Mohon tunggu...
Florit P. Tae
Florit P. Tae Mohon Tunggu... Lainnya - -

Menulis Artikel dan Opini

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Paskah; Matinya Kematian

1 April 2024   01:43 Diperbarui: 1 April 2024   02:23 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PASKAH; PERISTIWA MATINYA KEMATIAN.

Oleh: Florit P. Tae, S. Th


Kenyataan yang merupakan Kebenaran yang paling utama dari Paskah adalah; Kematian tidak pernah permanen. Sebab, Kematian yang sebelumnya dimaknai sebagai konsekuensi logis dari dosa, kini berubah makna tatkala Yesus menempuh jalan kematian melalui jalan Salib.

Catatan kitab suci (Alkitab) menegaskan bahwa titik akhir dari manusia berdosa adalah mati (binasa). Kematian adalah kebinasaan total, sebab tidak ada konsekuensi dari dosa yang paling ekstrim selain kematian (kebinasaan). Oleh karena itu, satu-satunya cara Allah menyelamatkan manusia dari Kebinasaan ini adalah menempuh jalan kematian.

Memang, ada pertanyaan Apakah Allah bisa menyelamatkan umat manusia dengan Cara lain selain Tersalib dan Mati?
Jawabannya jelas, Ya. Pasti ada cara penyelamatan yang lebih sederhana tanpa harus menempuh jalan kesengsaraan yang menyakitkan. Tapi jelas tidak akan dilakukan oleh Yesus, sebab sekali lagi konsekuensi yang paling sentral dari dosa adalah kematian. Karena itu, Yesus mengambil alih konsekuensi yang paling menyakitkan itu. Jalan penderitaan, kesengsaraan dan kematian.

Ketika Yesus memasuki kuburan, serentak ia memasuki kerjaan maut, sebagaimana ditegaskan dalam pengakuan Iman "...menderita dibawah pemerintahan pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, turun kedalam kerajaan maut. Pada hari yang ketiga, bangkit pula dari antara orang mati...".

Frasa pengakuan iman Rasuli diatas, Jelaslah memberi penegasan bahwa kematian Yesus adalah perjalanan menuju kerajaan Maut. Pada satu Sisi, makna frasa "Turun ke dalam Kerajaan Maut" secara tegas menjelaskan bahwa kematian Yesus memiliki dampak Kosmik. Yesus mengerjakan karya perdamaian dan penyelamatan bagi segala makhluk yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan.

Namun pada sisi lain, frasa di atas hendak menggaris bawahi keyakinan iman Kristen bahwa Jika Allah didalam Yesus memasuki kerajaan Maut pada saat Kematian-Nya, maka sesungguhnya tidak ada lagi otoritas kuasa maut di dalam kubur. Dengan demikian, tidak ada lagi kematian yang dikuasasi oleh maut.

Selanjutnya, Dengan berjalan memasuki kerajaan Maut, dan tindakan yang bersifat Kosmik ini, Yesus sedang melakukan karya pendamaian antara Allah dan Seluruh Ciptaan. Eben Nuban Timo misalnya, menguraikan dengan Apik demikian "Dengan turun ke dalam kerajaan maut, hendak ditunjukkan bahwa karya pendamaian Allah di dalam Kristus juga memiliki dampak kosmik". Artinya, pendamaian itu berlaku untuk kosmos secara keseluruhan, yakni  pendamaian itu disampaikan dan bahkan berlaku juga bagi kuasa-kuasa tidak  kelihatan yang adalah ciptaan Allah.

Kata Ibrani kerajaan maut adalah "sheol", bumi bawah. Itu adalah tempat siksaan dan kesengsaraan. Di sana manusia terpisah dari saudara-saudaranya dan terbuang dari hadapan Allah. Sheol adalah tempat manusia ada sebagai non-being karena terpisah dari sesama dan juga dari Allah. Hal ini menunjukan bahwa Betapa mengerikannya dosa itu. Ia mengirim manusia ke tempat non-being dan hidup

terpisah dari Allah selama-lamanya.

Namun, Kedatangan Yesus sebagai Sang Imanuel menginterupsi semua jenis keterpisahan, bahkan keterpisahan antara Allah dan Manusia, Manusia dan sesama. Sebagai Wujud Allah Sang Imanuel (Allah yang beserta Kita), Ia menunjukan kasih dan keberpihakan-Nya melalui jalan Salib (Penderitaan) dan Jalan Kematian.

