Mohon tunggu...
Farida Sofwana
Farida Sofwana Mohon Tunggu... lainnya -

Wanita biasa yang ingin berbagi dengan sesama agar tidak terlahir sia-sia.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jangan Menghakimi!!

15 September 2012   06:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:26 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang itu supermarket Fusion ramai. Akhir pekan dimanfaatkan mayoritas warga di area Sham Tseng untuk berbelanja setelah aktifitas hari kerja tak memberi
ruang dan waktu pada mereka untuk memikirkan kebutuhan sehari-hari.Setelah melongok
sana-sini akhirnya ada satu antrian yang memungkinkanku untuk bisa cepat keluar dari sini. Jam makan siang sudah hampir tiba, anak-anak pasti sudah kesal menunggu. Sambil antri sesekali kuperhatikan wajah-wajah yang antri dengan keterpaksaan. Sekalipun budaya antri sudah menjadi tradisi di sini bukan berarti mereka rela menghabiskan waktu
untuk berlama-lama.

Setelah berapa lama antrian tempatku menunggu tak bergeser juga. Sementara barisan sebelah yang lebih panjang sudah
berkurang banyak.
"Huuft, dasaar nenek-nenek, beli melon saja kayak beli berlian. Dasar peliit!" Gerutu orang yang antri di depanku.
"Memang kenapa?" tanyaku
"Itu tuh, si nenek. Dia nggak percaya dengan receipt yang diterimanya. Dia
ngeyel, kenapa 6.9 ditambah 6.3 bisa 13
dolar. Sudah dijelaskan dari tadi tetap tak
percaya."
Setelah melewati banyak punggung,
pemandanganku menangkap seorang
nenek yang masih bersikukuh kalau kasir
keliru menghitung belanjaannya. Bukan
rahasia umum lagi kalau nenek-nenek di sini terkenal dengan "keampuhan"
mereka. Anehnya sementara kita yang
antri menggerutu tak sabar, kasir dengan penuh kesabaran menjelaskan. Bukan
semata-mata profesional. Karena si nenek benar-benar menjengkelkan.
"Sudah, panggil managermu saja biar dia yang menjelaskan." Sebuah suara tak sabar mengusulkan.
"Bosku tak punya waktu untuk urusan
begini." Sahut kasir.

Setelah melalui nego yang menyita waktu dan emosi akhirnya nenek menyerah dalam ketidakmengertiaannya. Bagaimana mungkin 6 ditambah 6 samadengan 13??", dasaar bodoh!" gerutu sang nenek sambil pergi tanpa rasa bersalah.
Setelah giliranku, rasa ingin tahuku kutumpahkan Daripada penasaran lebih baik diutarakan.
"Cece, bagaimana kamu bisa sabar menghadapi ulah nenek tadi?"
"haah...aku hanya berpikir kalau sudah tua nanti bisa saja aku begitu. Kita tidak
tahu khan seperti apa setelah tua nanti?"

*Jleeb* kalimatnya benar-benar tepat
menghunjam di jantungku. Ternyata, selama ini kita begitu mudah menghakimi orang lain dan seringkali lupa, bagaimana kalau kita ada di posisi mereka.
Sham Tseng, 15 September 2012 *FAS*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun