Mohon tunggu...
frida aisyah
frida aisyah Mohon Tunggu... -

furi/ hijabers/ love girly things and japan things/ https://www.facebook.com/furidafrida?ref=tn_tnmn/ nice to meet you/ yoroshiku ^^

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

405 Untukmu Ibu; Jika Ku Pergi Nanti, Jangan Pernah Teteskan Air Mata Untukku

23 Desember 2013   00:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:36 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

untukmu ibu; jika ku pergi nanti, jangan pernah teteskan air mata untukku

lama aku memandangi kertas surat ini, aneh sekali rasanya. sedari tadi aku mencoba menulis surat untuk ibuku. ah, surat, lucu sekali rasanya menyebut ini surat karena hanya satu kata saja yang tertulis di atasnya, hanya “ibu”. entah mengapa otakku rasanya buntu dan tak mampu menuliskan perasaan yang selama ini berkecamuk didalamnya.

ibu, surat ini kutulis sambil membayangkan betapa banyak hal yang telah engkau berikan kepadaku.  ibu mengajariku disiplin dan banyak hal yang mendewasakan. lucu sekali , karena sampai saat ini pun aku merasa masih sangat kekanak-kanakan. aku masih mengingat jelas ketika masih sd. ibu selalu datang kesekolah mencarikan bangku terdepan untukku. “agar kamu bisa melihat papan tulis dengan jelas” kata ibu waktu itu. pernah pada suatu saat aku mendapatkan bangku yang paling belakang dekat dengan deretan anak laki-laki yang selalu berisik yang memang selalu duduk di belakang. ibu mendatangi wali kelasku dan mengeluarkan segala agrumen agar aku bisa duduk di depan. saat itu yang terpikirkan hanyalah  “maaf bu. anakmu tak bisa mengurus dirinya sendiri”.

saat memasuki smp, ibu mulai melepaskan ikatannya sebagai pelindungku. ibu tak lagi mengantarkanku, mencarikan bangku ataupun menyuruh anak-anak sebayaku agar berteman denganku. ah, keadaanku sangat menyedihkan. aku hanya anak manja yang tak bisa apa-apa. awalnya berat bagiku. semua yang selalu ditangani ibu harus kutangani sendiri.

hal terberat yang kujalani adalah masa-masa sma. ini adalah sma yang sangat diimpikan ibuku namun bagiku ini adalah neraka bagiku. ibu memasukkanku ke dalam sekolah keagamaan. “ agar kau bisa selamat didunia dan akhirat” kata ibuku. sma ini memiliki asrama sehinggatujuh kali dua puluh empat jam aku hanya berada di lingkup ini. “untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif “ katanya. namun bagiku, tempat inilah yang mengendorkan semangat belajarku dan menghancurkan mentalku. rasanya hidup diluar tak sekeras hidup didalam. didalam sini aku baru menyadari betapa mengerikannya anak perempuan yang saling bersaing. di luar sekolah terpampang slogan “ sesama umat adalah saudara” tapi didalam persaingan tetap berdarah-darah. aku ingat betapa kesendirian menyergapku. aku ingat betapa tatapan-tapan sinis itu menghujam jantungku saat mereka  mengetahui nilaku yang terbaik. aku ingat betapa kesepiannya aku diantara keramaian kantin makan siang. aku ingat betapa satu-satunya temanku adalah buku. ibu, kuharap engkau disini.

hal yang paling kusesali adalah aku tak memiliki apapun darimu. keceriaan yang engkau miliki yang membuat setiap orang betah disampingmu, kasih sayang dan kesabaran yang engkau miliki hingga banyak orang merasa aman bersamamu. keberanian yang engkau miliki dalam setiap menghadapi masalah. ah… maafkan aku ibu, aku hanya anak kuper yang bahkan tidak memiliki teman, pesimis, dan hanya bisa mengeluh padamu. hal-hal yang selama ini kau ajarkan padaku sama sekali tak mendewasakan aku. maafkan aku ibu. aku tak bisa menjadi seperti yang engkau harapkan.

mengapa?. pertanyaan itu kerap kali menghampiriku. mengapa aku tak mampu sepertimu?. engkau adalah wanita sempurna, terlalu sempurna bu. taukah engkau ibu, bahkan teman-teman ku sering mengatakan engkau lebih cantik dariku. aku kesal bu, aku sangat kesal. mengapa yang kau wariskan padaku hanya sel kanker? kenapa jejakmu padaku hanya rasa sakit ini?. ibu memiliki segalanya. ibu punya banyak teman, ibu supel, periang, ibu memiliki wajah cantik walau telah digilas umur. bahkan yang ibu miliki adalah tumor, namun menapa yang engkau wariskan padaku menjadi kanker?. kenapa bu kenapa?. ibu memiliki sebelas saudara yang selalu menjaga ibu karena ibu adalah anak bungsu. sedangkan aku? hanya memiliki satu saudara kandung yang membenciku. itu salah mu bu, ibu terlalu memanjakannku hingga ibu lupa pada adik. sejak ibu tau aku sakit. perhatianmu yang berlebihan padaku menyakitinya dan lebih menyakitiku. berhenti perlakukan aku seperti itu. berhenti memperlakukan aku seolah aku akan segera mati, walau pun kenyataannya memang seperti itu. aku benci padamu bu aku benci.

aku semakin membencimu ketika tanpa sadar kudengar doamu ditengah malam, doa yang kau panjatkan untuk menghujat tuhan. doa yang mempertanyakan mengapa tuhan memberikan kanker padaku kenapa tidak pada ibu saja. aku membenci rasa cinta mu padaku. yang kau berikan padaku ini berlebihan. mataku panas dan aku makin membencimu, aku benci karena engkau terlalu mencintai anakmu yang lemah ini.

bu, memang mati sudah tuhan gariskan sejak manusia itu lahir. aku tak tahu diantara kita siapa yang akan pergi dahulu. bu, aku mohon jangan pergi dulu, aku tak sanggup hidup tanpamu. namun jika aku pergi dulu, aku pun merasa begitu egois. namun aku tak bisa membayangkan betapa perihnya hatiku melihatmu menangis. tak ada manusia yang  mengerti takdir, tapi terkadang takdir membocorkan sedikit tanda. dan tanda itu dapat terbaca dengan jelas. bu jika aku pergi terlebih dahuulu, jangan pernah iringi kepergianku dengan tangis. cukup sekali saja aku mendengarmu menangis dalam doamu. ibu sama sekali tak cocok dengan air mata. aku lebih suka melihat ibu yang seperti biasa. ibu yang hangat seperti matahari pagi dan membawa kebahagiaan dan kasih sayang bagi orang disekitarnya.

bu, jika nanti aku terlahir kembali, aku masih ingin menjadi anakmu lagi. jikapun takdir menggariskan aku tak mampu menggapai kepala duaku aku tak menyesal. apakah ibu tau bahwa hal selalu kutakutkan adalah harus menjadi dewasa. karena jika aku dewasa nanti aku harus belajar hidup jauh dari ibu, dan kemudian menjadi ibu. aku takut jika aku nantinya tak mampu menjadi ibu yang baik bagi anakku nanti. ibu tahu kan bahwa aku tak pernah bisa menjadi sebaik ibu. bagiku engkau adalah segalanya, poros hidupku dan engkau adalah duniaku. jadi jangan pernah bersedih apapun yang terjadi. jangan lupa kalau ibu memiliki dua biji mata. jika aku pergi tolong sayangi adik sepenuhnya. lucu sekali jika aku mengingat tatapan iri dan bibir mengerucut seperti tweetynya setiap kali ibu memperlakukanku dengan spesial. jika saja adik tahu, akulah yang iri padanya. dia mirip sekali dengan ibu. alisnya matanya hidungnya, tak hanya parasnya saja, sikap periangnya dan banyaknya teman yang selalu mengiringinya selalu membuatku iri. kepribadiannya yang hangat seperti ibu menjadi magnet yang membuat banyak cinta yang datang padanya. mungkin ini salah satu alasan ibu menunjukkan rasa cinta yang lebih padaku, karena memang aku tak memiliki cinta yang lain. yang aku miliki hanya ibu, hanya cinta dari ibu. bukan berarti ayah tak mencintaiku. aku tahu ayah selalu menyayangiku dalam diamnya. diamnya  saat menungguiku di rumah sakit, saat mengantarku control untuk yang kesekian kali yang entah tak mampu kuingat lagi banyaknya. dan mungkin ayah juga menangisiku dalam diamnya.menangisi takdir putinya.  maka kuputuskan untuk mencintaimu dalam diam pula ayah. aku berharap ayah tak pernah iri karena ibu hanya memperhatikanku selama ini. sedikit aneh rasanya aku mengambil ibu dari ayah. mengambil cinta dan perhatian iu sepenuhnya.

aku tak pandai merangkai kata-kata manis. tak pandai pula mengutarakan perasaan yang selama ini berkecamuk. namun aku berharap rasa ini bisa tersampaikan dengan indah padamu. tanpa ada rasa melankolis. hanya kata-kata yang menyenangkan dan indah untuk dikenang.

aku memandang kertas putih ini. bingung apa yang harus kutuliskan. aku hanya ingin menunjukkan rasa cintaku pada ibu. namun entah mengapa rasanya seperti surat wasiat, surat perpisahan. lucu sekali mungkin ini perasaan orang yang akan segera meninggal. aku tak ingin menulis kata-kata yang putus asa. walaupun asa untuk tetap berada di samping ibu sampai ibu tua nanti terdengar seperti omong kosong. aku tak ingin menulis itu, aku ingin menulis sesuatu yang tak menyiratkan kesedihan.

ibu….

ibu jelek kalau menangis, dan aku benci melihatmu menangis.

I love you mmuach mmuach :-*

anakmu.

aku merebahkan badanku di atas sprei putih dan menarik selimut, bersiap untuk terlelap.

selamat tidur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun