Ragaku segar bugar tapi jiwaku hampir padam...
Dalam ketidakpastian dan penantian akan kematian ini, aku dibawa terbang kembali pada kenangan kenangan indah masa kecilku,
Oh mungkinkah aku terlambat menyadari?
Bahwa yang kuinginkan bukanlah kursi beludru merah dengan karpet emas itu untuk bisa tetap bertahan, lantas berjalan melanjutkan perjalanan tapi aku hanya butuh pelukan hangat mama, kenyamanan yang takkan kudapatkan walau ku cari hingga ke ujung dunia...
Tidak, aku tidak membutuhkan gelimang senyuman dan pujian dari manusia manusia berhati plastik itu, aku hanya merindukan gelak tawa papa yang membahana menertawai kebodohan, kepolosan dan sisi kekanak-kanakan ku, dia menertawai kelemahan ku tapi aku tak menderita dibuatnya sebab aku tetap menjadi diriku...
Tak ada yang memaksaku untuk bermain lakon, sebab aku bebas menjadi diriku seaneh yang ku mau...
Sayangnya aku masih disini, takkan bisa ku menembus mesin waktu. Aku masih disini menjadi orang asing, terus menerus dicekoki kebisingan dunia. Oh begitu banyak manusia bersamaku disini tapi entahlah aku toh tetap merasa sepi, seolah aku bukan bagian dari peradaban ini...
Maka akhirnya ku putuskan untuk membiarkan diri ini menangis sambil tertawa,
Oh biarlah, biarlah semua tau bahwa a
ku memang sudah gila...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H