak terlalu bermanfaat bagi masyarakat. 

Itu juga merupakan salah satu contoh implementasi stoikisme di sisi Pemerintah, karena Pemerintah fokus untuk mengendalikan apa yang bisa dikendalikan yakni menjaga masyarakat-masyarakat yang rentan terkena resiko berat akibat covid-19, bukan justru berusaha mengendalikan angka positif covid-19. 

Jika kita lebih kritis lagi, lantas apa salahnya jika angka positif covid-19 tinggi? Apakah itu merupakan hal yang tabu untuk diketahui publik? Apakah itu merupakan dosa yang harus dihindari segenap umat manusia? Justru bukankah lebih penting mengedukasi bagaimana cara menjaga kesehatan dengan baik, seperti olahraga, senam setiap pagi, jenis-jenis makanan yang murah namun bergizi, dan mengedukasi hal-hal semacam itu daripada sibuk memberikan sanksi serta denda bagi mereka yang melanggar PPKM? 

Sekarang pertanyaan saya apakah sanksi serta denda bagi para pelanggar PPKM dapat serta merta menjadikan masyarakat kita sehat dan bugar? Apakah lebih penting memberitakan narasi angka positif covid-19 setiap hari, atau lebih penting memberitakan narasi bagaimana cara menjaga tubuh agar imunitasnya tetap kuat, agar tidak obesitas, dan lain sebagainya? Saya kira akhir-akhir ini kita sudah sangat meninggalkan jauh apa dan bagaimana cara berpikir tenang khususnya dalam hal ini memahami dikotomi kendali di dalam stoikisme.

Semoga dengan adanya tulisan saya yang masih jauh dari kesempurnaan ini kita bisa sama-sama belajar bahwa tidak semua hal dalam hidup ini bisa kita kendalikan/bisa kita kontrol sesuai kehendak serta rencana-rencana kita. Ada hal-hal yang berada di luar kendali yang seringkali kita tidak menyadarinya sehingga berusaha mengendalikan yang tak terkendali. Mari sama-sama kita sadari hal tersebut dan berpikir lebih tenang mulai dari hari ini. Salam sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun