Pendekatan agama dalam menyelesaikan konflik sosial bukanlah asumtif belaka melainkan bagi pengikutnya agama adalah way of life yang dijadikan panduan dalam membangun kehidupan individu dan kelompok (sosial). Setiap agama pada dasarnya menekankan pentingnya perdamaian dan memberikan solusi untuk mengatasi masalah yang mungkin menghambat komunikasi antara individu atau kelompok yang berasal dari latar belakang suku bangsa, budaya, ras, etnis, dan agama yang berbeda. Melalui pendekatan agama, diharapkan kita dapat mengatasi hambatan-hambatan tersebut dalam berinteraksi dengan berbagai budaya, seperti mengubah paradigma dari isolasi menjadi interaksi, dari etnosentrisme menjadi objektivisme, serta dari pandangan stereotip negatif menjadi berpikir positif. (Dianto, 2019).
Pembinaan Ideologi Pancasila disahkan melalui Permenristekdiki Nomor 55 Tahun 2018. Perguruan tinggi memiliki kemampuan untuk membentuk organisasi kemahasiswaan yang secara spesifik bertugas sebagai platform pembinaan ideologi Pancasila. Hal ini dapat dicapai melalui beragam kegiatan kemahasiswaan yang melibatkan atau bekerjasama dengan organisasi kemahasiswaan eksternal sesuai dengan regulasi yang berlaku. Kebijakan ini menekankan peran penting perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, dalam mengelola mahasiswa agar mereka dapat menjadi individu yang produktif dan berprestasi dalam sektor sosial dan akademik. (Khakim dkk., 2020).
Menjalin komunikasi yang baik antar dua kebudayaan yang berbeda melalui asimilasi budaya menjadi salah satu upaya baik guna meminimalisir adanya etnosentrisme seperti yang dilakukan oleh Etnis Bugis dengan etnis Aceh serta etnis Bugis dengan etnis Konjo. Hal tersebut mendukung pendapat bahwa saat ini masyarakat sekitar membutuhkan pengetahuan dan wawasan terkait bagaimana menjunjung tinggi budaya lokal namun tidak merendahkan budaya lain melalui sebuah komunikasi yang baik (Julian, 2015; Riswandi, 2018)..
 Selain itu, pendidikan multikultural juga perlu ditekankan di jenjang pendidikan Indonesia. Pendidikan multikultural penting untuk memahami dan menerima perbedaan kebudayaan sebagai sebuah keniscayaan. Nilai multikulturalisme tersebut terkandung dalam ideologi Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Masih terjadinya konflik multikultural yang dilatarbelakangi perbedaan budaya, agama dan aspek kultural lainnya, menunjukan bahwa pendidikan multikultural di Indonesia belum mencapai hasil maksimal dan merata.Â
Pendidikan multikultural seharusnya dirancang secara menyeluruh, dengan semua mata pelajaran atau mata kuliah berkontribusi dalam mentransfer nilai-nilai multikulturalisme. Dengan pendekatan seperti ini, pendidikan multikultural memiliki peluang yang lebih besar untuk menjawab kebutuhan bangsa dan negara Indonesia dalam memperkuat persatuan di tengah keragaman. (Nugraha dkk., 2020). Penting untuk dicatat bahwa pelaksanaan pendidikan multikultural memiliki tujuan utama dalam mendukung perkembangan siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Meskipun demikian, siswa juga perlu memahami dan menghargai keberagaman di berbagai daerah di negara ini. Oleh karena itu, pendidikan multikultural yang lebih mendalam diperlukan agar siswa dapat memiliki pemahaman yang lebih komprehensif dan universal tentang konsep kenegaraan. (Khakim dkk., 2020).
REITERASI
Adanya komunitas maupun organisasi daerah di lingkungan mahasiswa tidak selalu menciptakan pengaruh yang baik namun ada beberapa hal yang malah memberikan dampak kurang baik di lingkungan bermasyarakat seperti dalam beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan yang signifikan dalam pembentukan kelompok mahasiswa berdasarkan asal daerah dan etnis di Indonesia. Dalam lingkungan kampus, berbagai jenis organisasi telah muncul dengan menggunakan sebutan keluarga, himpunan, ikatan, maupun komunitas, dan nama-nama organisasi ini mencerminkan asal daerah kelompok mahasiswa tersebut. Keberagaman etnis dan suku di kalangan mahasiswa merupakan suatu kekayaan budaya yang patut diapresiasi, karena hal ini mencerminkan ciri khas bangsa Indonesia.
Namun demikian, perbedaan nilai, norma, dan pandangan individu yang timbul ketika dua individu dengan latar belakang budaya yang berbeda berinteraksi dapat memengaruhi hubungan antar individu dan kelompok mereka. Dalam beberapa kasus, perbedaan ini dapat menghasilkan sikap yang toleran dan perilaku yang altruistik. Namun di sisi lain, juga dapat muncul sikap yang intoleran, perilaku yang egosentris, serta pembentukan stereotip yang pada akhirnya dapat memicu munculnya etnosentrisme di kalangan mahasiswa.
Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi hal ini. Pertama, pendekatan agama dapat digunakan sebagai sarana untuk mempromosikan perdamaian dan toleransi antar etnis. Kedua, ideologi Pancasila dapat diperkuat dan dipromosikan sebagai dasar nilai yang bersifat inklusif dan menghormati keberagaman. Dan yang terakhir, pendidikan multikultural perlu ditingkatkan agar mahasiswa dapat memahami dan menghargai perbedaan budaya serta belajar bersama untuk menciptakan lingkungan yang harmonis dan inklusif di kampus. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan munculnya etnosentrisme di kalangan mahasiswa dapat ditekan dan keberagaman etnis dapat menjadi sumber kekayaan yang positif bagi bangsa Indonesia.
PENULIS
FRIDYANA KLISE HERMIATI (200151603062), HASAN FATRUDDIN MUSA (200151602987), WAHYU RIZKY AYU PUSPITASARI Â (200151403067)