Setelah Yesus mati dan di Kuburkan, Jalan perendahan diri yang diambil Yesus Kristus itu tidak berhenti di kubur Yusuf Arimatea. Perendahan itu berlanjut sampai ke sheol, kerajaan maut untuk membebaskan orang-orang yang mati. Manusia yang sebelumnya "dibiarkan" oleh Allah untuk menerima konsekuensi dari dosa yaitu kematian, membiarkan manusia direngkuh oleh kuasa maut dan kutukan kematian, Kini Kristus turun ke dunia orang mati untuk membayar utang dosa sekaligus menebus manusia berdosa.

Paskah adalah peristiwa "Matinya Kematian". Mengapa paskah harus dimaknai demikian? Apakah dengan memaknai paskah demikian, maka dosa tidak lagi merupakan sesuatu yang harus ditakuti? Apakah dengan kematian Kristus, maka manusia tidak lagi mengalami penghakiman?

Pertanyaan-pertanyaan diatas, bagaimanapun tetap penting dan harus terus menjadi pertanyaan reflektif sepanjang hidup di dunia fisik ini.

Sebab, pertanyaan-pertanyaan itu menuntun kita untuk terus merefleksikan iman kepada Kristus yang Hidup dan terus bekerja melalui karya Roh Kudus.

Pertanyaan bahwa mengapa Paskah perlu dimaknai sebagai peristiwa "Matinya Kematian" adalah bahwa kebangkitan Yesus menginterupsi kekuasaan Maut dan serentak memproklamirkan kuasa kerajaan Allah yang tidak terbatas. Dengan kata lain, Kebangkitan Yesus menegasi runtuhnya kerajaan Maut yang sebelumnya dibiarkan memiliki otoritas.

Gagasan demikian bukanlah sesuatu yang baru sama sekali dalam iman Kristen.  Rasul Paulus dalam Roma 6: 10 misalnya, secara tegas mencatat "Sebab, Kematian-Nya adalah kematian bagi Dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah". Dengan kata lain, Kematian Yesus adalah kematian Dosa, Kebangkitan Yesus adalah kehancuran kuasa Kungkungan Dosa.

Ketika Yesus berjalan menuju kematian, Ia merengkuh dosa didalam diri-Nya, membawanya menuju lembah maut dan di sana Ia melenyapkan segala dosa itu dan bangkit membawa sebuah pembaharuan semesta. Karena itu, Kematian Yesus adalah The End of Sin And the end of the power of death.

Selanjutnya, kita masuk pada pertanyaan yang berikut. Apakah dengan memaknai paskah sebagaimana dijelaskan di atas, maka dosa tidak lagi merupakan sesuatu yang harus ditakuti? Jawabannya jelas Ya.!!.

Dosa bukanlah menjadi sesuatu yang harus ditakuti. Kendati demikian, dosa harus perlu terus dihindari.

Kematian dan kebangkitan Yesus mengkonfrontir keberadaan Kuasa Dosa yang membawa pada kematian yang permanen.

Yesus mendamaikan Manusia dengan Allah dan serentak menebus dan membebaskan manusia dari kuasa-kuasa lain, selain Kuasa Allah.

Keyakinan iman diatas, lalu menuntun kita pada pertanyaan penting selanjutnya. Apakah kematian dan kebangkitan Yesus yang mendamaikan dengan Allah sekaligus membebaskan manusia dari dosa membuat ajaran kristen tentang Penghakiman tidak lagi penting? Atau tidak perlu dipikirkan lagi?

Tentu, pertanyaan ini tidak mudah dijawab. Bahkan, tidak perlu terburu-buru memberi jawaban, apalagi menegaskan kesimpulan. Sebab, Alkitab secara berulang menguraikan peristiwa penghakiman oleh Allah. Kendati, Alkitab secara berulang pula menegaskan pemeliharaan dan pengampunan Allah.

Rumusan doktrin Iman Kristen menguraikan dengan sangat menarik dan konsisten bahwa ketika masa penghakiman Tiba, Kita akan menjadi terdakwa yang duduk dan tunduk di hadapan Allah Bapa, lalu Roh Kudus akan menjadi pendakwah. Disana, Yesus berdiri sebagai Jaksa penuntun umum sekaligus menjadi Pembela di hadapan Allah sang Bapa sebagai Hakim. Inilah keyakinan iman Kristen.

Pertanyaan yang terakhir diatas memang penting, bahkan sangat penting. Meskipun dimikian, Kematian dan Kebangkitan Yesus menegaskan bahwa kematian tidak pernah permanen. Kematian fisik adalah kematian yang sementara. Kematian Yesus adalah "Matinya Kematian". Atau dengan kata lain, Kematian Yesus menghapus secara permanen Kematian (maut). Kebangkitan Yesus adalah proklamasi kemenangan kerajaan Allah.

Lebih lanjut ditegaskan dalam kitab Wahyu demikian "Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata: "Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut." (Wahyu 1 : 17 -- 18).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun