Siapa yang tidak meradang jika dituduh bersalah melakukan tindak pidana, apalagi korupsi padahal tidak ada bukti sama sekali. Korupsi adalah kejahatan extra ordinary yang menjadi musuh masyarakat. Tetapi tidak semua orang mau menjadi musuh masyarakat, apalagi jika benar-benar terpanggil bekerja untuk Negara, dan mengabdi selama bertahun-tahun.
Hal itulah yang terjadi pada Jero Wacik, mantan Menteri BudPar dan ESDM masa pemerintahan SBY-JK dan SBY-Boediono. Pengabdian dan pengorbanannya sebagai seorang abdi Negara dihancurkan dengan tuduhan tidak berdasar dan ambisi pimpinan KPK yang menginginkan jabatan yang lebih tinggi.
Jero Wacik dituduh secara terang-terangan oleh pimpinan KPK, Abraham Samad melakukan tindak korupsi sesuai pasal 12 huruf e undang-undang tindak pidana korupsi. Dengan berbekal pengakuan Waryono Karyo (yang diperiksa dalam persidangan kasus Ruby Rudiandini, Kepala SKK migas dan Waryono Karyo, Sekjen Kementerian ESDM dalam kasus yang terpisah) sebagai bukti permulaan, Jero Wacik ditetapkan sebagi tersangka, (sumber). Tetapi hingga memori kasasi dilayangkan ke MA, tidak ada bukti satupun yang dapat menguatkan hal itu. Sungguh luarbiasa keberanian KPK dalam tindakannya memberantas korupsi, bahkan dengan bukti yang tidak cukuppun tetap nekad untuk menuntut.
Buntut dari ditetapkannya JW sebagai tersangka, KPK membongkar dan memanggil saksi-saksi untuk menguatkan tuduhan pelanggaran pasal 12 huruf e tersebut. Bahkan salah seorang saksi dipanggil hampir 40 kali untuk diperiksa untuk dimintai keterangan. Begitu banyak saksi yang dipanggil KPK, yang jumlahnya sampai lebih dari 50 orang menunjukkan betapa sulitnya KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menjerat JW.
Setelah KPK tidak dapat menemukan bukti yang cukup untuk dapat membuktikan JWlah yang memerintahkan penarikan dana kickback. KPK menerbitkan sprindik baru di bulan Februari 2015, untuk pengusutan di kementerian Kebudayaan dan pariwisata tahun 2008-2011. Pengusutan tentang pasal 12 huruf e UU tindak pidana korupsi hilang lenyap tak berbekas.
Dalam pengusutan penggunaan dana DOM di Kemenbudpar, KPK memaksa BPK untuk melakukan audit investigasi, agar dapat ditemukan kesalahan, sekecil apapun. Yang penting JW harus masuk penjara. Sungguh jahat KPK dalam aksi terror kepada JW.
Audit investigasi yang dipimpin oleh Prof Eddy sebanarnya sesuatu yang janggal, karena setiap tahun BPK melakukan audit untuk menilai kinerja setiap kementerian termasuk kemenBudPar, dan hasilnya tidak pernah ada temuan DOM dalam audit tersebut. Dan jika melihat betapa busuknya kinerja BPK termasuk Prof Eddy, yang terlalu takut menentang keinginan pimpinan KPK, sehingga mau melakukan audit tersebut dan dipaksa untuk menemukan kejanggalan yang sebanarnya tidak ada.
Temuan audit investigasi BPK juga didasarkan pada ketentuan peraturan yang salah. Audit investigasi berdasarkan ketentuan PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.06/2006 TENTANGDANA OPERASIONAL MENTERI/PEJABAT SETINGKAT MENTERI Â padahal permenkeu itu telah direvisi dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 268/PMK.05/2014. Hal yang mana ditegaskan dalam kesaksian Wakil Pre4siden Yusuf Kalla dalam persidangan tanggal 14 Januari 2016.
Bagian lain yang dianggap mencari-cari kesalahan itu terasa sangat dipaksakan, karena sebelum keluar hasil audit investigasi, Mensesneg Sudi Silalahi pernah menanyakan langsung kepada BPK tentang audit kemenBudPar yang dijawab oleh Prof Eddy, tidak ada temuan yang perlu dikhawatirkan tentang kinerja di KemenBudPar. Hal yang mengherankan, setelah ada permintaan audit investigasi  oleh KPK, ternyata ada temuan yang menyangkut DOM.
Dalam persidangan akhirnya terbukti, tuduhan tentang pasal 12 huruf e sebagai awal tuduhan tidak pernah terbukti. Pengakuan Waryono Karyo, bahwa dana kickback adalah isntruksi Menteri, tidak pernah didalami, karena dari bukti persidangan jelas penerimaan dana sudah berlangsung sejak tahun 2010 atau awal tahun 2011, sesuai keterangan saksi-saksi lain, Jero Wacik baru menjabat sebagai Menteri ESDM Oktober 2011.
JADI SIAPA MENTERI YANG DIMAKSUD WARYONO KARYO? APAKAH MENTERI YANG DIMAKSUD JW?
Tidak ada kelanjutan dari pengusutan Menteri yang memerintahkan dana kickback dan sidang mengalir menjadi tak tentu arah. Yang jelas ada kesan KPK memaksa dan menargetkan JW untuk jadi pesakitan. KPK akhirnya berusaha mencari-cari kesalahan JW di tempat lain. Penggunaan dana DOM untuk kepentingan pribadi Menteri Jero Wacik akhirnya yang jadi topic hangat dan pintu masuk untuk menjadikannya tahanan. Menteri potong rambut, pijat refleksi, atau membeli karangan bunga ucapan duka cita dianggap sebagai pelanggaran serius karena menggunakan dana DOM.
Bahkan jaksa KPK memelintir tuduhan yang dilakukan Jero Wacik sudah dimulai sejak tahun 2008 di KemenBudPar sampai 2014 di kementerian ESDM. KPK secara licik menggiring opini masyarakat, Jero Wacik memang sudah melakukan korupsi sejak tahun 2008 dengan menggunakan uang Negara untuk potong rambut, pijat refleksi atau beli karangan bunga. KPK berusaha meyakinkan masyarakat dan hakim pengadilan, tetapi tidak mau mengakui bahwa KPK telah salah menetapkan Jero Wacik sebagai tersangka karena melanggar pasal 12 huruf e UU Tipikor. Jika saja KPK mengenal SP3, sudah seharusnya surat itu dikeluarkan ketika tidak ditemukan bukti yang cukup.
Tapi KPK ndableg, kalau meniru istilah Jawa. KPK bahkan tidak malu mengajukan memori banding dan kasasi dengan mengindahlkan semua bukti-bukti persidangan. Pernyataan saksi dan bukti-bukti pengdilan hanya dianggap sinetron. Bahkan Yusuf kalla, Wakil Presiden yang dijabat dalam 2 periode dengan presiden yang berbeda, dianggap artis sekelas Raffi Ahmad. Pernyataannya yang menyebutkan dana DOM adalah diskresi Menteri dan harus mengacu pada Permenkeu yang baru dianggap tidak berguna.
Dalam pertemuan dengan sahabat JW yang mengunjungi di tempat tahanan Cipinang, JW mengatakan jika KPK tetap mendakwa dengan tuduhan ngawur dan berdasarkan bukti-bukti yang tidak sah, JW siap mati melawan ketidak adilan dan untuk menegakkan kebenaran.
Masyarakat kini dihadapkan pada 2 fakta, antara tuduhan KPK dan jaksa KPK dengan hasil siding Tipikor dan keterangan saksi yang menguatkan pernyataan Jero wacik, bahwa dia tidak pernah melakukan pemerasan seperti apa yang dituduhkan pasal 12 huruf e. Juga tidak pernah melakukan nkorusi dana DOM karena sesuai dengan aturan dan penggunaannya. Apalagi Menteri hanya Pengguna anggaran, Yang seharusnya bertanggungjawab adalah Kuasa pengguna anggaran dalam hal ini Sekjen. Kalaupun terjadi kesalahan administrasi dari Sekjen atau KPA, tiudak selayaknya kesalahan administrasi diganjar dengan hukuman penjara.
Tinggal Hakim Mahkamah Agung saja yang dapat meniulai, apakah sudah sepadan jewro Wacik dituntut untuk hal yang tidak dilakukannya. Menyinggung putusan yang biasa diambil oleh Hakim Mahkamah Agung, Artijo Alkostar selalu berdasar pada Sunatulloh, professional dan hati nurani, mudah2an ke tiga unsur itu benar-benar diterapkan dalam memutus perkara kasasi JW. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H