Filsuf asal Prancis, Emmanuel Levinas sejak lama mengutarakan idenya tentang sosialitas manusia. Sosialitas itu diungkapkan melalui ide tentang etika wajah.
Secara etis, ketika memandang wajah sesama, kita terpanggil, bertanggung jawab untuk memberi dan melayani yang lain.
Apa yang diungkapkan oleh Martin Buber tentang aku-engkau, apa yang diungkapkan Gabriel Marcell tentang aku-engkau menyatu dalam kita, apa yang termakhtub dalam Kita Suci, oleh Santo Paulus dalam Filipi, 2:4-5 tentang janganlah setiap orang memperhatikan kepentingannya sendiri melainkan kepentingan orang lain juga, merupakan pembelajaran bermakna yang perlu dihayati dalam sosialitas manusia.
Setiap kita terpanggil untuk menyelamatkan yang lain, ketika kita saling memandang dari wajah ke wajah. Senyum yang indah adalah pesona inner beauty untuk memahami bahwa setiap insan adalah sosok berharga yang layak dihormati dan pantas untuk dikagumi.
Saya terkesima dengan pesona senyum Bapak Uskup Atambua, Mgr. Dr. Dominikus Saku, Pr, Pater Vikjen Keuskupan Atambua, Pater Vincent Wun, SVD dan Rm. Sel Nesi, Pr, Ekonom Keuskupan Atambua, sebagaimana saya jadikan foto profil tulisan ini.
Memperhatikan dengan saksama gambar itu, saya terkesima untuk memaknainya karena memang memaknai sesuatu adalah terlalu indah untuk dilupakan.
Senyum persahabatan! Vos Amici Mei Estis, itulah motto Bapa Uskup Atambua, Mgr. Domi Saku, Pr. Vos Amici Mei Estis, Kamulah Sahabat-Sahabatku. Aku memanggil kamu sahabat, karena seorang sahabat, ia tahu ke mana rekannya pergi dan kapan rekannya datang.
Ketika menulis ini, saya menulisnya dengan senyum. Saya ingin mengabadikan senyum itu dalam tulisan ini. Dan saya ingin pembaca, membacanya dengan senyum. Â
Ketika saling memandang dari wajah ke wajah, saya sadar bahwa senyum adalah bahasa bathin yang secara perlahan namun pasti, menyingkapkan pesona persahabatan.
Vos Amici Mei Estis, Kamulah Sahabat-Sahabatku. Aku ingin senyum bukan hanya kamulah sahabatku, tetapi aku ingin senyum supaya kita bersahabat.
Tersenyumlah ketika saling memandang dari wajah ke wajah sebab atas cara itu kita telah menghadirkan penglihatan yang membahagiakan.