Mohon tunggu...
Yudel Neno
Yudel Neno Mohon Tunggu... Penulis - Penenun Huruf

Anggota Komunitas Penulis Kompasiana Kupang NTT (Kampung NTT)

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menjelang Pilkada, Masyarakat Kabupaten Malaka Perlu Belajar Spiritualitas Simon dan Stefanus

30 November 2020   21:52 Diperbarui: 30 November 2020   21:54 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pesta demokrasi bakal terlaksana beberapa waktu yang akan datang. Masyarakat sepertinya tidak lagi bersabar menanti momen emas, 9 Desember. 

Pada tanggal bersangkutan, Masyarakat Kabupaten Malaka akan menentukan pilihan; memilih pemimpin Kabupaten Malaka, yang akan mengendalikan roda pemerintahan Kabupaten Malaka selama dua tahunan yang akan datang.

Menarik bahwa antusiasme masyarakat menjelang pemilukada kali ini, sangat tinggi, walaupun beberapa kasus kriminal menjadi catatan hitam untuk kabupaten yang terhitung bungsu ini.

Ada dua paket dalam pertarungan pilkada kali ini, yakni Simon Nahak- Kim Taolin, nomor urut 1, tagline SN-KT, dan Stefanus Bria Seran-Wendelinus Taolin, nomor urut 2, tagline SBS-WT.

Seturut kebiasaan religius umat Katolik, pemberian nama terhadap seseorang, dianjurkan agar perlu memakai nama Santo-Santa, tokoh-tokoh iman dan tokoh-tokoh religius dalam Kitab Suci.

Ditinjau dari nama diri (nama calon bupati), Stefanus dan Simon, seturut Kitab Suci Katolik, perlu direfleksikan secara religius.

Kitab Suci menyebutkan nama; Simon Petrus (Matius 16:18, Yohanes, 1:42, 21:15-16) Simon dari Kirene (Markus 15:12) dan Stefanus Martir (Kisah Para Rasul bab 6-7).

Memintal makna religius dari nama-nama di atas, perlu bagi Masyarakat Malaka, untuk menarik poin etis serentak menghadirkan solusi bagi situasi politik Kabupaten Malaka, saat ini.

Simon adalah nama asli, dan kemudian diberi nama Petrus oleh Yesus, yang artinya batu karang. Dalam Kitab Suci, nama Simon Petrus selalu digunakan secara bersamaan. 

Dengan menyebutkan nama Simon Petrus, umat Kristiani meyakini bahwa sejak Yesus meletakkan dasar Gereja, Ia meletakkannya di atas dasar yang kuat (batu karang), yang walaupun dilanda angin taufan dan ombak, GerejaNya tetap kokoh berdiri. 

Kepada Simon Petrus diserahakan kunci Kerajaan Surga, karena ketulusan Petrus mengakui Yesus sebagai Mesias, Putera Allah. Simon Petrus dipercaya karena ketulusannya untuk mengungkapkan dan keberaniannya untuk mengakui.

Spirit yang sama juga dilakukan oleh Simon dari Kirene. Ia membantu memikul Salib Yesus, dan memikul semampunya. Selebihnya diserahkan kepada Yesus. 

Walaupun dalam Kitab Suci ditulis bahwa ia dipaksa untuk memikul Salib Yesus, tetapi sesungguhnya ia melakukannya karena rasa belas kasih dan rasa tulus.

Masih dalam nada yang sama, kita belajar dari Stefanus, Martir. Stefanus adalah salah satu Diakon dalam Gereja Perdana (Kis.6:5), yang dipilih untuk memberi perhatian khusus pada para janda dan mereka yang miskin. 

Stefanus dihukum mati dengan cara dirajam dan saat itu, Saulus yang kemudian berubah nama menjadi Paulus itu, ada di situ. Stefanus dihukum mati karena kecamannya yang keras dan menusuk terhadap orang-orang Yahudi (Kis.7:58). Stefanus, yang penuh iman dan Roh Kudus, berbicara penuh kuasa, serentak bersaksi akan imannya yang kokoh.

Dari perbuatan tiga tokoh di atas, jelas bahwa apa yang mereka lakukan adalah demi keselamatan orang banyak (para beriman Kristiani). Tatkala Simon Petrus mengakui, ia mengakui suatu kebenaran dihadapan Yesus. Tatkala Simon dari Kirene membantu memikul Salib Yesus, ia melakukan suatu kepedulian. Tatkala Stefanus mengecam, Ia menegakkan suatu kebenaran iman.

Dalam situasi politik Kabupaten Malaka, yang makin memanas akhir-akhir ini, hingga menimbulkan korban, dapatkah kita belajar dari spiritualitas ketiga tokoh di atas?

Kita perlu sadar, kalau masih ada kekerasan menjelang pilkada, bukankah itu, sama halnya dengan Simon Petrus yang kemudian menyangkal Yesus sebanyak tiga kali? 

Kalau masih ada praktek saling memaksa, bukankah itu, sama halnya dengan para algoju yang memaksa Simon dari Kirene? Kalau masih ada batu, kelewang, parang yang dibawa, bukankah itu, sama halnya dengan orang-orang Yahudi, yang bernafsu untuk mencelakakan Stefanus?

Wahai Masyarakat Kabupaten Malaka, yang tercinta, mari kita belajar dari spiritualitas ketiga tokoh di atas. Pilihan boleh berbeda, tetapi persaudaraan harus tetap bercita rasa. Visi-misi boleh berbeda, tetapi tujuannya untuk kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Malaka.

Antara Simon dan Stefanus, tidak ada problem. Mereka hidup pada zaman yang berbeda, namun dengan spirit yang sama, yakni datang dari Yesus Kristus, dengan tujuan tidak lain dan tidak bukan, adalah untuk kesejahteraan, keselamatan umat manusia.

Mari bermenung!!! Perdalamlah kasih terhadap setiap kata dan laku; apakah dengan itu, sesama dibawa pada keselamatan?

RD. Yudel Neno

Pastor di Paroki Santa Maria Fatima Betun, Keuskupan Atambua, Kabupaten Malaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun