Praktik sunat perempuan masih menjadi pro dan kontra ditengah Masyarakat. Lantas, bagaimanakah perspektif islam dan dunia kesehatan?
Sebagian masyarakat awam mungkin belum banyak mengetahui tentang sunat perempuan. Masyarakat lebih familiar bahwa sunat hanya dilakukan untuk kaum laki-laki saja. Namun faktanya, sunat perempuan ini sudah banyak dilakukan di Indonesia sejak berabad-abad tahun yang lalu bahkan sebelum datangnya agama Islam.
Saat ini sunat perempuan masih dipraktikan di beberapa negara seperti di Afrika, Eropa, Amerika Latin dan Asia, termasuk diantaranya Indonesia. Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Nantabah, dkk (2015), Di Indonesia , praktik sunat perempuan di wilayah Jawa Barat menduduki posisi tertinggi sebesar (14,7%), disusul oleh Sumatera Utara (8,1%) dan Jawa Timur (7,3%).
Di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur, praktik sunat perempuan banyak dipengaruhi oleh Kyai dan ulama. Â Sedangkan tujuan lain dari sunat perempuan dari mulai menjaga kebersihan organ perempuan, hingga menghindari perempuan untuk mengumbar nafsu seksual.
Beragam Cara Sunat Perempuan
Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan, praktik sunat perempuan biasa disebut FGM atau Female Genital Mutilation adalah memotong sebagian atau seluruh klitoris dan labia minora. Klitoris yang ada pada perempuan adalah bagian dari alat kelamin yang bentuknya seperti jengger ayam jantan.
Dalam Praktiknya, sunat perempuan memiliki beberapa teknik berbeda. Menurut WHO terdapat empat tipe sunat perempuan. Pertama, terdapat sunat perempuan yang dikenal  lebih halus dan tidak sampai merusak, disebut Klitoridektomi yaitu hanya mengangkat bagian ujung atau permukaan klitoris. Kedua, disebut Eksisi yaitu mengangkat klitoris yang diikuti pengangkatan labia minora. Ketiga, disebut Infibulasi yang dikenal sebagai bentuk sunat perempuan yang ekstrim dan sangat merusak yaitu mengangkat klitoris bersamaan dengan labia mayora hingga menyempitkan vagina dan hanya menyisakan lubang kecil sebagai tempat keluarnya cairan menstruasi. Tipe keempat berupa penusukan vagina, penorehan, penggoresan, sampai pembakaran klitoris atau alat kelamin sebagai tindakan non-medis dan menyakitkan.
Sunat perempuan antara wilayah satu dengan wilayah lain memiliki perbedaan dalam cara penerapan nya. Sangat miris sekali di wilayah afrika dijumpai cara sunat perempuan yang terkenal ekstrim dan membahayakan tubuh yaitu dengan meyayat hampir seluruh bagian klitoris bahkan sampai menimbulkan pendarahan. Namun tidak semua negara menggunakan cara ekstrim tersebut.
Di Indonesia, masyarakat di beberapa wilayah lebih banyak menerapkan sunat perempuan dengan hanya memotong sedikit saja bagian klitoris nya bahkan ada yang secara simbolis tidak sampai memotong bagian klitoris tetapi hanya memoles klitoris dengan kunyit yang sudah dibuang kulitnya.
WHO dan PBB melarang Sunat Perempuan?
WHO dalam situs resminya telah melarang praktik FGM, namun tindakan FGM yang dilarang oleh WHO adalah yang secara total atau sebagian menghilangkan organ kelamin perempuan atau melukainya sampai menimbulkan pendarahan dengan alasan non-medis seperti yang dilakukan di wilayah Afrika.
Tidak hanya WHO, PBB dalam sidang majelis umum juga telah menyepakati untuk mengeluarkan resolusi pelarangan sunat perempuan. Sebagai realisasinya, majelis umum PBB meminta 193 negara anggotanya mengeluarkan kecaman dan larangan praktik sunat perempuan.
Perspektif Islam dan Dunia Kesehatan
Di wilayah Afrika, kontroversi tentang sunat perempuan terjadi karena dalam praktiknya sering kali tidak didasarkan pada pengetahuan yang baik tentang perilaku tersebut. Tak jarang ditemukan dalam pelaksanaan nya praktik sunat perempuan masih menggunakan alat-alat tradisional yang tidak steril, seperti gunting, pinset, pecahan kaca, atau benda tajam lainnya sehingga menimbulkan bahaya fisik bagi kesehatan reproduksi dan bahaya psikologi bagi perempuan yang mengalami nya.
Bahaya psikologis praktik sunat perempuan di wilayah afrika justru membuat perempuan cenderung tidak dapat menikmati hubungan seksualnya sehingga menimbulkan depresi. Sedangkan bahaya fisik nya dapat menimbulkan rasa sakit, shock, luka di sekitar jaringan vagina bahkan menyebabkan pendarahan dan infeksi organ reproduksi perempuan yang berujung kematian. Sementara dampak jangka panjang nya yaitu menyebabkan timbulnya kista, asbes, keloid  serta kesulitan saat melahirkan.
Lain hal nya dengan yang terjadi di Afrika, praktik sunat perempuan di Indonesia tidaklah menimbulkan bahaya ditinjau dari sisi medis, asalkan dilakukan sesuai syariat islam yang berlaku.Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa Dari Anas bin Malik, Rasullulah Shallallahu' alaihi wa'sallam bersabda "Apabila engkau mengkhitan wanita, sisakanlah sedikit dan jangan potong (bagian kulit klitoris) semuanya, karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih di senangi oleh suami" (H.R Al Khatib dalam Tarikh 5/327).
Al-quran sebagai sumber pedoman bagi umat islam. Tidak ada satu pun ayat yang secara tegas mewajibkan untuk melaksanakan sunat perempuan. Namun, terlepas dari hukum wajib atau sunnah nya sunat perempuan, praktik sunat perempuan ini termasuk bagian untuk menghidupkan sunnah nabi. Sedangkan praktik sunat perempuan di wilayah afrika yang terkenal ekstrim merupakan sebuah tradisi.
Dengan Demikian, definisi sunat perempuan dalam islam tidaklah sama dengan praktik sunat perempuan yang dilarang oleh WHO dan PBB. Praktik sunat perempuan di indonesia banyak dilakukan dengan alasan agama dan diperbolehkan asalkan sesuai dengan syariat islam.
Sedangkan praktik sunat perempuan yang dilarang oleh WHO berlaku untuk wilayah Afrika dan hendaknya resolusi pelarangan sunat perempuan oleh PBB tidak bisa di berlakukan secara global terlebih untuk wilayah Indonesia karena mayoritas orang Indonesia adalah agama islam dan menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) pelarangan sunat perempuan bertentangan dengan ketentuan syariat islam yang ada di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H