Dikala pagi mentari mulai meninggi. Ku lihat engkau berlari menuju absensi.
Terburu dirimu , tak teratur nafasmu melambai telapak tanganmu, merekahnya senyumanmu, Â berbinarnya jendela nuranimu.Â
Selayang pandang ku melihatmu , berlanjut memperhatikanmu.
Ku tanya siapa nama di lain waktu.Â
Semakin sering berjumpa , semakinku terlarut menginderanya.Â
Ada kala waktu lidah ingin menata kata tentang rasa. Â
Tetapi tak ada kesanggupan , atas bayangan di kemudian harinya.Â
Biarlah rasa terendap dan tak berbunyi.
Asalku tetap bisa memandang,
Rekahan senyumannya dan binar jendela nuraninya.Â
Rizqi Triyanto, 06 Agustus 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H