Putri semakin dekat dengan sosok yang berdiri di tepi jalan itu.  Di bawah temaramnya lampu jalanan, semakin dekat  sosok itu semakin jelas. Tampaklah sosok Mbah Lastri tetangga di depan rumahnya, Putri mengenalinya dari sosoknya yang agak bungkuk dengan bahu yang miring karena scoliosis kelainan yang membuat tulang punggungnya miring ke sisi kiri. Putri merasa lega, dia merasa sekarang dia sudah tidak tersesat  di alam lain lagi. Putri menghentikan motornya lalu menyapa Mbah Lastri
"Mbah, mari saya antar pulang."
"Nggak usah Nduk, aku masih mau di sini. Kamu ini mau kemana malam-malam begini? Sana cepat pulang, orangtuamu sudah menunggumu."
"Ya saya memang mau pulang Mbah, tadi ada rapat di kantor selesainya malam, tapi saya sudah pamit."
Mbah Lastri menggelengkan kepalanya
"Oalaah Nduk, jalan ke rumahmu itu ada di sana," Mbah Lastri menunjuk ke gang di belakangnya.
"Tapi Mbah, tempat itu bukan menuju ke rumahku, itu kan jalan ke taman komplek, rumahku jalannya di sana."
"Kamu ini dibilangin orangtua ngeyel, aku tuh dari tadi cuma lihat kamu jalan muteri taman komplek saja. Â Apa kamu nggak merasa kalau kamu itu dari tadi ngga sampai-sampai ke rumah."
Putri tertegun, dia sendiri juga merasakan perjalanan pulang kali ini terasa lama. Padahal biasanya sekitar tiga menit dia sudah sampai di rumah.
Astaga, aku pasti tersesat lagi di dimensi lain. Tapi kenapa kali ini aku ketemu Mbah Lastri? Biasanya si Mas itu yang menunjukan jalan keluar, pikir Putri.