PayLater, sebagai metode pembayaran yang memungkinkan konsumen untuk membeli barang dan membayarnya di kemudian hari, telah menjadi pilihan populer di kalangan masyarakat. Namun, keberadaan mekanisme ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai potensi pelanggaran syariah, khususnya terkait dengan praktik riba.
Unsur Riba Dalam Pay Later
Definisi Riba: Dilansir dari Kompas.com (Muhammad Idris, 2022), Riba adalah istilah yang berasal dari Bahasa Arab yang berarti kelebihan atau tambahan. Namun dalam konteks syariah Islam, arti riba adalah mengerucut pada kelebihan dari pokok utang. Islam dengan tegas melarang umatnya untuk melakukan transaksi jual-beli dan hutang piutang jika di dalamnya mengandung riba. Larangan tersebut juga tertulis dalam beberapa ayat Al-Quran maupun hadits.Â
Definisi Pay Later: Secara harfiah, pay later dapat diartikan sebagai "membayar nanti". Singkatnya, kamu bisa membeli barang yang diinginkan dengan metode pembayaran cicilan yang tidak jauh berbeda dengan kartu kredit (Safithri, 2022).
Mekanisme Pay Later:
- Penerapan Bunga: jika penyedia layanan Pay Later mengenakan bunga pada jumlah pinjaman, maka ini jelas termasuk dalam kategori riba. Misalnya, jika seseorang meminjam uang untuk membeli barang seharga Rp. 3.000.000 dan harus mengembalikan Rp. 3.500.000, maka selisih Rp. 500.000 tersebut adalah bunga yang haram.
- Biaya Keterlambatan: Penetapan biaya keterlambatan yang tinggi juga dapat dianggap sebagai praktik riba. Misalnya, jika biaya keterlambatan ditetapkan sebesar 5% per bulan dari total tagihan yang belum dibayar, maka ini berpotensi menambah beban finansial pada peminjam dan dapat dikategorikan sebagai riba.
- Unsur Ziyadah: Dalam konteks Pay Later, jika ada tambahan biaya yang disyaratkan di muka oleh penyedia layanan kepada konsumen---yang tidak berhubungan langsung dengan biaya administrasi atau jasa---ini dapat dianggap sebagai riba. Misalnya, jika pengguna dikenakan biaya tambahan untuk menggunakan layanan tanpa adanya transparansi mengenai penggunaan biaya tersebut.
Pendapat Ulama: KH Ma'ruf Khozin, Ketua Fatwa MUI Jatim, menegaskan bahwa Pay Later haram karena mencantumkan bunga dan denda keterlambatan. Ia menjelaskan bahwa nominal yang dibayarkan pengguna lebih besar dari jumlah pinjaman, sehingga melanggar prinsip syariah. Meskipun demikian, ia memberikan pengecualian untuk sistem kredit dengan masa bayar kurang dari satu bulan dan tanpa bunga
Kesimpulan:
Mekanisme PayLater dapat dikategorikan sebagai riba jika terdapat unsur tambahan yang disyaratkan oleh penyedia layanan, seperti bunga atau biaya keterlambatan yang tinggi. Oleh karena itu, penting bagi konsumen untuk memahami syarat dan ketentuan dari layanan PayLater yang mereka gunakan agar tidak terjerat dalam praktik yang bertentangan dengan prinsip syariah. Edukasi tentang perbedaan antara akad qardh dan akad murabahah juga sangat penting untuk mencegah pelanggaran hukum Islam dalam transaksi keuangan.
Penulis: Friskila Ruhama Sumbayak -- Prodi Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta
Referensi