Mohon tunggu...
Frida Wahyumi
Frida Wahyumi Mohon Tunggu... Karyawan BUMN -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mau Pilpres? Mundur Dulu dari Partai

4 Juli 2018   22:02 Diperbarui: 4 Juli 2018   22:27 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Mantan Presiden Persemakmuran Filipina, Manuel L Quezon pernah mengatakan "My loyalty to my party ends when my loyalty to my country begins." Apa sih makna dari kalimat tersebut sebenarnya? Mari kita cermati dengan seksama.

Secara harfiah pengertian dari kalimat tersebut berarti bahwa loyalitas seorang anggota partai akan berakhir manakala mendapati sebuah tanggung jawab baru terhadap negara. Mengapa begitu? Nyatanya memang kebijakan yang dikeluarkan oleh negara tidak selalu sejalan dengan kepentingan partai. Akan ada semacam "conflict of interest" jika kedua hal tersebut dipaksakan.

Inilah yang kerap terjadi di Indonesia. Dimana seringkali ketua umum partai merangkap jabatan sebagai petinggi negara, atau yang lebih parah sebagai Presiden Republik Indonesia. Bisa dibayangkan gak sih, kira-kira berapa banyak kepentingan partai yang akan terinfiltrasi di dalam kebijakan pemerintah? Dan parahnya ini kerap terjadi lho!

Namun dalam dua hari ini, ada berita yang cukup menarik perhatian terkait pernyataan saya di atas tersebut. Yaitu mundurnya Moeldoko dari Partai Hanura, dikarenakan ingin fokus pada kerjaannya di pemerintahan. Kalau pada belum tahu, saat ini Moeldoko menjabat sebagai Kepala Staf Presiden (KSP). Beliau termasuk ring 1 dalam lingkar istana.

Menurut saya hal tersebut merupakan angin segar dalam praktik demokrasi di negara kita ini. Terlepas dari banyaknya polemik pengunduran diri Moeldoko dari partai tersebut karena terindikasi keinginannya untuk mendampingi Jokowi sebagai cawapres pada pemilihan presiden tahun depan, justru hal inilah yang harus diapresiasi baik dari kubu pemerintah maupun oposisi.

Saat seseorang memiliki keinginan untuk mengabdi kepada negara, sudah memang seharusnya yang bersangkutan mengundurkan diri dari partai politik yang selama ini menaunginya. Bukan seperti para ketum-ketum partai itu tuh (pamali nyebut nama hehe) yang terlihat ngotot ingin mencoba kontestasi capres-cawapres, namun juga masih ngotot tidak mau melepas jabatannya di partai.

Sejauh ini, kecenderungan beberapa ketua umum partai politik yang terlihat ngotot ingin mencalonkan diri seperti Airlangga Hartarto (Golkar), Romahurmuziy (PPP) dan Muhaimin Iskandar (PKB) yang seolah sudah siap dilamar Jokowi bermodalkan dukungan partai politik pada kontestasi Pilpres 2019.

Lumrah memang jika setiap parpol menginginkan kader terbaiknya untuk duduk di kursi pemerintahan. Oleh karenanya lumrah juga jika sejumlah partai-partai besar ramai-ramai menyodorkan para kader terbaiknya (umumnya sih sang ketua umum) untuk mendampingi Jokowi di periodenya yang kedua. Nah, langkah yang diambil Moeldoko kali ini justru tidak lumrah.

Apalagi jika berkaca pada pemilihan kepala daerah serentak kemarin, bahwa beberapa tokoh non-partai politik (independen) justru terbukti sangat berkualitas serta berhasil memenangi pertarungan melawan para kader-kader partai. Dan bahkan yang lebih gila lagi, sebuah kotak kosong yang seharusnya di isi oleh pasangan calon independen memenangi perolehan suara (quick count) di daerah Makassar.

Melihat gejala-gejala yang terjadi pada Pilkada serentak kemarin, menurut saya Jokowi memang harus mengambil seorang tokoh non partai untuk mendampinginya mengurus negara. Terlebih banyaknya desakan dari partai pendukung yang masing-masing saling mengajukan calonnya menjadi cawapres, yang justru akan membuat keadaan semakin blunder.

Dan yang paling aneh, kalau menurut saya, justru mundurnya Moeldoko dari partai malah banyak menimbulkan polemik. Bahkan tidak jarang justru membully keputusan tersebut. Dengan berbagai macam alasan apapun, sikap sang jenderal tersebut seharusnya diapresiasi dengan positif. Sikap seorang ksatria yang tidak takut kehilangan tempat berpijak (partai) selama apa yang ingin dilakukannya demi kepentingan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun