Mohon tunggu...
Frans Siringoringo
Frans Siringoringo Mohon Tunggu... Perekayasa Jaminan Aliran dan Proses -

Hidup dalam buminya Tuhan, berkutat dalam ilmu rekayasa, bernafas dalam lingkung sosial kemanusiaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ada Kepastian dalam "Insya Allah"

6 Mei 2018   16:32 Diperbarui: 6 Mei 2018   16:45 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai orang Kristen, saya bisa dikatakan cenderung tidak biasa untuk menggunakan ucapan Insya Allah yang mengandung arti "jika Allah menghendaki." Mungkin ini juga dialami oleh beberapa saudara-saudara yang beragama Kristen atau bahkan umat non-Muslim lain. Sesungguhnya, ucapan tersebut biasa digunakan oleh saudara-saudara yang beragama Muslim dalam menjawab pertanyaan, sebagai contoh, jawaban "Insya Allah saya akan ikut" ketika diajak untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan.

Sayangnya, ketidakbiasaan dalam menggunakan ucapan tersebutlah yang bagi saya menimbulkan persepsi bahwa ucapan Insya Allah merupakan jawaban retorika yang tidak pasti. Persepsi ini bahkan seakan menular ke beberapa umat Muslim sendiri yang akhirnya merasa kata "ya" atau "pasti" lebih meyakinkan dibandingkan jawaban Insya Allah. Tetapi, jika dilihat dari artinya, dalam ucapan Insya Allah ada suatu kepastian yang sesungguhnya lebih pasti dari jawaban apapun.

Berbicara mengenai ucapan Insya Allah berarti bicara tentang kehendak Allah. Yang saya pahami sebagai kehendak Allah adalah apa yang difirmankan Allah dalam Alkitab. Kehendak Allah ini bisa jadi tertuang dalam peraturan-peraturan yang Allah perintahkan bagi manusia atau, jika melihat dalam konteks ucapan Insya Allah, kehendak Allah bisa diartikan sebagai rencana Allah dalam diri manusia. Roma 11:33 menggambarkan kehendak Allah yang disebutkan belakangan tersebut.

Di Roma 11:33, Paulus menulis, "O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!"

Kutipan ayat di atas menggambarkan kehendak Allah yang sangat tidak terselidiki dan tidak terselami oleh manusia. Kehendak Allah dinyatakan sebagai suatu hikmat dan pengetahuan yang tidak mampu dipahami dengan pikiran manusia. Dengan kata lain, kutipan ayat di atas malah seakan menegaskan persepsi sebagian orang yang menganggap bahwa ucapan Insya Allah melambangkan suatu ketidakpastian.

Tetapi sesungguhnya, di belahan kitab Roma yang lain, Paulus juga menulis hal lain berkenaan dengan kehendak Allah. Dalam Roma 8:28 tertulis, "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah."

Di awal ayat di atas, Rasul Paulus mengatakan bahwa dalam segala sesuatu, Allah turut bekerja. Ada campur tangan Allah dalam apapun yang kita lakukan dan juga kita rencanakan yang membuat semua itu bergantung pada kehendak Allah. Rasul Paulus menegaskan bahwa Allah melakukan itu semua bukan untuk memonopoli kehidupan manusia, bukan juga untuk menjadikan manusia sebagai robot, melainkan untuk mendatangkan kebaikan bagi orang-orang yang mengasihi Dia.

Dari apa yang Paulus utarakan di kitab Roma tersebut, saya melihat bahwa ucapan Insya Allah sesungguhnya mengajak kita untuk mengingat akan kehendak Allah yang tidak terselami dan yang bekerja di dalam segala sesuatu yang kita lakukan, termasuk keluarga, pekerjaan, keuangan, dan lain-lain. Tidak hanya sampai di sana, ucapan Insya Allah juga mengingatkan kita akan suatu kepastian bahwa kehendak Allah tersebut akan hadir dalam apapun yang terjadi untuk mendatangkan kebaikan.

Sesungguhnya, ucapan Insya Allah sejalan dengan apa yang ditulis dalam Amsal 16:9 yang berbunyi, "Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya." Jika memang Tuhan menentukan arah langkah manusia, apa sesungguhnya yang bisa dilakukan manusia selain daripada berserah pada kehendak-Nya di atas segala rencana yang sudah dipikirkan. Hal ini seakan menjadikan Insya Allah merupakan suatu jawaban yang lebih pasti dari apapun.

Pada akhirnya, bagi saya ucapan Insya Allah tidaklah seharusnya melahirkan respon berupa rasa ragu apalagi menganggap bahwa ucapan tersebut hanya sebuah jawaban retorika. Sejatinya, ada kepastian di dalam ucapan Insya Allah, yaitu kepastian akan suatu penyerahan diri kepada kehendak Allah yang tidak terselami. Ucapan Insya Allah juga menjadi pernyataan sikap percaya penuh terhadap kehendak Allah yang pasti mendatangkan kebaikan yang bahkan jauh lebih baik daripada rencana-rencana manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun