Mungkin ludah yang kau sebut hinaan itu, masih hangat di pipihmu
menyelinap di permukaan kulit yang gelap dan kusam.
Mungkin ujar dan caci yang menghantam tepat di hatimu
masih membekas pada ingat dan nurani yang tak lekas buram.
Belum tuntas semua usaha.
Kalian masih sibuk memungut puing-puing semangat yang berceceran
meniti di tiap lorong-lorong opini para penguasa
sambari berdengung syair indah dan bersua 'aku papua'
Tahukah kalian,
kami tak ingin kisah kita tuntas menghilang.
Saat kita berlari bersama di pelataran rumah menjemput ayah dari hutan
dengan keranjang buruan  berisi janji dan sumpah sampah
atau gaduh merebut susu ibu yang mengering oleh banyak tipu dan sangkal.
Bila kalian pergi
siapa lagi yang akan menemani kami berdebat, perihal bintang atau lampu pesawat
siapa lagi yang akan menemani kami berkisah tentang air keruh dan sekolah tua.
Teruntuk kalian pemuda di Papua.
Satu pesan mengiringi angin timur, dan bau cendana;
Tulang kita masih putih; darah kita masih merah
kita anak bangsa, kita Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H