Dengan ketergantungan masyarakat milenial terhadap teknologi, akan semakin membangun mitos bahwa segala keinginan akan terpenuhi sehingga akan menghibur serta membangun,mendidik serta mendorong untuk semakin konsumtif dengan promo dan tawaran menarik yang diberikan oleh e commerce tersebut. Karena mereka berprinsip bahwa penawaran dan pembelian pertama adalah kesan terbaik dan menarik untuk customernya. Karena jika tidak demikian, customer akan beralih ke penyedia jasa lain yang tentunya dengan penawaran yang lebih baik.  Ecommerce sendiri merupakan industri yang paling cepat dan diminati oleh milenial dan terus akan berkembang untuk mewujudkan mimpi dari masyarakat itu sendiri.
Â
Saat ini yang paling berjasa dalam perubahan sosial yang tengah dialami masyarakat ialah komunikasi dan telekomunikasi. Hingga tanpa sadar naluri konsumsinya dikendalikan oleh kapitalis. Hingga melahirkan Paradigma konsumtivisme yang akhirnya mengakibatkan masyarakat terjebak  dalam satu dimensi. [4] Konsumtivisme yang menjadi trend paradigma pada masyarakat millennial ini  secara aktif memberi makna tentang hidup melalui mengkonsumsi material. Bahkan, ideologi tersebut mendasari rasionalitas masyarakat milenial saat ini.  Implikasinya, segala sesuatu yang dipikirkan atau dilakukan diukur dengan perhitungan material atau bersifat untung dan rugi .
Â
 Ideologi Konsumtif tersebut tersebut jugalah yang membuat orang seorang yang workaholic atau gila kerja tanpa memikirkan keterbatasan waktu dan tenaga. Mereka mencari penghasilan serta  mengumpulkan modal untuk bisa melakukan konsumsi yang bersifat hedon.  Tentunya Perilaku konsumtif ini menyebabkan krisis konseptualisasi dan representasi. Dalam konteks yang cukup serius ini dromologi dalam paradigma konsumerisme ini tidak hanya membentuk mindset personal, namun mempengaruhi politik dan budaya.  Paradigma inilah yang perlu dikontrol agar tidak berlebihan. Idealnya, masyarakat terutama milenial seharusnya harus bisa menentukan secara mandiri dan cerdas untuk mencukupi kebutuhan dengan daya dukung finansial mereka sendiri agar terhindar dari kondisi besar pasak daripada tiang.
Â
Konsumtivisme dikritik keras oleh para anggota mazhab Frankfurt, salah satunya Herbert Marcuse. Seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwa persepsi Marcuse terhadap  konsumtivisme tampil dengan wajah yang halus guna memikat masyarakat, kemudian  mengarahkan pada pola pemikiran satu dimensi. Pada perspektif Teori Kritis Sekolah Frankfurt, khususnya Teori Kritis tulisan Herbert Marcuse tentang masyarakat satu dimensi, berupaya memahami dan menjelaskan mengapa konsumtivisme yang tiada habisnya masih juga berlangsung. Rakyat kecil menderita, sementara sebagian masyarakat lainnya sibuk memuaskan dirinya dengan kelimpahan materi dan fasilitas layanan yang memanjakan tubuhnya dan egonya. Kondisi inilah yang tengah terjadi pada masyarakat generasi X, Y, Z di Indonesia.
Â
Oleh karena itu, tulisan ini mencoba untuk membongkar topeng dibalik dromologi dalam ecommerce. Dengan menggunakan perspektif kritis Herbert Marcuse, mencoba mengungkapkan kesadaran palsu yang nampak dalam dunia materi, dengan semakin populernya konsumerisme. Teori kritis tersebut akan membantu kita untuk memahami kesadaran sosial, membangun rasional instrumental, serta menjelaskan kondisi-kondisi yang irasional. Dan juga mampu menjelaskan langkah-langkah praktis apa saja yang sekiranya dapat diambil secara bijak oleh masyarakat milenial yang notabene sebagai agent of change.
Peran Dromologi E-Commerce dalam Spat Kapitalismus
Sebagai sebuah fenomena, dromologi merupakan wujud dari knowledge is power yang telah berhasil mengendalikan seluruh aktivitas hingga kesadaran dari masyarakat milenial itu sendiri. Hal ini dapat terlihat dalam pemanfaatan teknologi informasi oleh milenial  tidak dapat terelakkan lagi, hal ini ditandai dengan aktivitas sosial ekonomi yang diwadahi oleh e commerce selevel shopee, go jek, grab,  lazada, tokopedia, dana dan yang lainnya.  Dengan segala penawaran dan kemudahan yang ditawarkan  oleh e commerce,  dalam promo penjualan hingga bonus dari top up  saldo hingga koin yang dikumpulkan dari pembelian.  Hal ini berakibat pada rasa puas ketika selera ( appetites ) dan keinginan (desires) diatur serta dikendalikan oleh kapitalis yang tanpa disadari oleh para milenial.