Mohon tunggu...
Frien JonesTambun
Frien JonesTambun Mohon Tunggu... Pengacara - Pengacara

Pengacara

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Penyelesaian Sengketa Pemilu yang Berkeadilan di Pemilu 2024

16 Februari 2023   10:55 Diperbarui: 16 Februari 2023   11:13 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyelenggaraan pemilihan umum pada Pemilu 2024 dilaksanakan dengan banyak tantangan. Alasannya jadwal pemungutan suara Pemilihan Umum 2024 akan dilaksanakan pada dua sesi dalam tahun yang sama. 

Sesi pertama akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota sementara untuk sesi berikutnya akan dilaksanakan pada  27 November 2024 untuk memilih kepala daerah yiatu gubernur, bupati, dan walikota.

Artinya dengan padatnya jadwal pemilihan tersebut potensi persoalan yang dihadapi penyelenggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait kesiapan pelaksanaan pendaftaran kandidat, verifikasi syarat pencalonan, pemeriksaan kesehatan bakal calon dan penetapan pasangan calon yang disahkan menjadi kontestan Pemilu 2024 menjadi fokus utama penyelenggara pemilu. 

Alasannya selain pelaksanaan yang pasti menyita banyak waktu serta fokus, dinamika yang terjadi dalam proses tahapan awal dimulai dengan hingga penetapan calon, sengketa penetapan calon hingga penetapan menjadi prioritas utama.

Hamdan Zoelfa (2015) menyebutkan pelaksanaan pemilu serentak 2024 harus menyediakan perangkat aturan yang tegas sebagai payung hukum pelaksanaannya, mekansime dan prosedur yang rinci serta sanksi dan penegakan hukum yang baik (aspek normatif), juga secara bersamaan perlu kesiapan dan kesadaran politik yang baik dari masyarakat pemilih. 

Aspek ini menjadi sangat penting dipenuhi agar tujuan pilkada mencapai sasaran yang diidealkan. Selain itu, untuk menjamin terwujudnya Pemilukada yang benar-benar sesuai dengan kaidah demokrasi, pelaksanaannya harus dilakukan dengan sistem yang baik terkait electoral regulation, electoral process, dan electoral law enforcement.

Electoral regulation adalah segala ketentuan atau aturan mengenai Pemilukada yang berlaku, bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi penyelenggara, calon, dan pemilih dalam menunaikan peran dan fungsi masing-masing.

Kemudian, Electoral process adalah seluruh kegiatan yang terkait langsung dengan pelaksanaan pemilukada merujuk pada ketentuan perundang-undangan baik yang bersifat legal maupun bersifat teknikal. Sementara, Electoral law enforcement merupakan penegakan hukum terhadap aturan-aturan pemilukada baik politis, administrasi dan pidana (Zoelfa, 2013).

Adapun Asas putusan pengadilan memiliki kekuatan mengikat bagi semua pihak Menurut Suparto Wijoyo (2005), asas erga omnes adalah: Nalar adanya konsekuensi (karakteristik) ini ialah, sengketa TUN (administrasi) adalah sengketa hukum publik (hukum administrasi). Putusan hakim Peradilan Administrasi merupakan putusan hukum publik (mempunyai karakter hukum publik). Dengan demikian, putusan hakim Peradilan Administrasi berlaku bagi siapa saja, tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa semata (Wijoyo, 2005).

Jimly Asshiddiqie (2009) menekankan pentingnya efektifitas penyelesaian sengketa hasil pilkada juga dianalisis dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pertama, aspek kepentingan hukum (PTUN/M) sebagai sebuah peradilan konstitusi yang memiliki fungsi utama sebagai "the guardian of the Constitution" dengan mekanisme undang-undang. Kedua, aspek kesempatan warga negara dan badan hukum (para pihak dalam sengketa hasil pemilukada) dalam mengakses pengadilan (Asshiddiqie, 2009)

Kesuksesan pelaksanaan Pemilu 2024 tidak hanya diukur dari pelaksanaan pemungutan suara, melainkan juga ditentukan dari bagaimana penyelesaian sengketa yang mengiringinya. 

Dalam kaitan itulah pranata pengadilan yang ada sekarang memiliki keterbatasan dan belum memadai untuk mewujudkan keadilan pemilu (electoral justice). Sengketa pilkada secara etimologis dapat dilihat dari istilah sengketa (dispute), sengketa tersebut merupakan implikasi dari timbulnya permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pilkada, baik sengketa yang timbul pada saat proses penyelenggaraan, maupun sengketa terhadap hasil pilkada.

Secara konseptual agar terwujud pilkada yang sesuai dengan kaidah demokrasi, pelaksanaan dan penegakannya harus dilakukan dengan sistem yang berdasarkan pada prinsip jujur dan adil, sekaligus membuktikan bahwa penyelenggaraan pilkada tidak terdapat pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif. 

Prinsip ini diterapkan sistem yang baik dan integratif, antara lain: (1) tersedianya kerangka hukum materiil maupun formil yang berlaku, bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi penyelenggara, kontestan (pasangan calon), dan pemilih dalam menunaikan peran dan fungsi masing-masing, (2) terselenggaranya seluruh kegiatan atau tahapan yang terkait langsung dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang mendasarkan pada ketentuan perundang-undangan, (3) terintegrasinya proses penegakan hukum (electoral law enforcement) terhadap aturan-aturan pemilihan kepala daerah tersebut sesuai dengan tahapannya pada masing- masing tingkatan, baik yang menyangkut persoalan administratif, pidana, etika, dan juga perselisihan hasil.

Sistem keadilan pemilu merupakan instrumen penting untuk menegakkan hukum dan menjamin sepenuhnya penerapan prinsip demokrasi melalui pelaksanaan pemilu yang bebas, adil, dan jujur. Sistem keadilan pemilu dikembangkan untuk mencegah dan mengidentifikasi ketidakberesan pada pemilu, sekaligus sebagai sarana dan mekanisme untuk membenahi ketidakberesan tersebut dan memberikan sanksi kepada pelaku pelanggaran.

Setiap tindakan, prosedur, atau keputusan menyangkut proses pemilu yang tidak sesuai dengan undang-undang termasuk dalam kategori ketidakberesan. Mengingat bahwa ketidakberesan dalam proses pemilu 2024 dapat menimbulkan sengketa, sistem keadilan pemilu berfungsi untuk mencegah terjadinya ketidakberesan dan menjamin pemilu yang bebas, adil, dan jujur. Oleh karena itu, desain sistem keadilan pemilu yang akurat sangat penting untuk menjamin legitimasi demokrasi dan kredibilitas proses pemilu.

Konsep keadilan dan keterbukaan pemilu 2024 tidak hanya terbatas pada penegakan kerangka hukum, tetapi juga merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam merancang dan menjalankan seluruh proses pemilu. Keadilan pemilu juga merupakan faktor yang memengaruhi perilaku para pemangku kepentingan dalam proses tersebut.

Meskipun demikian, sistem penyelesaian sengketa pada pemilu 2024 perlu mengikuti sejumlah norma dan nilai tertentu agar proses pemilu lebih kredibel dan memiliki legitimasi yang tinggi.

Norma dan nilai ini dapat bersumber dari budaya dan kerangka hukum yang ada di masing-masing negara ataupun dari instrumen hukum internasional. Sistem keadilan pemilu harus dipandang berjalan secara efektif, serta menunjukkan independensi dan imparsialitas untuk mewujudkan keadilan, transparansi, aksesibilitas, serta kesetaraan dan inklusivitas. 

Apabila sistem dipandang tidak kokoh dan tidak berjalan dengan baik, kredibilitasnya akan berkurang dan dapat mengakibatkan para pemilih mempertanyakan partisipasi mereka dalam proses pemilu, atau bahkan menolak hasil akhir pemilu. Dengan demikian, keadilan pemilu yang efektif dan tepat waktu menjadi elemen kunci dalam menjaga kredibilitas proses pemilu. Sistem keadilan pemilu merupakan instrumen penting untuk menegakkan hukum dan menjamin sepenuhnya penerapan prinsip demokrasi melalui pelaksanaan pemilu yang bebas, adil, dan jujur (IDEA, 2010).

Pendekatan Sengketa Pemilu

Sengketa pemilu digunakan secara luas untuk mencakup masalah pemilu yang dianggap bermasalah dan kontrevesi kemudian diajukan untuk penyelesaian kepada otoritas yang berwenang, baik perdata, pidana, administratif atau konstitusional. 

Hal tersebut dianggap terkait dengan pemilu jika melanggar hukum kerangka kerja untuk pemilu atau mempengaruhi hak dan kepentingan individu sebagai peserta dalam proses pemilihan dan disampaikan kepada otoritas yang berwenang melalui pengaduan atau sebagai akibat dari tindakan otoritas atas inisiatifnya sendiri (Batra, 2012).

Masalah sengketa dapat ditinjau oleh otoritas administratif, pengadilan, penegakan hukum dan parlemen atau oleh badan ad hoc yang dibentuk untuk tujuan menyelesaikan masalah pemilu. Peningkatan penghormatan terhadap supremasi hukum akan mendorong menurunnya jumlah sengketa pemilu yang perlu ditangani. 

Budaya politik yang mendorong perilaku taat hukum dan penghormatan terhadap norma demokrasi dapat membantu mengurangi potensi timbulnya sengketa pemilu, sehingga yang perlu ditangani nantinya hanya sengketa yang paling banyak menimbulkan perdebatan. Pelibatan partai politik besar dan kelompok masyarakat sipil dalam proses pembuatan kerangka hukum pemilu juga penting untuk mengurangi potensi sengketa pemilu.

Ada tiga jenis mekanisme utama untuk menyelesaikan sengketa pemilu:

1. Mekanisme formal atau korektif (misalnya mengajukan dan memproses gugatan pemilu) jika dilaksanakan, mekanisme ini akan menghasilkan keputusan untuk membatalkan, mengubah, atau mengakui adanya ketidakberesan dalam proses pemilu;

2. Mekanisme penghukuman atau punitif (misalnya dalam kasus pelanggaran pidana): jika dilaksanakan, mekanisme ini akan menjatuhkan sanksi kepada pelanggar, baik badan maupun individu yang bertanggung jawab atas ketidakberesan tersebut, termasuk tanggung jawab (liability) pidana atau administratif terkait dengan pemilu; dan

3. Mekanisme alternatif: mekanisme ini dapat dipilih oleh pihak-pihak yang bersengketa (IDEA, 2010)

Penyelesaian sengketa pemilu di pemilu 2024 yang efisien sangat penting dilakukan dengan perlindungan menyeluruh atas hak-hak dasar, pencegahan konflik, integritas pemilu dan kepercayaan publik terhadap proses pemilu dan penerimaan hasil pemilu, menjadikan hal ini sebagai elemen penting dari pengawasan pemilu di Pemilu 2024. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun