Sikap sinis memperpuruk situasi. Akibatnya, publikasi kehilangan daya  serap. Publik yang merasa disinis, bakal tidak tertarik mengakes informasi. Sementara jurnalisme menekankan ciri publikasi, sikap sinis mengalihkan daya serapa, skeptisnya seorang  wartawan merupakan  daya penyelamat bagi kebenaran publikasi.
Luwi Ishwara, dalam bukunya Jurnalisme Dasar, Seri Jurnalistik Kompas, menulis sebuah semboyan bernas, demikian : skeptis itulah ciri khas jurnalisme. Hanya dengan bersikap skeptis, sebuah media dapat hidup.Â
Menurut Luwi, sikap skeptis penting. Pentingnya ialah seorang penulis, sebelum menulis, ia perlu meragukan sebuah informasi. Sikap ragu itu menuntunnya untuk mencari, melakukan analisis (investigasi-interogasi) hingga menemukan yang benar. Kebenaran sebagai hasil temuan itulah yang harus dipublikasikan dan dishare sebagai pengetahuan dan kontribusi bagi publik demi merawat kebaikan bersama.
Kontribusi John Hohenberg
Sambil mempedomani istilah cheerleader complex (cetusan John Hohenberg-), Luwi mengatakan bahwa sikap skeptis harus merupakan sikap penting dalam jurnalisme. Sikap skeptis menempatkan si penulis menjadi subjek pengendali dalam mencari dan menemukan substansi informasi. Substansi informasi yang benar membuka peluang bagi inpirasi dan transformasi publik.
Kontribusi Josep Pulitzer
Ide penting bagi para wartawan dalam karya jurnalisme, diungkapkan Josep Pulitzer (Jurnalis Hungaria-Amerika). Menurutnya, sebuah surat kabar tidak akan pernah menjadi besar, Â dengan hanya sekedar mencetak selebaran-selebaran yang disiarkan oleh pengusaha maupun tokoh-tokoh politik dan meringkas tentang apa yang terjadi setiap hari. Tambahnya lagi, wartawan harus terjun ke lapangan, berjuang dan menggali hal-hal yang ekslusif. Sebab, ketidaktahuan membuka kesempatan korup sedangkan pengungkapan mendorong perubahan.
Apa yang dikatakan Penulis Luwi, sebetulnya merupakan jabaran dari inti cheerleader complex, dimana wartawan dalam karya jurnalisme, lebih cenderung hura-hura mengikuti arus yang sudah ada, puas dengan apa yang ada, puas dengan permukaan sebuah peristiwa, serta enggan mengingatkan kekurangan-kekurangan yang ada dalam masyarakat.
Kontribusi Rene Descartes
Pentingnya sikap skeptis atau dalam paham filsafat disebut skeptisisme, lama sebelumnya telah dikemukan oleh Filsuf asal Prancis; Rene Descartes dengan istilah dubium metodicum atau dalam bahasa Inggris kita sebut methodicum doubth. Intinya ialah segala sesuatu perlu diragukan bukan untuk diabaikan melainkan untuk diseleksi hingga menemukan kebenarannya.
Pernyataan Descartes memberi kontribusi besar bagi dunia Filsafat. Bahwasannya, segala sesuatu perlu diragukan sebagai pintu masuk untuk mencari hingga menemukan kebenaran. Karena inilah, maka dikatakan bahwa meragukan merupakan sebuah sikap banter memasuki kebijaksanaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H