Mohon tunggu...
Frida Santika
Frida Santika Mohon Tunggu... Author -

Learning By Doing Waktu menjadi Jawaban untuk sebuah pertanyaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Stop Bullying di Era Digital dengan Budaya Literasi

23 April 2018   11:52 Diperbarui: 23 April 2018   12:02 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus bullying semakin meningkat tidak hanya menimpa anak-anak sekolah tetapi juga mahasiswa. Rekaman vidio maupun percakapan di media sosial cepat viral di media. Contohnya Kasus bullying yang menimpa siswa SMP  di Jakarta dan mahasiswa di Depok. Contoh lainnya gadis belia Afi  siswa SMA asal Bayuwangi tulisannya yang mendapat banyak apresiasi karena dinilai mampu berpikir kritis tetapi ditulisan berikutnya menjadi korban bullying.. 

Penyebarannya di dukung oleh perkembangan media digital yang begitu cepat sehingga menjadi viral dan bahkan menjadi tranding topic.  Dalam jurnal (Djuwita, 2005) menjelasan Bullying merupakan tindakan yang dilakukan terhadap orang lain berupa ucapan merendahkan ataupun tidakan  kekerasan, ancaman, serta paksaan untuk mengintimidasi orang lain.

Data dari layanan Kamsos melalui telepon sahabat anak (Tespa), sejak Januari  2017 tercatat ada 976 pengaduan dan sebagian besarnya adalah kasus bullying. Psikolog konseling Muhammad Iqbal menyebut, kasus bullying  terhadap anak pada  tahun 2014 cukup tinggi, tahun 2015 dan 2016 menurun dan pada tahun 2017 meningkat.

Indonesia masuk dalam daftar negara dengan kasus bullying tinggi. Selain Indonesia ada juga negara-negara lain  seperti Jepang, Kanada, Amerika Serikat, Rusia dan Korea Selatan. Menurut survey Kasus bullying di Indonesia cukup tinggi dan lebih banyak di media sosial. Bullying digencarkan terhadap anak sekolah sehingga anak-anak cenderung mengalami Cyberbullied yang mempengaruhi perkembangan  psikologis anak-anak.

Perilaku bullying dipengaruhi oleh tiga faktor. Pertama; hubungan keluarga, pola perilaku anak ditentukan oleh keluarga, perilaku menghormati, menghargai dan memahami atau justru saling memaki, merendahkan dan menghina satu sama lainnya, pola ini akan diyakini dan ditiru oleh anak dalam pergaulannya. Kedua;teman sebaya, perilaku inferior dan superior dari teman sebaya,  pelaku bullying bisa disebabkan karena perasaan dendam sebab pernah menjadi korban bullying dan ketidakmampuan menangani emosi secara positif. Ketiga; pengaruh media, hasil survey memperlihatkan 56,9% anak meniru film yang ditontonnya, 64% meniru gerakan dan 43% meniru kata-katanya. (Saripah, 2006).

Menghentikan bullying dapat dilakukan  dengan penanaman karakter di lingkungan keluarga maupun sekolah, diperlukan kerjasama yang baik antar keduanya. Pemerintah melalui Permendikbud nomor 3 tahun 2015 telah menyadari pentingnya penumbuhan karater peserta didik melalui budaya literasi.  Berdasarkan studi Most Littered Nation In The Word yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada maret 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. (Kompasiana. 18/8/2017).

            Literasi memberikan manfaat diantaranya anak mampu meningkatkan potensi setiap pribadi  dan mengelola emosi secara positif (Amir, 1996). Penerapan literasi di sekolah seperti menyediakan dua jam pelajaran setiap minggunya.  Penggunaan 15 menit di awal pelajaran kurang efektif dikarenakan waktu terlalu singkat, anak kurang konsentrasi karena akan memasuki pelajaran berikutnya. Menerapkan dua jam pelajaran literasi memjadikan anak lebih fokus.

Buku literasi tentang kehidupan misalnya Dongeng Kancil untuk anak-anak kecil, kumpulan cerita rakyat untuk anak SMP dan Buku Cacing dan Kotoran Kesayangannya untuk ana SMA dan banyak lagi buku yang bisa digunakan untuk membangun karakter anak-anak Indonesia. Diakhir literasi guru mengajak peserta didik untuk diskusi serta memberikan kesimpulan karakter membangun mengenai cerita yang di baca kemudian menuliskan makna cerita tersebut dalam jurnal literasi yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik.  

Di era digital literasi semakin lebih mudah karena telah tersedia buku-buku digital untuk diakses. Kerjasama antara orangtua dan sekolah sangat dibutuhkan untuk meningkatkan literasi anak sehingga energi anak teralihkan ke arah yang positif  dan memiliki empati dengan begitu perilaku bullying bisa dihentikan.

Daftar Pustaka

 

  • Amir. 1996. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan. Universitas Terbuka.
  • Djuwita, Ratna. 2005. Kekerasan Tersembunyi di Sekolah: Aspek-aspek Psikososial. Makalah Worshop Bullying: Masalah Tersembunyi dalam Dunia Pendidikan di Indonesia. Diunduh Oktober 2017.
  • Pradipta, Indra. Budaya Literasi di Era Globalisasi. 18 Agustus 2017. Kompasiana.com (Diakses 15 Oktober 2017)
  • Saripah, Ipah (2006). Program Bimbingan untuk Mengembangkan Perilaku Prososial Anak. Bandung. UPI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun