Mohon tunggu...
FreddyIlhamsyah PA
FreddyIlhamsyah PA Mohon Tunggu... Lainnya - Pensiunan staf humas bidang media PT Pertamina EP Asset I Pangkalan Susu Field era tahun 1999-2009

Mantan wartawan harian Bukit Barisan Medan penugasan di Dept. Pertambangan & Energi, Dept. Hankam, Dept. Perhubungan, Dept. Pekerjaan Umum, Dept. Perindustri era tahun 1980-an dan mantan staf Humas PT Pertamina EP Pangkalansusu era tahun 1999-2009.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jaminan Kesehatan Semesta Hanya Mimpi (?)

26 Juli 2018   13:13 Diperbarui: 26 Juli 2018   13:22 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

"Saat ini peran Pemda sudah sangat baik khususnya dari segi komitmen dalam mendaftarkan warganya menjadi peserta JKN-KIS melalui integrasi program Jamkesda. Kami juga sangat berterimakasih kepada Pemda yang sudah mendorong UHC di daerah masing-masing dan kami harapkan seluruh Pemda dapat melakukan hal serupa, mendukung dan merealisasikan rencana strategis nasional serta amanah UU Nomor 40 tahun 2004," ujar Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan, Andayani Budi Lestari, dalam Public Expose dengan tema "Jaminan Kesehatan Semesta Sudah Di Depan Mata" Selasa, (02/01/2018).

Andayani menambahkan, dukungan dan peran serta Pemda sangatlah strategis dan menentukan dalam mengoptimalkan Program JKN-KIS, setidaknya terdapat 3 peran penting diantaranya memperluas cakupan kepesertaan mendorong Universal Health Coverage (UHC), meningkatkan kualitas pelayanan, dan peningkatan kepatuhan.

Andayani juga menjelaskan bahwa Pemda juga dapat memperoleh manfaat apabila telah mendaftarkan seluruh warganya menjadi peserta JKN-KIS. Salah satunya sesuai dengan prinsip portabilitas peserta JKN-KIS dapat mengakses fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Keluasan akses fasilitas kesehatan ini mengingat sampai dengan 31 Desember 2017 BPJS Kesehatan sudah bekerja sama dengan 21.763 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama/FKTP (Puskesmas, Dokter Praktek Perorangan, Klinik Pratama, RS Kelas D dan Dokter Gigi), dan 2.292 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan/FKRTL (Rumah Sakit dan Klinik Utama) serta 2.937 fasilitas kesehatan penunjang seperti Apotik dan Optik  di seluruh Indonesia.

Dalam kesempatan tersebut, Andayani juga menyampaikan hasil survei dari PT Frontier Consulting Grup, di tahun 2017 angka kepuasan peserta JKN-KIS mencapai 79,5%, sementara indeks kepuasan fasilitas kesehatan yang melayani pasien JKN-KIS secara total 75,7%. Angka tersebut sampai saat ini masih sejalan angka yang ditetapkan pemerintah.

Itu hanya cerita dari hasil survei, buk Andayani, tapi kenyataan di lapangan sangat berbeda. Kenapa ? Meningkatkan kualitas pelayanan mungkin sudah OK, tapi bagaimana kalau obat-obatan tertentu yang tersedia di Puskesmas sering kosong.

Penutup

Apapun cerita mengenai mimpi-mimpi indah tersebut di atas bagi penulis saat ini selaku peserta BPJS Kesehatan Mandiri Tingkat 1 sering dikecewakan karena obat yang penulis butuhkan sudah beberapa bulan terakhir ini kosong, yaitu Amlodipine (obat penetral tekanan darah) termasuk vitamin dan juga selalu gagal ketika akan memeriksa kadar cholesterol penulis di Puskesmas Kelurahan Bukit Jengkol Pangkalan Susu. Cerita mengenai "hilangnya" Amlodipine di Puskesmas itu masih terjadi hingga saat ini (Juli 2018).

Ketika penulis tanyakan kepada pihak terkait di Puskesmas itu, diperoleh jawaban bahwa pihak mereka sudah sering menyampaikan hal tersebut kepada pihak terkait di Stabat, Kabupaten Langkat, tapi sampai saat ini belum terealisasi. Mungkin maksud petugas di Puskesmas itu, kenyataan obat-obatan tertentu tetap saja kosong seperti apa yang penulis alami.

Karena untuk kepentingan menjaga kesehatan diri sendiri (penulis selaku peserta BPJS Kesehatan Mandiri yang tidak terlayani), terpaksa membeli obat Amlodipine dan vitamin yang dibutuhkan di apotik/toko obat setempat termasuk memeriksa kadar cholesterol. Obat Amlodipine 10 mg dibeli seharga Rp10.000,-/strip isi 10 tablet, Atorvastatin Calcium Kaplet Salut Selaput 20 mg senilai Rp30.000,- (obat penurun lipid sintetik) dan cek cholesterol digital dengan biaya Rp25.000,-

Hal itu penulis lakukan karena penulis merasa ada kelainan terhadap cholesterol pada diri penulis, mungkin kadarnya sudah meningkat. Pasalnya pada September 2017, berdasarkan hasil cek laboratorium Poliklinik Pertamina EP Pangkalan Susu, cholesterol penulis tercatat 220 mg/dI, dan betul ketika pada 27 Juni 2018 lalu penulis periksa secara digital di salah satu toko obat di Pangkalan Susu, ternyata ada peningkatan dari 220 mg/dI menjadi 257 mg/dI. Ini fakta yang penulis alami sendiri, selaku peserta BPJS Kesehatan Mandiri Perawatan Kelas I (bukan bantuan pemerintah) yang telah dirugikan atas kosongnya obat yang penulis perlukan.

Akhirnya jadi timbul pertanyaan, siapakah yang "memakan obat" di Puskesmas, pihak Puskesmas kah atau pihak Dinkes, Bupati atau Walikota. Soalnya Presiden pernah menekankan kepada Gubernur untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan kepada Bupati dan Walikota dalam melaksanakan JKN; mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan JKN; memastikan Bupati dan Walikota mengalokasikan anggaran serupa. Walahualam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun