Menerka Ontologi: Apakah Semua yang Ada Itu Nyata?
Dalam ilmu filsafat ontologi merupakan cabang yang mempelajari sifat keberadaan dan realitas. saat mendengar kata filsafat kalian langsung berpikir mendalam tentang arti dan Pertanyaan mendasar yang sering kali muncul seperti bertanya " Apakah semua yang ada itu nyata?" Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi berbagai sudut pandang tentang ontologi dan bagaimana ia berhubungan dengan pemahaman kita tentang realitas.
Ontologi adalah cabang ilmu filsafat yang mempelajari hakikat dan asas asas rasional dari segala sesuatu yang ada di dalam alam semesta sedangkan kata Ontologi berasal dari kata Yunani "ontos" yang berarti "ada" atau "yang ada," dan "logos," yang berarti "ilmu." Secara sederhana, ontologi bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang apa yang ada, bagaimana sesuatu dapat dikatakan ada, dan kriteria apa yang digunakan untuk menentukan keberadaan tersebut. Pada dasarnya, ontologi membicarakan tentang hakikat dari benda/sesuatu. Hakikat disini berarti kenyataan yang sebenarnya (bukan kenyataan yang sementara, menipu, dan berubah) sedangkan Pembahasan ontologi tidak mencakup pada proses, prosedur dan manfaat dari suatu objek yang ditelaah ilmu, tetapi lebih kepada perwujudannya. "ada" itu. Dalam dunia yang kompleks ini, di mana berbagai fenomena dapat diamati dan dipelajari, pemahaman tentang ontologi menjadi sangat penting.
Ontologi, sebagai cabang filsafat yang membahas keberadaan dan realitas, Pertanyaan-pertanyaan ontologis, seperti "Apa yang ada?" atau "Apa hakikat dari yang ada?" yang sering kita tanyakan mungkin tampak abstrak, tetapi mereka membentuk landasan bagi banyak bidang lain dalam pengetahuan manusia, termasuk sains, agama, dan etika.
Yang menarik dari ontologi adalah kemampuannya untuk memaksa kita mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi tentang dunia dan apa ini memang benar benar ada? Misalnya, apakah realitas hanya terbatas pada hal-hal yang bisa dirasakan oleh indra pendengaran penciuman dan penglihatan kita saja atau yang bisa disebut materialisme, atau bisa pada hal-hal yang bersifat non-fisik, seperti kesadaran atau nilai moral? Dari sudut pandang ini ontologi membantu kita melihat bahwa pemahaman kita tentang realitas seringkali bergantung pada pemahaman dan pemikiran serta budaya yang mungkin bisa berbeda di bawah perspektif lain.
Secara keseluruhan, meskipun ontologi mungkin tampak tidak mendasar bagi sebagian orang tapi menurut saya ontologi bisa sebagai salah satu cara untuk memperdalam pemahaman kita tentang dunia, memicu refleksi mendalam, dan memperluas wawasan kita tentang apa artinya "ada."
 Dalam konteks ontologi sendiri ada dua jenis realitas yang perlu dipertimbangkan: realitas objektif dan subjektif. Realitas objektif adalah dunia yang dapat diobservasi secara independen dari persepsi individu, sementara realitas subjektif mencakup pengalaman pribadi dan interpretasi individu terhadap dunia. Misalnya, sebuah apel memiliki warna merah adalah contoh realitas objektif, sedangkan apa yang kita rasakan saat memakan apel tersebut merupakan realitas subjektif.
Pertanyaan yang muncul adalah: Apakah realitas subjektif sama pentingnya dengan realitas objektif? Para filsuf seperti Immanuel Kant berargumen bahwa pemahaman kita tentang realitas dipengaruhi oleh pengalaman subjektif kita. Kant menyatakan bahwa kita tidak dapat sepenuhnya mengetahui dunia "seperti adanya," tetapi hanya dunia yang kita alami melalui indera kita. Dengan demikian, keberadaan sesuatu menjadi subyektif tergantung pada cara kita memahami dan mengalaminya.
Pertanyaan tentang apakah semua yang ada itu nyata tidak memiliki jawaban yang sederhana. Ontologi mengajak kita untuk berpikir tidak hanya tentang realitas yang dapat kita lihat dan sentuh, tetapi juga tentang pengalaman subjektif kita yang membentuk pemahaman kita tentang dunia. Bagi saya, ontologi bukan sekadar pertanyaan filosofis yang abstrak dan tidak mendasar melainkan suatu cara untuk mengeksplorasi berbagai dimensi realitas. Misalnya, ketika kita berbicara tentang benda fisik, pikiran, atau bahkan ide-ide, kita sebenarnya sedang berusaha mengidentifikasi dan memahami sifat dasar dari apa yang kita anggap ada.
Selain itu, ontologi juga bisa membuka diskusi tentang perbedaan antara realitas subjektif dan objektif. Hal ini menantang kita untuk berpikir kembali bagaimana persepsi kita membentuk pemahaman kita tentang dunia dan, pada gilirannya, berkontribusi pada pencarian makna dalam kehidupan. Dengan demikian, ontologi dapat dilihat sebagai dasar bagi pemikiran filosofis yang lebih dalam, yang mengarah pada refleksi tentang keberadaan dan tempat kita di dunia ini.
Namun pada akhirnya ontologi adalah tentang eksplorasi dan refleksi. Dalam usaha kita untuk memahami apa yang ada, kita harus tetap terbuka terhadap berbagai perspektif dan ide yang mungkin merombak cara kita melihat dunia karena banyak hal yang berbeda di dunia ini yang menimbulkan pertanyaan dalam benak kita tapi jawaban dari pertanyaan itu bukan hanya sekedar jawaban tapi bisa menjadi makna yang lebih mendalam. Mungkin, pertanyaan yang lebih penting bukanlah apakah semua yang ada itu nyata, tetapi bagaimana kita membangun makna dari apa yang kita anggap sebagai kenyataan dalam perjalanan hidup kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H