1.1 Emile Durkheim
Emile Durkheim dari Prancis adalah salah seorang tokoh penting yang mengembangkan sosiologi dengan ajaran-ajaran klasik. Didalam teori-teorinya tentang masyarakat, Durkheim menaruh perhatian besar pada kaidah-kaidah hukum yang dihubungkan dengan jenis-jenis solidaritas yang dijumpai dalam masyarakat. Hukum dirumuskan sebagai suatu kaidah yang bersanksi. Nerat ringannya senantiasa tergantung dari sifat pelanggaran, anggapan-anggapan, serta keyakinan tentang baik buruknya suatu tindakan dan peranan terhadap sanksi-sanksi tersebut dalam masyarakat. Dengan demikian, maka kaidah-kaidah hukum dapat diklasifikasikan menurut jenis-jenis sangsi yang menjadi bagian utama dari kaidah hukum tersebut. Didalam masyarakat dapat ditemukan dua macam kaidah hukum, yaitu represif dan restitutif.
Menurut Durkheim dapat dibedakan dua macam solidaritas positif yang dapat ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pada solidaritas pertama, seorang warga masyarakat secara langsung terikat kepada masyarakat. Didalam hal solidaritas yang kedua, seorang warga masyarakat tergantung kepada masyarakat, karena dia tergantung pada bagian-bagian masyarakat yang bersangkutan.
b. Dalam hal solidaritas kedua tersebut, masyarakat tidak dilihat dari aspek yang sama. Dalam hal pertama, masyarakat merupakan kesatuan kolektif dimana terdapat kepercayaan dan persamaan yang sama. Sebaliknya, pada hal kedua masyarakat merupakan suatu sistem yang terdiri dari bermacam-macam fungsi yang merupakan hubungan-hubungan yang tetap, sebetulnya keduanya merupakan suatu gabungan, akan tetapi dilihat dari sudaut-sudut yang berbeda.
c. Dari kedua perbedaan tersebut timbullah perbedaan lain yang dapat dipakai untuk menentukan karakteristik dan nama dua macam solidaritas di atas.
1.2 Max Weber
Ajaran-ajaran Max Weber (seorang Jerman yang mempunyai latar belakang pendidikan di bidang hukum) yang memberi saham dalam perkembangan ilmu sosiologi sangat banyak dan bersifat klasik. Khususnya tentang sosiologi hukum, dibahasnya dengan luas terutama dalam Bab 7 dari buku Wirtschaft dan Gesellschaft yang merupakan pembukuan kembali dari karangan-karangan tentang ekonomi dan masyarakat.
Ajaran-ajaran Max Weber tentang sosiologi hukum sangat luas secara menyeluruh ditelaahnya hukum-hukum Romawi, Jerman, Prancis, Anglo Saxon, Yahudi, Islam, Hindu, dan bahkan hukum adat Polinesia. Akan tetapi, sebagaimana dengan sorotannya terhadap bidang kemasyarakatan lainnya. Weber mempunyai tujuan mengemukakan tahap-tahap rasionalisasi peradaban barat berserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Sejalan dengan tujuan tersebut dia mempelajari pengaruh politik, agama, dan ekonomi terhadap perkembangan hukum, serta pengaruh dari para teoretikus hukum, praktikus hukum maupun apa yang dinamakannya para honoratioren. Para honoratioren adalah orang-orang yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Oleh karena kedudukan ekonominya, orang-orang yang bersangkutan secara langsung berhasil menduduki posisi-posisi kepemimpinan tanpa ganti rugi atau hanya dengan ganti rugi secara nominal.
b. Mereka menempati kedudukan sosial terpandang yang seemikian rupa sehingga hal tersebut akhirnya menjadi suatu tradisi.
Selanjutnya, di dalam teori Max Weber tentang hukum dikemukakan empat tipe ideal dari hukum, yaitu masing-masing sebagai berikut:
a. Hukum irasional dan material, yaitu dimana pembentukan undang-undang dan hakim mendasarkan keputusannya semata-mata pada nilai-nilai emosional tanpa menunjukan pada suatu kaidah.
b. Hukum irasional dan formal, yaitu dimana pembentukan undang-undang dan hakim berpedoman pada kaidah-kaidah diluar akal, oleh karena didasarkan pada wahyu atau ramalan.
c. Hukum rasional dan material, dimana keputusan-keputusan para pembentuk undang-undang dan hakim menunjukan pada suatu kitab suci, kebijaksanaan-kebijaksanaan penguasa atau ideologi.
d. Hukum irasional dan formal, yaitu dimana hukum dibentuk semata-mata atas dasar konsep-konsep abstrak dari ilmu hukum.
