Buruh di Indonesia memiliki sejarah panjang yang dimulai sejak masa kolonial Belanda. Peringatan Hari Buruh pertama kali dilakukan pada 1 Mei 1918, sebagai respons terhadap kondisi kerja yang eksploitatif. Serikat Buruh Tang Hwee menjadi pelopor peringatan ini, terinspirasi oleh gerakan buruh di Amerika Serikat pada akhir abad ke-19. Pada masa itu, buruh Indonesia mengalami perlakuan tidak adil dan dieksploitasi di berbagai sektor, memicu berbagai gerakan politik dan organisasi buruh yang berjuang untuk meningkatkan kondisi hidup mereka.
Pada awal abad ke-20, munculnya serikat buruh pertama di Indonesia menandai langkah awal konsolidasi para pekerja. Serikat Pekerja Kereta Api yang didirikan pada tahun 1905 menjadi salah satu contoh awal organisasi buruh yang berjuang untuk hak-hak pekerja. Pada tahun 1921, aksi mogok kerja oleh buruh kereta api berhasil melumpuhkan operasional kereta api, meskipun mereka menghadapi ancaman pemecatan. Namun, peringatan Hari Buruh dilarang pada tahun 1926 akibat represi kolonial.
Setelah kemerdekaan, peringatan Hari Buruh kembali muncul pada 1 Mei 1946 dengan dukungan pemerintah. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948 menetapkan tanggal ini sebagai hari libur bagi buruh. Namun, tantangan tetap ada, buruh sering kali terpaksa melakukan pemogokan untuk menuntut pembayaran upah yang tertunda. Pada tahun 1950-an, tuntutan THR (Tunjangan Hari Raya) juga menjadi sorotan.
Selama Orde Baru, peringatan Hari Buruh kembali dilarang karena dianggap berhubungan dengan paham komunis. Istilah "buruh" bahkan diganti menjadi "karyawan". Namun, meskipun ada pembatasan, gerakan buruh tetap ada dalam bentuk organisasi yang lebih terstruktur.Masa Reformasi dan Kebangkitan Gerakan Buruh
Era Reformasi membawa angin segar bagi gerakan buruh di Indonesia. Peringatan Hari Buruh kembali diperbolehkan dan serikat pekerja tumbuh subur. Pada tahun 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Hari Buruh sebagai libur nasional. Hal ini menunjukkan pengakuan pemerintah terhadap pentingnya hak-hak buruh.
Studi Kasus: Aksi Buruh Jakarta 2024
Salah satu studi kasus terkini adalah aksi buruh yang terjadi di Jakarta pada tahun 2024. Ribuan pekerja dari berbagai sektor melakukan demonstrasi menuntut kenaikan upah minimum dan penghapusan sistem alih daya yang dianggap merugikan mereka. Para buruh mengeluhkan kondisi kerja yang buruk serta perlakuan tidak adil dari perusahaan-perusahaan besar. Aksi ini menunjukkan bahwa meskipun ada kemajuan dalam pengakuan hak-hak buruh, perjuangan mereka tetap relevan dan diperlukan.
Tantangan Modern bagi Buruh
Buruh di Indonesia saat ini masih menghadapi banyak tantangan. Upah minimum sering kali tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar. Banyak pekerja terjebak dalam kontrak kerja jangka pendek tanpa jaminan sosial yang memadai. Perlindungan terhadap buruh migran juga menjadi isu penting, mengingat banyak dari mereka bekerja di luar negeri dengan risiko tinggi.
Perjuangan buruh di Indonesia merupakan bagian integral dari sejarah sosial dan politik negara ini. Dari masa kolonial hingga Reformasi, buruh telah menunjukkan ketahanan dan solidaritas dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Aksi-aksi seperti yang terjadi di Jakarta menunjukkan bahwa meskipun ada kemajuan, perjuangan untuk keadilan sosial dan kesejahteraan masih harus terus dilakukan. Keberadaan serikat pekerja menjadi penting sebagai wadah untuk menyuarakan aspirasi dan memperjuangkan keadilan bagi semua pekerja di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H