ETNOGRAFI ETNIS NANGAMBOAÂ
KECAMATAN NANGAPANDA KABUPATEN ENDE
I.PENGANTAR
Antara kebudayaan dan manusia merupakan dua elemen yang tidak bisa dipisahkan satu terhadap yang lain, dimana kebudayaan ada kerena manusia dan manusia dikatakan benar-benar ada karena budaya. Kedua hal ini memiliki hubungan kausalitas yang tidak dapat terpisahkan satu terhadap yang lain. Mendeskripsikan budaya berarti mendeskripsikan manusia. Sama halnya dengan kisah awal Kitab Kejadian. Berbicara tentang bangsa Israel berarti berbicara tentang keturunan Abram (Abraham).
Seorang antropolog, E.B. Tylor (1871), dalam bukunya yang berjudul Primitive Culture (New York; Brentano's, 1924), mendefinisikan kebudayaan sebagai suatu kompleks yang mencakup pengatahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan definisi ini para ahli kemudian menafsirkan kebudayaan sebagai suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari satu generasi dan generasi berikutnya. Senada dengan pandangan ini, Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi pada buku Setangkai Bunga Sosiologi merumuskan kebudayaan sebagai hasil karya, cipta dan rasa masyarakat. Karya yang menghasilkan kebudayaan jesmani (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan dan dipertahankan untuk keperluan masyarakat yang bersangkutan.
Sistem atau unsur-unsur yang menjadi substansi terbentuknya manusia dan suatu kebudayaan sudah ada dan terbentuk sejak zaman dahulu. Bahkan kita dapat dengan mudah menemukannya dalam kitab suci, entah dalam perjanjian lama maupun perjanjian baru. Sebagai contoh sistem kepercayaan atau religi dapat kita temukan dalam (1 Kor 10:14; Mat 15:9), sistem perkawinan (Kej 21:21; Kej 24), sistem komunikasi (Kej 28:1-3; Mat 5-7), sistem organisasi (kel 21:7-11), atau pun sistem pekerjaan (Ul. 8:10) serta masih banyak sistem-sitem kebudayaan lainnya yang masih dapat kita temukan dalam Kitab Suci.
Kenyataan di atas menunjukan bahwa unsur-unsur atau sistem kebudayaan yang kita hidupi saat ini merupakan keberlanjutan dari sistem kebudayaan yang telah dibentuk oleh generasi-generasi sebelumnya. Elemen sistemik kebudayaan tersebut telah mendarah daging dan membentuk jiwa kemanusiaan dari seseorang sebagai produk budaya itu sendiri. Dengan demikian, melalui elemen terstruktur berikut , kebudayaan menjadi sektor super yang meresapi semua sektor dunia kehidupan manusia. Â
II.LETAK GEOGRAFIS
Locus yang digunakaan oleh penulis adalah Etnis Nangamboa. Terdapat 3 pembagian wilayah (kampung): Nangamboa 1, Nangamboa 2 dan Nangamboa 3. Etnik ini memiliki keunikan sebab secara geografis terdapat di wilayah perbatasan antara Kabupaten Ende dan Kabupaten Negekeo. Nangamboa 1 dan 2 masuk wilayah Kabupaten Ende sedngkan Nangamboa 3 masuk wilayah Kabupaten Nagekeo.
Secara geografis kampung Nangamboa terletak di daerah yang meliputi pesisir pantai hingga ke pedalaman, sehingga posisi ketinggian dari permukaan laut berkisar 0-600 meter. Kampung  ini didominasi oleh keadaan tanah yang berbukit-bukit, sedangkan dataran rendahnya hanya terdapat di peisir pantai yang luasnya hanya 5 sampai 10 meter untuk lintasan jalan lintas kabupaten. Dilihat dari segi topografi keadaan desa ini terdiri dari bukit, lembah dan sungai. Luas wilayahnya adalah 10.000 m3 dengan tingkat kesuburan tanah yang bervariasi. Beriklim tropis dengan curah hujan normal berlangsung dari bulan Desember sampai Maret.
III.UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN
Berikut beberapa unsur atau elemen kebudayaan yang ada di etnik ini.
1.Sistem Komunikasi
Berada tepat di wilayah perbatasan, membuat kebudayaan yang ada pun menjadi beragam. Menarik perihal sistem komunikasi, dalam hal ini bahasa daerah yang digunakan dalam membangun komunikasi. Terdapat 2 jenis bahasa yang biasa digunakan yakni bahasa ja'o (bahasa ende); dan bahasa Nga'o (ada 2 versi: bahasa lokal dan bahasa Nagekeo). Namun menarik untuk diuraikan bahwa, dalam percakapan sehari-hari muncul pula bahasa yang hemat penulis disebut sebagai bahasa perpaduan antara bahasa ende dan bahasa nagekeo. Bahasa perpaduan inilah yang sebanarnya merupakan bahasa asli etnik Nangamboa. Namun karena adanya percampuran budaya serta etnik di dalamnya, perlahan pengetahuan tentang hal ini hilang.
Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan adaptasi bahasa adalah ciri pembeda yang palingmenonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinyasebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang lain (Ferdinand de Saussure).
Beberapa jenis bahasa yang digunakan Etnik Nangamboa:
Indonesia _Ende _nagekeo _Bahasa asli (Perpaduan)
Lari      _ Paru   _payu   _ Palu
Duduk  _ Ngambe _bhodhu  _Ghodu
Jalan raya  _Raza  _rala    _Rada
Tidak     _ Iwa    _ ngge'dhe    _Mona
ket; bahasa ende: dipakai oleh sebagian Nangamboa 2 (islam)
 bahasa nagekeo: dipakai oleh sebagian Nangamboa 2 (kristen), Nangamboa 3, Nangamboa 1
 bahasa asli: dipakai oleh sebagian Nangamboa 2 (penduduk sli) , Nangamboa 1 (beberapa).