1.3 Roscoe Pound
Roscoe Pound adalah ahli hukum pertama menganalisis yurisprudensi serta metodologi ilmu-ilmu sosial. Hingga saat itu, filsafat yang telah dianut selama berabad-abad dituding telah gagal dalam menawarkan teori semacam itu, fungsi logika sebagai sarana berpikir semakin terabaikan dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh Langdell serta para koleganya dari Jerman. Pound menyatakan bahwa hukum adalah lembaga terpenting dalam melaksanakan kontrol sosial. Hukum secara bertahap telah menggantikan fungsi agama dan moralitas sebagai instrumen penting untuk mencapai ketertiban sosial. Menurutnya, kontrol sosial diperlukan untuk melestarikan peradaban karena fungsi utamanya adalah mengendalikan “aspek internal atau sifat manusia”, yang dianggapnya sangat diperlukan untuk menaklukkan aspek eksternal atau lingkungan fisikal.
Pound menyatakan bahwa kontrol sosial diperlukan untuk menguatkan peradaban masyarakat manusia karena mengendalikan perilaku antisosial yang bertentangan dengan kaidah-kaidah ketertiban sosial. Hukum, sebagai mekanisme control sosial, merupakan fungsi utama dari negara dan bekerja melalui penerapan kekuatan yang dilaksanakan secara sistematis dan teratur oleh agen yang ditunjuk untuk melakukan fungsi itu. Akan tetapi, Pound menambahkan bahwa hukum saja tidak cukup, ia membutuhkan dukungan dari institusi keluarga, pendidikan, moral, dan agama. Hukum adalah sistem ajaran dengan unsur ideal dan empiris, yang menggabungkan teori hukum kodrat dan positivistik.
Roscoe Pound memiliki pendapat mengenai hukum yang menitik beratkan hukum pada kedisiplinan dengan teorinya yaitu: “Law as a tool of social engineering” (Bahwa Hukum adalah alat untuk memperbaharui atau merekayasa masyarakat). Untuk dapat memenuhi peranannya Roscoe Pound lalu membuat penggolongan atas kepentingan-kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum itu sendiri, yaitu sebagai berikut:
1. Kepentingan Umum (Public Interest)
a. Kepentingan negara sebagai Badan Hukum.
b. Kepentingan negara sebagai penjaga kepentingan masyarakat.
2. Kepentingan Masyarakat (Social Interest)
a. Kepentingan akan kedamaian dan ketertiban.
b. Perlindungan lembaga-lembaga sosial.
c. Pencegahan kemerosotan akhlak.
d. Pencegahan pelanggaran hak.
e. Kesejahteraan sosial.
3. Kepentingan Pribadi (Private Interest)
a. Kepentingan individu.
b. Kepentingan keluarga.
c. Kepentingan hak milik.
Menurut Roscoe Pound untuk membantu para mahasiswa yang belajar Ilmu Hukum perlu kiranya dikemukakan tentang Disiplin ilmu Hukum.
Ilmu hukum termasuk kedalam ilmu pengetahuan kemasyarakatan yang khusus mempelajari mengenai tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan kaidah-kaidah hidupnya terutama yang berlaku pada masa kini (hukum positif).
Kemudian hal-hal yang termasuk ke dalam ilmu hukum itu adalah :
1. Ilmu Kaidah.
2. Ilmu Pengertian.
3. Ilmu Kenyataan.
Sedangkan kaidah hukum menurut Pound terdiri dari tiga macam yaitu :
1. Kaidah-kaidah hukum yang berisikan suruhan.
2. Kaidah-kaidah hukum yang berisikan larangan.
3. Kaidah-kaidah hukum yang berisikan kebolehan.
1.4 Donal Black
Donald Black menginformasikan langsung bahwa perspektifnya adalah sosiologis. Dia prihatin dengan “kehidupan sosial” yang berarti bagaimana masyarakat berperilaku. Penjelasan-Nya itu akan menggunakan faktor sosiologis. Kira-kira, faktor sosiologis mewakili tingkat makro fitur dan dimensi sepanjang yang diselenggarakan masyarakat. Definisi hukum dari Donal Black yang menyatakan “Law is a social control by government”. Ia mengumumkan dimensi masyarakat yang akan menarik baginya:
1. dimensi vertikal, yang sesuai dengan status sosial ekonomi (SES) atau kelas sosial;
2. dimensi horizontal,sesuai dengan ras, suku, dan status kelahiran asli vs lahir di negeri asing;
3. budaya, sesuai denagan kesopanan;
4. struktur organisasi, jika salah satu pihak yang bersengketa atau kejahatan adalah kelompok, atau jika kedua belah pihak adalah kelompok, tingkat ukuran dan organisasi kelompok atau kelompok akan sangat penting, dan
5. kontrol sosial, yang mengacu pada cara orang mendapatkan orang lain untuk menginap sesuai tanpa menyerukan hukum.
D. Mate a Legal Problem
Di dalam pembahasan diatas dari segi sudut pandang normatif, behavior, dan sosiologi penulis tertarik untuk mengkaji tiga aspek tersebut ke dalam gejolak permasalahan di kalangan masyarakat khususnya kaula muda membentuk kelompok kecil yang cenderung melakukan kriminal yang sering disebut geng motor.
Gang motor saat ini sedang marak melakukan kriminalitas yang secara yuridis melakukan pelanggaran terhadap hukum normatif di Indonesia. Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, sifatnya asosial dan melanggar hukum serta Undang-Undang Pidana. Hukum normatif yang cenderung sering dilanggar oleh geng motor adalah pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, 362 KUHP tentang pencurian, 351 KUHP tentang penganiyaan.
Hal tersebut juga tidak menutup kemungkinan kurangnya perhatian dari orang tua yang menyebabkan perubahan perilaku (behavior) pada kalangan anak muda. Behavior ingin mencari tau bagaimana perubahan pengendalian didalam lingkungan hidup para kaula muda. Dengan kurangnya perhatian dari orang tua didalam perubahan tingkah laku anak-anaknya menimbulkan salah pergaulan, sehingga para kaula muda melakukan pelanggaran dalam hukum normatif di Indonesia. Peran hukum didalam hal ini tidak hanya di pandang dari segi hukum saja melainkan peran behavior pun berpengaruh dalam mengantisipasi terjadinya penyimpangan-penyimpangn terhadap anak-anak untuk masuk ke dalam kelompok atau membentuk suatu kelompok kecil yang cenderung melakukan kriminal yang sering disebut geng motor.
Perkembangan masalah suatu gang (kelompok kecil yang cenderung kriminal) merupakan produk dari kesenjangan sosial dikarenakan kurang kontrol dari pemerintah. Didalam realitasnya, pakar sosiologi hukum mendefinisikan hukum sebagai suatu alat pengendali sosial oleh pemerintah, contohnya, definisi hukum dari Donal Black yang menyatakan: Law is a social control by government.
Perkembangan masalah yang ada saat ini, anak kaula muda membentuk suatu kumpulan kecil yang cenderung kriminal yang marak dengan sebutan geng motor. Kurangnya kontrol sosial dari pemerintah maupun dari pihak keluarganya menyebabkan anak-anak muda terjerumus didalam perbuatan pidana yang kurang di pahami dampak dari apa yang mereka lakukan.
Daftar Pustaka
A. Buku
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Jakarta, Prenadamedia Group, 2015.
E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta, PT Penerbitan Universitas, 1965.
Jimly Asshiddiqie dan Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta, Konstitusi Perss, 2012.
Jogi Nainggolan, Energi Hukum Sebagai Faktor Pendorong Efektivitas Hukum, Bandung, PT Refika Aditama, 2015.
Lili Rasjidi dan Arief Sidharta, Filsafat Hukum (Mazhab dan Refleksinya), Bandung, Remadja Karya, 1989.
Mohamad Arifin, Teori dan Filsafat Hukum: Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 1993.
Muhamad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2013.
Satjipto Raharjo, Hukum dan Perilaku, Jakarta, Kompas, 2006.
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2014.
B. Undang-Undang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H