Mohon tunggu...
Frisch Young Monoarfa
Frisch Young Monoarfa Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

Suami, ayah dua anak, pemerhati masalah sosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

KPK Sembrono, Salah Tebang dan Salah Pilih Jebloskan JW (Bagian Dua dari Dua Tulisan)

16 Januari 2016   17:08 Diperbarui: 16 Januari 2016   17:39 870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam bincang-bincang dengan penulis di Rutan Salemba beberapa waktu lalu, Jero Wacik mengatakan, saat dirinya disangka melakukan tindak pidana korupsi oleh KPK, beliau hanya bisa pasrah dan tidak berdaya. Dirinya hanya seorang sipil yang telah purna tugas dengan kepemimpinan presiden yang telah usai pula. Beliau bukan aparat yang memiliki anakbuah dan harta berlimpah yang mampu melakukan perlawanan sepertihalnya tersangka koruptor lain yang mampu mempraperadilankan KPK. Beliau hanya berpegang teguh pada keyakinan, apa yang telah dikerjakannya selama 10 tahun pengabdian di bawah kepemimpinan presiden SBY adalah tindakan yang benar dan tidak menyalahi aturan.

Dalam filosofinya ia menggambarkan pembawa kebenaran selalu jumlahnya sedikit, seperti gambaran Pandawa yang hanya 5 orang melawan kurawa yang jumlahnya mencapai seratus orang. Ia mengirimkan suara kebenaran melalui penulis dan kawan-kawan, pengabdiannya selama sepuluh tahun dengan penganugerahan bintang Mahaputera Adipradana adalah fakta yang tidak terbantahkan bahwa ia telah bekerja keras mengabdi kepada negara. Ia mengatakan Seeing is believing. Orang seperti Abraham Samad yang pernah mengatakan dirinya sebagai penjahat yang suka berfoya-foya, koruptor yang memperkaya diri sendiri adalah orang yang tidak pernah mengenal dirinya sama sekali. Kemudian orang-orang  mempercayai ucapan Abraham Samad seolah-olah mereka mengenal siapa Abraham Samad dan siapa Jero Wacik, padahal kebayakan orang-orang tidak mengenal Abraham Samad sama seperti orang tidak mengenal Jero Wacik.

 Harta Kekayaan Jero Wacik tidak pernah beranjak secara drastis meski menjabat sebagai Menteri selama 10 tahun. “Harta Kekayaan saya tidak berbeda jauh saat saya melaporkan pertama kali tahun 2004 dan 2014 lalu” ujarnya di sidang Tipikor lalu. “Bahkan begitu banyak harta dan kekayaan saya yang saya peroleh sejak tahun 1991 hingga 1998 ketika saya masih bekerja sebagai pegawai swasta dan wirausaha yang tidak ada kaitannya telah diblokir oleh KPK” tambahnya.

Dalam persidangan kamis lalupun  terlihat Jaksa Penuntut Umum yang memaksakan Jero Wacik untuk menghadirkan bukti-bukti seperti bukti pembayaran refleksi atau pangkas rambut yang jelas sudah tidak diingat sejak 7 tahun lalu peristiwa itu terjadi. Kesan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut Jero Wacik wajib mempertanggungjawabkan bukti-bukti bon dan kwitansi sebagai pengguna anggaran DOM, seolah-olah meremehkan tugasnya dan  tanggung jawab utama sebagai seorang Menteri  yang punya kesibukan luar biasa.

Jero Wacik dan segala hasil kerja kerasnya telah membuktikan prestasi dan capaiannya, termasuk di kementerian ESDM. Begitu banyak peluang untuk memperkaya diri sendiri dengan jumlah proyek dan pembangunan di bidang minyak dan gas yang mencapai triliunan rupiah rasanya tidak masuk akal jika Jero Wacik menyelewengkan dana DOM untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain yang nilainya berkisar Rp 10 milyar. Jadi jangan heran ketika dirasakan kejanggalan, mengapa KPK begitu bernafsu menjebloskan Jero Wacik ke penjara???

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun