Mohon tunggu...
frisilia utami
frisilia utami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa universitas negeri Yogyakarta

Hallo, aku Frisilia Utami, seorang gadis biasa yang punya ketertarikan yang besar terhadap dunia tulis menulis. Bagiku menulis adalah cara ku mengekspresikan banyak hal terkait dunia yang begitu luas di dalam pikiranku

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Quarter Life Crisis Part 1: Labirin Kebebasan yang Mengekang Jiwa

15 Juni 2024   07:08 Diperbarui: 15 Juni 2024   07:18 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Labirin kebebasan 

Aku dilanda semacam kebingungan yang dari hari ke hari semakin bertambah derajat akutnya. Setelah berhasil keluar dari sangkar emas dimana sebetulnya aku dapat merasakan kenyamanan, keamanan dan serba kecukupan yang melenakan, kupikir aku akan tiba pada daratan luas dimana "lembah kepuasan" terbentang menjanjikan.

Pada kenyataannya, benar apa yang para bijak bestari sering katakan "Di dunia yang fana ini, manusia akan sulit sekali untuk merasa puas dengan kehidupannya.

Apa boleh dikatakan, yang jumpai saat ini dan disini seperti jauh panggang dari api. Iya, kuakui aku mendapatkan kebebasan yang dulu aku selalu impikan: merantau jauh dari kampung halamanku yang menjenuhkan, bebas mengeksplore setiap sudut dari tempat baru yang dulu hanya ada dalam imajinasiku. Aku memperoleh kebebasan yang lebih banyak layaknya seorang yang dewasa, aku diharuskan untuk mandiri dan bertanggung jawab atas segala tetek benggek kehidupan ku yang baru dikota ini (walau itu berarti aku harus mengandalkan support finansial dari orang tuaku: cukup ironis memang, merasa dewasa namun masih tetap ketergantungan).

Namun dalam kebebasan ini, aku merasa sendirian dan kesepian. Aku kesulitan bergaul dengan remaja-remaja tanggung yang sering dan harus aku temui ditempat kuliah ku. Perbedaan usia yang cukup terpaut jauh menghadirkan kesenjangan. Iya, jelas kita memiliki pola pikir, prilaku dan kebiasaan kebiasaan yang sangat jauh berbeda. Tapi, jika aku boleh jujur. Sebetulnya bukan itu alasan utama yang telah menjadi momok dari setiap kebingungan yang menteror pikiranku saat ini. Ada yang lebih besar dari itu yang telah membawaku masuk kedalam labirin yang seperti tak punya jalan keluar lagi. "Aku kehilangan tujuan dan arah hidupku". Sejujurnya aku tak suka mengakui ini tapi mau bagaimana lagi, semakin aku berusaha denial, semakin kucoba sembunyikan, semakin aku merasa tertekan dan beban psikologis itu tentu menjadi berlipat ganda.

Sejak aku resign dari tempat kerja dan memutuskan hubungan baikku dengan rutinitas kehidupan yang chaotic, busy and occupied sebagai seorang penderita workholic syndrom dan lantas berpindah haluan menjadi seorang mahasiswa "di usia yang tidak lagi muda" dan dengan terpaksa dan berat hati harus bergantung pada orangtuaku secara finansial membuat diri ini selalu merasa begitu bersalah dan berdosa.

Di satu sisi, ini adalah impian yang dulu selalu aku eluh-eluhkan, yang selalu aku idamkan. Namun setelah mimpi itu jadi kenyataan, kudapati di sisi lainnya akau harus membayar mahal untuk sebuah privilege ini. Berat sekali rasanya hati ini harus membiarkan orangtuaku berkorban sebegitu besarnya, bekerja banting tulang diusia senja mereka demi menuntaskan pendidikanku. Apakah aku sungguh pantas menikmati pengorbanan yang menyakitkan ini?. Entahlah, yang jelas aku kini terombang-ambing diantara keegoisan dan rasa bersalahku. Baru kusadari betul konsekuensi dari keputusanku yang sedikit gegabah saat itu. Bagaikan makan buah simalakama, aku tau aku tak mungkin dan tak bisa mundur lagi dari pertandingan ini. Aku sudah terlanjur basah, anak panah sudah terlanjur aku tarik. Tak mungkin aku melarikan diri. Tapi aku juga kesal dan marah pada diriku. Aku merasa tak enak hati sebab semakin aku berusaha untuk tetap tegar dan berjalan maju, semakin banyak pula rintangan menghalangi. Aku berusaha keras dan bertekad tetap mengambil langkah demi langkah kedepan tapi semakin banyak penderitaan yang aku timbulkan bagi orang-orang yang ku sayangi. Ternyata sungguh berat mencoba bertarung dengan nasib.  Dan dititik inilah aku tengah berdiri sekarang. Seperti sebuah lirik lagu , aku tengah berdiri tertegun di dekat lampu merah. Tak tau harus bagaimana. Yang didepan tak pasti sebab tak ada jaminan sementara yang dibelakang telah kau ku lepas. Barangkali aku perlu mawas diri. Sudah terlalu dalam dan jauh aku "mengtuhankan" dunia. Aku telah terlampau tergila-gila akan ambisi pencapaian dunia sebab aku haus dan lapar akan validasi dan pengakuan dari dunia dan isinya.  Sekarang perlu kutanyakan pada hati kecilku, pada jiwaku yang terasa kosong ini. "Apa sebenarnya yang kau cari dan kau kejar di kehidupan yang penuh fatamorgana ini?".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun